the story

49 9 3
                                    

Aku mau cerita sesuatu. Bukan karena cerita seram atau punya pesan moral. Atau, atau sesuatu yang berkesan. Hanya saja aku ingin menceritakannya karena ini sangat menggangguku.

Jadi, sekolahku bentuknya vertikal. Lurus memanjang. Hanya satu gedung. Tiga lantai. Tidak ada belokan.
Tiap lantai ada tiga tangga. Pojok kanan. Pojok kiri. Tengah.
Benar. Tiap lantai. Lantai atas pun ada tangganya. Mungkin untuk naik ke atap. Karena memang, sepengetahuanku, belum ada yang pernah naik ke sana. Pun para guru. Di bawah tangga juga ada garis batas. Di lantai tiga itu hanya ada ruang aula yang sangat luas yang biasanya digunakan untuk tempat sosialisasi seperti tadi pagi dan kantor kepala sekolah. Yang aku tahu selalu kosong.

Nah, kamu mulai tahu kemana arah cerita ini.

Jam 4 sore. Hari Kamis. Di lapangan belakang gedung sekolah. Pelajaran olahraga.
Ya, memang pelajaran olahraganya dipisah. Jam 2 siang pulang ke rumah, jam 4 kembali ke sekolah.
Kelasku dan 2 kelas lainnya mulai pemanasan. Tapi Pak Wiknyo, guru olahraga, belum datang. Aku belum menyadari keanehan ini. Pak Wiknyo yang biasanya selalu on time.

30 menit setelah pemanasan. Beliau belum juga datang. Akhirnya anak laki-laki bermain bola. Dan aku, serta anak perempuan lain hanya duduk-duduk di pinggir lapangan dan mengobrol.
Tidak ada pesan dari Beliau ataupun guru-guru lainnya mengingat sudah hampir pukul 5 sore dan hanya ada tiga kelas itu di area sekolah.

Pukul setengah enam. Hampir magrib dan pak Wiknyo belum juga datang. Sebagian anak-anak lain mulai pulang. Aku putuskan pulang juga.
Aku merogoh tas, berniat mengambil hp. Tapi tak kutemukan.

"Kamu liat hpku?" tanyaku pada teman yang aku ingat dialah yang meminjam hpku saat sosialisasi di aula tadi. "Main game," alasannya.

"Aku udah taro di kursi kamu tadi. Belum kamu ambil?"

Dan di sinilah aku. Jalan menuju aula. Temanku itu tidak ikut karena katanya dia sedang buru-buru. Sialan.

Bukannya takut, sih. Tapi kalau sendiri aneh aja.

Aku sudah di tangga menuju lantai tiga. Belum ada yang aneh sejauh ini.
Tap. Kakiku menginjak lantai tiga dan seketika aku merasa ada angin yang berhembus menerpa wajahku. Seperti salam 'selamat datang.' Tak kuhiraukan.

Masuk aula. Ambil hp. Pulang.

Masuk aula. Ambil hp. Pulang.

Kata-kata itu kurapalkan dalam hati. Berulang-ulang. Untuk mengalihkan perhatianku dari apapun yang aku rasakan sedang berada di belakangku. Mengikutiku.

Aku melihat pintu aula sudah dekat. Semakin kupercepat langkahku.
Akhirnya aku berhasil masuk ke aula dengan perasaan was-was.

Saat aku berdiri di samping kursi yang kududuki saat sosialisasi tadi, aku melihat hpku. Langsung kuambil tanpa mengeceknya. Kugenggam erat hpku. Lalu berbalik dan berlari meninggalkan aula.
Berlari meninggalkan lantai tiga.
Berlari meninggalkan lantai dua.
Semakin ke bawah, kepalaku semakin pusing.
Hingga akhirnya aku berhasil keluar dari gedung sekolah.
Nafasku putus-putus.
Mataku berkunang-kunang.
Saat kurasa akan pingsan, ada tangan yang menangkapku.

"Kamu kenapa? Kok keringetan gitu? Darimana aja? Nggak ikut pelajaran olahraga? Dialfa tau!" tanya si pemilik tangan beruntun.

Aku kenal suara ini. Saat kulihat wajahnya, benar saja.
Katanya dia buru-buru. Kenapa masih di sekolah?
Aku melihat sekeliling. Tunggu. Kenapa jadi ramai?
Dan, itu Pak Wiknyo? Mataku tidak salah lihat, kan? Apa tadi katanya? Nggak ikut olahraga?

Kepalaku makin berat. Banyak yang ingin kutanyakan tapi mulutku tidak dapat bersuara. Seperti, tiba-tiba aku pindah dunia. Dunia paralel? Ah, mana mungkin.

Saat ini yang membuatku tetap sadar adalah, aku merasakan tanganku menggenggam erat hpku.

Hp nokia 3410 ku, speakernya jernih. Layarnya masih mulus. Anti banting. Tahan air. Ada senternya. Harga santai kagak lebay. Dinego aja say. Pasti bisa say. Dinego sampai okay. Minat? PM :)

 Minat? PM :)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

p.s. : sorry:(

adsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang