+ 20 +

11.1K 1K 24
                                    

Buat yang lagi santai-santai sehabis beraktivitas. Silakan menikmati lanjutan cerita Amanda dan Adrian.

Lalu...komentarnya dong! Hihi :D

***

Sial wajahku memerah. Aku menunduk memandang lantai, bukannya memandangi pria yang kuajak bicara.

Lama tak ada respon dari Adrian. Kemudian dia mengulurkan tangannya. Membuat aku pelan-pelan mendongak dan melihat dia juga wajahnya agak memerah sedikit. Kuraih tangannya dan kutuntun menuju kamarku dan Jane.

Kami hanya berjalan sambil bergandengan tangan. Kembali seperti dulu ketika dia ingin mencoba. Tak ada kata yang dia ucapkan. Tak ada ciuman yang dia berikan. Hanya kehangatan yang menjalar dari tangannya kepadaku.

"Silakan,"

Aku membukakan pintu agar Adrian bisa masuk. Syukurlah aku dan Jane tidak meninggalkan kamar dalam kondisi berantakan. Adrian masuk dan langsung duduk di kursi samping jendela. Dia mengalihkan kewajiban untuk mengobrol denganku menjadi kegiatan memainkan entah aplikasi apa yang ada di iPhone-nya.

Pelan-pelan kutaruh tas di meja dan kubuka jaket yang kukenakan sedari tadi. Penampilanku jadi sangat seksi, aku tahu. Tapi aku melakukannya bukan karena aku ingin menggoda Adrian. Aku malah berpikir untuk segera berganti baju dan tidur. Clubbing yang gagal itu malah membuat aku makin lelah.

"Siapa yang memilih baju untuk buat kamu?"

"Eh," Aku bangkit dari kegiatanku menarik baju di koper. Memandang Adrian yang bertanya. Sepertinya dia sudah melupakan iPhone miliknya dan memilih memperhatikan aku. Ehm, aku merasa tersanjung. "Ini punya Jane."

Adrian bangkit dari duduknya dan menghampiriku. Aku juga melupakan niatan untuk mencari pakaian tidur. Kami berdua tiba-tiba jadi tertarik pada satu sama lain.

"Terlalu seksi. Bagian tubuh kamu terekspos kemana-mana," mata Adrian menyipit saat memperhatikan aku dari dekat. Aku balas dengan mengernyit.

"Keberatan?"

"Sangat," jawab Adrian.

"Kenapa?"

Jawaban Adrian muncul dalam gelengan. Berikutnya, dia langsung mencium bibirku dan melingkarkan tangannya di pinggangku. Tubuhku langsung menegang sesaat setelah dia menyentuhkan bibirnya ke bibirku. Lama kelamaan aku mulai rileks dan bisa membalas ciuman Adrian. Meletakkan kedua tanganku di pipinya.

Adrian menciumku seperti rasanya kami sudah bertahun-tahun tak bertemu. Ia menumpahkan kerinduannya melalui ciuman ini. Begitu pula aku. Aku sangat merindukan dia. Berusaha berkali-kali melupakan dia nyatanya tak pernah berhasil.

Aku memejamkan mata dan membiarkan dia yang menuntun. Bibir Adrian mengulum bibirku dan memaksanya agar terbuka. Kuturuti permintaannya. Sedikit kuberi celah namun dia memaksaku membuka mulutku dengan lebih lebar sehingga lidahnya bisa lebih leluasa.

"I miss you," bisik Adrian saat dia mencium dan menggigit telingaku.

Mendengar itu aku langsung menangis seketika. Ternyata kamu merindukan aku Dri? Aku juga. Aku juga sangat merindukan kamu. Aku berusaha menghindari kamu karena kukira kamu benci kepadaku. Sekarang kamu bilang kamu rindu aku. Aku juga Dri, aku juga!

"Kenapa menangis?"

Adrian berhenti menciumiku dan menghapus air mata yang menitik dari kedua mataku.

"Nothing," Aku menggeleng kuat-kuat. Masih tak berani memandang Adrian. Bahkan untuk balas bicara bahwa aku juga merindukannya, aku tak berani.

Adrian menunduk dan mencium kelopak mataku. Aku kembali memejamkan mata dan merasakan sentuhan Adrian melalui indra perabaku saja. Kucoba untuk membuka mata ketika aku tidak merasakan sentuhan Adrian lagi. Adrian sedang memandangiku. Tak ada senyum di bibirnya tapi dia memandangi aku dengan begitu intens.

Pelan-pelan dia berlutut di depanku sehingga aku harus menunduk agar bisa melihat wajahnya. Tangannya meraba rokku dan menarik risletingnya hingga terbuka. Dia menarik rokku hingga lepas dan aku hanya mengenakan celana dalam yang untungnya, bisa dikatakan seksi dengan renda dan warna hitam. Tak berhenti sampai disitu, dia meraba bustier yang kukenakan dan menurunkan risletingnya hingga benda itu lepas dan payudaraku terpapar langsung di depannya.

Aku menarik nafas dalam dan menghembuskannya pelan-pelan. Menatap Adrian penuh pertanyaan.

Adrian melepas kausnya dan melemparkannya ke lantai. Kemudian dia mulai menciumku lagi dan kali ini tangannya meraba dan meremas payudaraku. Aku balas menciumnya dengan sepenuh hati dan melingkarkan lenganku di lehernya. Suara nafas kami memburu.

Aku yang berinisiatif menarik lepas jeans-nya sehingga sekarang benda itu teronggok di lantai bersama pakaianku yang lain.

"Dont leave any mark. Aku mau pakai bikini besok," bisikku tepat setelah dia membebaskan mulutku. Adrian tidak menjawab. Lagi-lagi dia berlutut, tangannya meraba payudara, perut, dan pahaku. Kemudian dia menurunan celana dalamku. Membuat aku benar-benar telanjang di depannya.

Adrian mulai menciumi selangkanganku sehingga aku mengeluarkan suara desahan. Tak lama, dia mencium dan menjilat vaginaku. Membuat eranganku semakin keras. Aku mencengkram rambutnya tapi ini rupanya membuat dia makin bersemangat.

"Shoot," jeritku.

Adrian berhenti bermain dengan bagian bawah tubuhku dan kali ini akhirnya membaringkanku di tempat tidur. Dia melepaskan celananya dan langsung mencium pipiku lembut, mengelus rambutku, dan untuk pertama kalinya selama aku mengenalnya, dia tersenyum. Senyum tanpa menunjukkan giginya tapi tetap saja.

Saat aku masih terpana akan senyumnya, saat itu dia memasukkan asetnya kepada milikku dan membuat aku berteriak.

"Adrian!"

***

Uhuk!

The Cure of Our Secrets - END (GOOGLE PLAY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang