Chapter 4.

841 104 50
                                    

Aurora Castleine pov . . .

Aku bersender pada meja kaca berbentuk bulat di ruang tengah setelah aku selesai mengompres mama yang saat ini sudah tertidur. Mataku mengarah pada jam dinding di depanku. Pukul 13.00. Aku mendongak menatap langit-langit ruangan itu. Mungkin aku sedang berfikir. Tapi aku tak tau apa yang sedang aku pikirkan. Jujur saja, aku ingin sekali bertanya mengapa mama menangis, tapi kurasa itu akan sama saja karena mama tak akan mau menjawab pertanyaanku. Itu sudah pasti, karena kejadian ini sudah berulang kali terjadi dan mama sama sekali tak pernah bercerita kepadaku. Walaupun sebenarnya aku sendiri sudah tau alasannya. Hanya saja aku ingin sekali mendengar langsung dari mama, apa itu salah?

Drrtttt. Getaran handphone membuyarkan lamunanku. Tangan kananku meraih benda kecil dan tipis itu dari atas meja yang tak jauh dari tempatku bersandar.

One message received.

From : Alicia

Hey Au. Mengapa kau tak masuk hari ini? Kau baik saja bukan?

Aku tersenyum tipis saat mulai membaca pesan singkat itu. Alicia, Ia teman dekatku sejak aku duduk di bangku senior. Jujur saja, Ia cantik dan juga sangat baik padaku. Hanya saja... oh sudahlah lupakan tentang itu. Aku menatap layar handphone ku kembali.

To : Alicia

Thanks Al. Aku tak apa, aku tau kau khawatir haha bagaimana sekolahmu?

Aku meletakkan handphone itu di atas sofa dan kembali bersender, maksudku melamun sampai akhirnya handphoneku kembali bergetar. Tangan kananku berusaha meraihnya.

“Aku tak mau ma!” suara teriakan itu membuatku menoleh. Aku langsung berjalan menuju asal suara tanpa membuka pesan singkat itu terlebih dahulu.

“Ada apa ma?” tanyaku setelah menemukan asal suara. Aku melihat mama berdiri tepat di depan kamarnya dengan wajah mama yang penuh kegelisahan.

“Mama tidak mengizinkan kau pergi Zayn! Kau barusaja pulang dan akan pergi lagi?” bentak mama menatap dalam mata Zayn tanpa mempedulikan pertanyaanku. Aku rasa aku mengerti apa yang sedang terjadi. Aku hanya terdiam tepat di samping mama berdiri.

“Sudahlah ma, ada atau tidaknya aku di rumah tidak ada pengaruhnya bukan?” ucap Zayn sembari mengambil jaketnya yang berada di atas kursi. Jejaknya hilang beberapa detik kemudian. Aku menghela nafas panjang. Ke-dua tanganku menggenggam erat bahu mama. Aku bisa merasakan apa yang sedang mama rasakan.

“Lebih baik mama masuk ke kamar. Aurora akan buatkan mama salad. Mama mau kan?” tanyaku menggenggam erat ke-dua tangan mama.

“Tidak seharusnya kau bolos sekolah lagi hari ini. Mama terlalu merepotkanmu,” balas mama membuatku terdiam. Tatapannya seolah menggambarkan banyak beban. Jujur saja, aku sama sekali tak keberatan dengan semua yang aku lakukan, jika itu untuk mama.

Tanganku mengarahkan tubuh mama memasuki kamarnya, “Mama seperti tak tau Aurora saja. Kalau begitu mama tunggu sebentar, beberapa menit lagi salad buah akan meluncur dihadapan mama,” balasku tersenyum lalu melangkahkan kakiku menuju dapur.

Tapi tunggu, bukankah sebelumnya ada pesan masuk di handphoneku?

Aku mendaratkan kakiku tepat di depan sofa di ruang tengah sebelum aku melanjutkan langkah kakiku menuju dapur. Aku membaca pesan itu perlahan. Sudah kuduga, pesan singkat ini pasti balasan dari Alicia.

Two message received.

Belum sempat aku membaca habis pesan itu, perasaanku sudah mulai berubah. Aku seperti ingin melempar handphone yang ada di genggamanku. Sungguh, kupikir aku akan mendapat balasan yang begitu menyenangkan, namun ternyata aku salah.

Little Black Dress {pending}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang