Adikku Tersayang (Diary Putra) - Part 2

296 1 2
                                    

Ujian Nasional pun datang, waktu sudah menunjukan pukul 07.00 pagi dan bel pun sudah berbunyi. Aku tersentak, karena aku sedang melamun tentang biaya rumah sakit Tarra dan... Kapan Tarra sembuh. Guru pengawas sudah datang, dan aku sedikit gugup... Guru tersebut membagikan Lembar Jawab Kerja kepadaku dan teman - temanku. Aku melihat kiri dan kanan... Ya Tuhan, aku melihat teman - temanku seakan - akan mereka tak punya beban sedikit pun sepertiku. Tapi mau bagaimana pun juga Tarra adik kesayanganku, dan aku harus ikhlas merawatnya. Beberapa huruf telah aku hitamkan.

 Lalu... Datanglah ibu Susan, panitia Ujian dari Sekolah. "Putra? Bisa bicara sebentar?" tanya nya kepadaku... Aku datang menghampirinya, dan.... "Putra, maaf sebelumnya ibu harus ngasih kamu kabar ini sekarang. Barusan, bunda telpon ibu. Kalau kondisi Tarra drop lagi, nak. Maafin ibu ya... Ibu harus kasih tahu ini karena ibu tahu kamu sayang sama Tarra." ucap ibu Susan. Aku tak bisa menahan air mataku... Hingga akhirnya, aku tekad kan untuk bertanya.. "Bu.. Putra bisa pulang enggak?" aku tahu bahwa ibu Susan terkejut mendengar pertanyaan itu.. "Ta.... tapi, Put.. Kalau kamu pulang, kamu gak bisa ikutan Ujian Nasional. Gak ada susulan buat kamu.. Nanti beasiswa nya...?" Aku tahu bahwa mungkin aku akan kehilangan kesempatan beasiswa itu. Tapi.... Aku tahu, Tarra lebih membutuhkanku... "Ya Tuhan, ini pilihanku... Aku harap ini adalah pilihan terbaik untukku..."  do'aku dalam hati. "Iya, bu. Gak apa - apa. Putra tahu kalau Tarra lebih membutuhkan Putra...." ucapku, dan ibu Susan pun terharu mendengarnya.

Akhirnya aku datang ke rumah sakit, aku melihat Tarra sedang digendong oleh Bunda sambil memeluk boneka kesayangannya pemberianku. Ya Tuhan, kenapa bukan aku saja yang seperti itu? Lalu aku datang menghampiri Tarra, menggendongnya, memeluknya dengan erat, dan mencium - cium pipinya. Tarra tersenyum kepadaku, aku tak boleh menangis di depan Tarra. Aku terus menggendong dan memeluknya hingga aku terlelap di ranjang rumah sakit menggunakan baju SMA. Keesokan harinya aku terbangun karena Tarra menciumku berkali - kali. Aku terkejut, aku melihat begitu sehat, ia tersenyum dan tertawa melihatku. Aku sangat tenang melihat kondisi itu, dan aku tak menyesali apa yang sudah terjadi.

Beberapa minggu kemudian, pak Menteri Dikbud mencariku dan datang ke rumah sakit. Ia bertanya, "Apa yang terjadi denganmu Putra? Mengapa kamu tidak mengikuti Ujian Nasional tersebut!!!???" aku menjelaskan semuanya kepada pak Menteri. Dan syukurlah, pak Menteri mengerti perasaanku. Akhirnya pak Menteri memberiku sebuah tantangan. "Oh iya, minggu depan ada ada lomba memecahkan Matematika se - Asia. Gimana Put? Tertarik gak? Yang menang dapet Beasiswa sekolah di Australia! Mau ya coba? Ada hadiah uang juga loh, kalau gak salah.... 20 Juta rupiah!" ucap pak Menteri. " 20 Juta? Wah! Itu bisa membayar biaya rumah sakit ini! Iya! Aku bisa lakukan itu!"  ucapku dalam hati. Akhirnya, aku menerima penawaran itu.

Minggu itu pun datang, singkat cerita, aku telah memenangkan beasiswa sekolah di Australia itu dan mendapatkan uang sebesar 20 Juta rupiah. Semua biaya rumah sakit lunas, dan aku pun lega. Aku memeluk Tarra dengan sangat erat. "Tarra! Kakak mau sekolah ke Australia! Kamu mau ikut?" tanyaku. "Umh... Aku mau ikut, aku sayang kakak." suara kecilnya itu selalu membuatku tersenyum. Ya Tuhan, aku sangat menyayanginya. Lalu, Tamara datang dan bermain bersama Tarra, dengan kebetulan, seorang suster datang dan bilang "Permisi, maaf sebelumnya. Ini labu ke - 2 untuk nona Tarra." Oh iya! Aku lupa memberi tahu kalian semua, bahwa dari hari kemarin, Tarra baru saja di transfusi darah karena kekurangan darah. Walaupun aku sedih, tetapi aku tetap berusaha tersenyum di depan Tarra. "Tarra, kamu gak boleh nangis ya.. Kita main disini.... Kakak disini kok sama kamu sampai kamu tertidur lelap." ucap Tamara. Tarra memeluk Tamara dengan sangat erat. Kami bertiga mengobrol, dan tiba - tiba saja Tarra bilang "kakak, kak Putra itu suka sama kakak.. Katanya kakak itu cantik, baik, wanita paling indah yang pernah ia lihat." ucap Tarra. "Shhhtt!!! Tarra kamu apaan sih.. Sini kakak gelitikin kamu.." aku mengelitiki Tarra dan kami bertiga tertawa.

Keesokan harinya, aku pamit pergi untuk ke Australia. Ya Tuhan, sebenarnya berat meninggalkan Tarra. Tapi jujur saja, sudah targetku menghabiskan waktu sebanyak 2 tahun disana. Jika mungkin... Hehehe....

Sesampainya di Bandara Soekarno Hatta, aku melihat seorang kakak sedang bermain dengan adiknya sambil menunggu, aku sempat meneteskan air mata. Aku tak pernah melupakan Tarra..  "Tarra... Kakak sayaang banget sama kamu.. Kakak janji, pulang dari Australia kakak akan ajak kamu keliling dunia bersama seseorang yang kakak cintai, kak Tamara."  ucapku dalam hati. Aku duduk di ruang tunggu, melamun. Aku mengingat masa - masa disaat Tarra sehat, kita berdua tertawa bersama, pulang sekolah aku selalu langsung pulang demi bermain bersama Tarra, tiduran di ruang TV sambil menonton film Dora The Explorer, ataupun Spongebob Squarepants. Atau tidak, kami berdua tidur siang di kamar Bunda, dan sore harinya aku mengajak Tarra bermain di taman dekat rumah. Melihat senyumannya yang begitu indah, suaranya yang kecil dan keras itu selalu menari - nari di pikiranku, mendengar ia menjerit memanggilku hanya karena ia tak mau ditinggalkan olehku di taman itu. Kami tiduran di atas rumput hijau sambil tertawa, dan memeluknya dengan sangat erat. Satu hal yang pernah membuatku menangis dan menyesal, Tahun kemarin Tarra ulang tahun aku tak memberikan ia kado ulang tahun karena aku tak punya uang sedikit pun. Disaat Tarra bertanya 'Dimana kado-nya?' aku memeluknya dengan erat dan meminta maaf beribu - ribu kali. Aku pikir dia akan marah, tetapi dia berkata kepadaku.. "Gak apa - apa, kakak sayang. Tarra kan ga pengen kado, hehehe.. Tadi Tarra cuman tanya aja.. Yang penting kakak sayang sama Tarra, itulah kado yang paling indah." ucap Tarra. Aku meneteskan air mata....

Lalu.......... Handphone ku berdering. Dan bertuliskan 'Alfi'. "Ada apa ya?"

Aku  : "Halo? Ada apa fi?"

Alfi   : " Put, sorry Put. Bukannya mau ngebatalin flight lo. Tapi.........."

Aku : "Tapi apa fi?"

Alfi terdiam sejenak, aku deg - degan. Aku takut terjadi sesuatu kepada Tarra.

Alfi   : "Put, sorry ya gue bawa kabar ini buat lo.. Put, Tarra udah gak ada.." ucap Alfi sambil suaranya bergetar.

Aku terkejut, aku menutup handphoneku dan... Aku lari sekencang mungkin sambil meneteskan air mata. Aku lari mencari taksi dan tak ada satu pun taksi yang kosong. Beberapa menit kemudian, aku temukan taksi yang kosong dan langsung kembali ke Rumah Sakit. Selama perjalanan aku berusaha untuk tegar, aku tak boleh menangis.

Sesampainya di Rumah Sakit, aku memeluk Bunda dengan erat. Bunda terus menangis dan aku pun melihat Tamara menangis. Aku tarik nafas panjang, dan hembuskan perlahan - lahan. Aku tak boleh menangis.  Itu yang paling penting.

Singkat cerita, di pemakaman aku melihat Tamara terus menangis, aku menghampirinya dan memeluknya. Aku tahu, Tamara juga sayang sama Tarra... Begitupun aku.. Tapi, aku beranikan diri untuk bilang sesuatu kepada Tamara. Aku membawa Tamara sedikit jauh dari tempat Tarra dikuburkan, dan mengobrol 4 mata.  Tamara terus melihat kebawah dan meneteskan air mata. "hey...." ucapku sambil memegang dagu nya. Aku tersenyum kepada Tamara. "Aku mengerti perasaanmu... Sebenarnya, aku mau bicarakan sesuatu sekarang ini. Boleh ya?" tanyaku perlahan. Tamara mengangguk. "Hmmm.. memang berat kehilangan seseorang yang paling aku cintai... Tapi aku juga tahu, Tarra itu akan lebih senang jika melihat aku hidup bersama seseorang yang paling aku cintai, dan bisa mendampingi hidupku selamanya... Sudah 2 kali aku gagal untuk pergi ke luar negeri untuk sekolah.. Dan rencanaku setelah ini, aku akan membanggakan Tarra. Tamara..........." aku tegang, aku terus menghembuskan nafasku agar tanganku tak bergetar. Aku memegang kedua tangan Tamara dan ia menatapku... "Mau kah mau ikut denganku untuk sekolah di luar dan kita menikah?" tanyaku sambil tersenyum. Tamara tersenyum, mengangguk, dan memelukku.

Dear, Tarra.

Terimakasih atas pengalaman ini, kamu telah membuat kakak menjadi seorang yang lebih dewasa, dan kuat.  Kakak tahu, sekarang kamu berada di surga bersama Ayah. Iya, bukan? Oh ya.... Kakak menceritakan ini kepada semua orang yang membaca diary kakak ini, agar semua orang tahu... Bahwa seorang adik itu tidak selalu menyebalkan, bahwa seorang Adik/Kakak itu akan selalu ada disaat kita saling membutuhkan, bukan? Thank you for everything my lovely sister, Tarra. I love you....

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 10, 2014 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Adikku Tersayang (Diary Putra) - Part 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang