"Rea, kenapa kau membentaknya? dia itu kakakmu." Rea tersenyum kecut mendengarnya. Gadis itu mengedikan bahunya sebelum kembali menjawab pertanyaan Afi barusan.
"Aku tidak peduli." Sinisnya yang langsung beranjak pergi dari sana meninggalkan Afi yang kini menatapnya penuh pertanyaan.
"Rea, tunggu!" teriak Afi yang langsung mengikuti Rea masuk ke dalam rumah.
"Rea, tunggu sebentar!"
"Aku ingin bicara."
"Tunggu, Rea! jangan masuk dulu." Cegah Afi saat gadis itu hendak menyentuh knop pintu kamarnya.
"Ucapan kakakmu benar. Sebaiknya aku per-"
"Jangan bahas dia lagi dan jangan pernah pergi dari rumah ini." Potong Rea cepat dengan nada yang tinggi. Sontak saja hal itu membuat Afi mati kutu di tempat. Gadis itu berdiri sekitar tiga meter dari Rea.
"Cepat masuk! aku sudah menemukan cara untuk membuatmu kembali ke raga aslimu." Jelas Rea. Gadis itu sudah membukakan pintu kamarnya menunggu Afi agar mengikutinya masuk ke dalam.
"Apa itu benar?" tanya Afi yang kini bergerak ke arahnya.
"Hm."
"Baiklah, ayo!"
***
"Kenapa kabur, huh?" tenggorokan Gia terasa kering bersamaan dengan nafasnya yang tiba-tiba saja tercekat. Gadis itu menunduk takut saat Fian menatapnya tajam seperti ini. Meskipun jarak keduanya terhalangi meja makan tapi tetap saja Gia tidak bisa menyembunyikan ekspresi takutnya. Mimik Fian benar-benar menakutkan.
"Jangan menunduk! mahkotamu nanti jatuh." Hampir saja Gia kehilangan kesadarannya saat Fian tiba-tiba saja menegakan kepalanya. Sentuhan Fian di dagunya sukses membuat Gia membelalakan matanya. Seolah tersengat aliran listrik saat mata coklat itu bertemu pandang dengan matanya.
"Jawab aku, kenapa kau kabur?" tanya Fian yang sudah beranjak dari duduknya. Pria itu berjalan mendekat ke arah Gia dan mendudukan bokongnya di kursi yang bersebelahan dengan gadis itu.
"A-aku t-tidak-"
"Kau harus menjadi pembantuku." Potong Fian cepat saat gadis itu lagi-lagi menolak kehendaknya.
"Tapi-"
"Pilih tahanan atau jadi pembantu?" potong Fian dengan datarnya. Pria itu sukses membuat Gia lemas seketika saat mata coklat itu menatapnya tajam hingga membuatnya refleks menundukan kepala.
"Aku tidak mau dipenjara." Lirih Gia saat lagi-lagi Fian menawarkan sebuah pilihan. Sebenarnya Gia sudah lelah dengan pertanyaan yang sedari tadi Fian ajukan kepadanya. Setelah selesai membersihkan diri, tepat di jam 7 malam Fian memanggilnya untuk menunjukan kamar yang akan ditidurinya malam ini. Dan setelah itu berakhir di sini, di dapur minimalis apartement Fian tentunya.
"Ya sudah, berarti mulai sekarang kau adalah pembantuku."
"Tapi aku tidak mau." Ucap Gia yang sudah menggeleng cepat dengan kepala tegak sempurna menghadap ke arahnya.
"Ya sudah, tahanan kalau begitu." Ucap Fian dengan santainya.
"Aku juga tidak mau." Tolak Gia.
"Kau-" ucap Fian terpotong.
"Aku ingin pulang." Fian menatap Gia dengan tatapan menyelidik.
"Kau punya rumah?" tanyanya sarkastik.
"Kau pikir aku gelandangan?" kesal Gia tak terima.
"Penampilanmu yang membuatku yakin jika kau memang gelandangan."
KAMU SEDANG MEMBACA
GIA'FY LAND
Fantasi"Ka-kau?" gadis itu mematung tak percaya mendengar lontaran tajam dari pria di depannya. "Ya, aku tau! kau bukan manusia seutuhnya. Kau manusia yang terjebak di dalam mimpi."