Detik demi detik yang berlalu, kenangan demi kenangan yang silih berganti. Masa lalu yang hanya bisa dikenang saja akan menjauh dan tak akan terulang lagi. Sungguh, harapan itu sudah kejam menggilas dan merampas kebahagiaanku. Sebab aku telah ditimpa kecewa berkali-kali. Dan dibunuh sedih tak terhitung lagi. Pada awalnya aku menyangka bahwa kamu merasakan hal sama dengan apa yang hatiku rasakan. Tapi nyatanya tidak, aku memang ditakdirkan untuk hidup dalam kekecewaan yang dalam. Sungguh salah jika aku menyalahkanmu. Mengatakan bahwa kamulah penyebab dari luka yang aku rasakan. Padahal bukan, hatiku sendiri yang merangkai angan terlalu tinggi dihempas angin ditiup luka dan dipecah senja yang dulu kita tatap bersama. Sungguh, aku yang terlalu bodoh melukiskan wajahmu di setiap mimpi dan waktu pagiku. Menanam bibit-bibit kasih dalam relung jiwa yang paling dalam. Padahal, kamu tidak meminta aku untuk untuk berangan dan berharap terlalu tinggi padamu. Juga tak pernah kamu tuntut aku untuk menanam benih asmara itu. Aku yang bebal, salah dan bodoh itu. Bukan kamu yang kejam dan jahat itu.
Jika aku berkemampuan untuk memutar kembali waktu. Dan kembali ke masa lalu. Maka aku akan memilih untuk tidak pernah mengenalmu. Daripada memilih melupakanmu. Sebab, melupakanmu sama saja dengan merenggut nyawaku sendiri. Karena kamu adalah napas kehidupanku.
Saat ini, hari yang kulalui sangatlah hampa dan kosong. Tanpa kamu yang menghadirkan gelak tawa di setiap carut marut hidup yang melanda kita. Omong kosong tentang kebersamaan. Sudah sekian waktu kita lalui bersama, tapi sepertinya kamu memang tidak pernah menumbuhkan cinta itu kepadaku. Atau, kamu sudah tumbuhkan cinta itu di dada paling dalam hatimu. Sayangnya, kita saling memendam rasa. Hingga pada akhirnya kamu gelisah, resah dan tak sanggup menahannya. Kamu pergi dengan dia yang katanya kamu cintai itu.
Aku tidak akan menyalahkanmu. Sebab, semua yang seperti kamu sangatlah perlu kepastian. Meski terkadang kamu ingin tetap bersamaku, tapi apa jadinya jika aku terus menggantungkan harapan kita dalam sepi dan tak pernah terwujud pasti.
Hal yang paling menyedihkan bagi seseorang yang memendam rindu. Ialah ketika dia hendak mengutarakan apa yang ia rasa kepada seseorang yang dia harapkan, hati yang lain malah merebut seseorang itu darinya. Sehingga dia terlambat dan mati di hadapan hatinya sendiri.
Maka, ijinkan aku meminta kepadamu. Permintaan akhir dariku. Bahagialah cinta, meski sedih merayap kalap di hatimu. Dan tersenyumlah kasih, meski air mata kadang jatuh dengan kejam menusuk ingatan-ingatan liar tentang kita. Semoga, hatiku dan hatimu akan berdamai dengan luka yang sama-sama kita cipta.
*Demi Kamu
KAMU SEDANG MEMBACA
Membunuh Sepi
Poesía(Proses Terbit) Untuk yang mencintai lalu dibenci Untuk yang datang lalu pergi lagi Untuk yang setia lalu dikhianati Untuk yang teguh mempejuangkan lalu dipatahkan Untuk yang memendam lalu terlambat menyatakan, Untuk kamu yang patah hati, Merindukan...