Drrt....
Aku mengambil ponselku, menswipe layarnya, lalu menempelkannya ke telinga, "Yeobseyo?"
"(y/n)!"
"Ah," aku memindahkan ponselku ke telinga kananku lalu mengapitnya dengan bahuku, "kenapa, Seok?"
"Mau kencan malam ini?"
Aku terkekeh lalu tanganku menggantikan posisi bahuku, "Boleh."
"Ku jemput di apartemenmu, ya!"
"Tak usah, kita kencan di apartemenku saja. Kebetulan, aku baru membeli film baru."
"Ah, jinjja? Nanti aku yang belikan makanan, ya. Kau mau apa?"
Aku berpikir sejenak, "Bagaimana kalau kau bawa popcorn dan cola?"
"Arraseo! Aku akan bawa yang banyak!"
"Tak usah banyak-banyak, Seok. Aku tak akan menghabiskannya."
"Biar aku yang habiskan. Oh iya, aku tutup dulu telfonnya ya, (y/n). Aku masih harus bekerja untuk masa depan kita."
"Bekerjalah dengan baik ya, Sayang. Saranghae."
"Nado."
Aku memutuskan sambungan telfonku dengannya. Aku melihat sekeliling apartemen ku, "Berantakan sekali." aku mendengus, "Mari kita berberes!" seruku berusaha mengumpulkan semangat untuk membersihkan apartemenku yang sudah seperti--. Ah, tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.
· SVT ·
Huh, lelahnya. Aku melihat sekeliling apartemenku, "Setidaknya, ini jauh lebih baik daripada yang tadi."
Aku memasuki kamarku lalu melangkahkan kaki menuju kamar mandiku. Badanku terasa lengket karena seharian berberes.
· SVT ·
Ah, segarnya. Aku keluar dari kamar mandi seraya mengeringkan rambutku dengan handuk. Aku melihat jam yang ada di atas nakas. Sudah jam pulang kerjanya Seokmin. Kok dia belum datang?
Aku berjalan keluar kamar menuju pantry. Namun, aku dikejutkan dengan seorang laki-laki yang duduk bersila di atas sofa di depan televisi apartemenku yang menyala. Dia terlihat mengemil sesuatu seraya sesekali tertawa saat layar televisi menunjukan adegan yang lucu.
Aku segera menghampirinya, "Seok?"
Dia menoleh, "Ah, (y/n)." dia menaruh camilan di tangannya lalu menghadapku lagi, "Maaf, aku masuk dengan cara tidak sopan seperti ini. Tadi aku sudah menekan bel berkali-kali, tapi tidak ada yang membukakan pintu. Karena aku mengetahui sandi pintu apartemenmu, aku memutuskan untuk masuk sendiri saja. Mianhae, (y/n)."
Aku tersenyum, "Tak apa, Seok. Harusnya aku yang meminta maaf karena tak membukakan pintu untukmu."
"Bagaimana kalau kita menonton sekarang? Makanannya sudah ku taruh di meja pantry."
"Oke." aku kembali ke kamarku, menyimpan handukku, lalu segera menuju pantry. Di meja pantry ada dua buah plastik sedang, "Banyak sekali." aku melihat isi kedua plastik itu, "Seok! Kenapa kau membelinya banyak sekali?!"
"Aku belum makan malam, (y/n)! Ku yakin kau pun sama! Buatkan ramen saja dulu!"
Betapa pedulinya dia.
Aku mengambil dua bungkus ramen instan dari plastik. Aku membuka bungkusnya lalu memasukkan mienya ke panci berisi air mendidih. Selagi menunggu mie matang, aku mengeluarkan sebotol cola dan mengambil dua buah gelas. Aku menaruhnya di atas nampan. Setelah mie matang, aku segera menuangkannya ke mangkuk lalu menaruhnya di atas nampan. Aku membawa nampan itu ke meja di depan televisi.
Aku menaruh nampan itu di meja di depan Seokmin, "Ini makanannya, Tuan Lee."
"Gomawo, Nyonya Lee." ujarnya seraya menunjukkan senyuman khasnya.
Aku terkekeh, "Aku masih terlalu muda untuk dipanggil nyonya, Tuan."
"Lalu, kapan kau akan siap dipanggil Nyonya?"
"Setelah menjadi istrimu, pastinya." aku kembali ke pantry.
"Kapan kau siap menjadi istriku?!" serunya membuatku terkekeh.
"Sekarangpun aku siap, Tuan Lee." aku mengambil sebotol cola dan empat bungkus popcorn lalu membawanya ke depan televisi.
"Kalau begitu, maukah kau menjadi istriku?"
Aku mendudukkan diri di sampingnya yang sedang memakan ramennya. "Sebaiknya kau bertemu orang tuaku dulu." aku ikut menikmati ramenku.
"Kapan kau akan mengajakku bertemu orang tuamu?"
"Secepatnya, Seok-ie. Sudah. Sekarang, kau habiskan makananmu dulu. Habis itu kita menonton film, oke?"
"Siap, Nyonya Lee." ujarnya seraya memberikan hormat kepadaku.
Aku hanya tersenyum lalu kami melanjutkan makan.
· SVT ·
"Huh, kenyangnya." aku menaruh mangkuk bekas ramenku di atas meja, bersebelahan dengan mangkuk bekas Seokmin.
"Makan dengan baik, huh?"
Aku hanya menganggukkan kepalaku. Aku menuju kamarku untuk mengambil kaset film yang kemarin aku beli lalu menyetelnya di dvd player apartemenku. Aku mendudukkan diri di samping Seokmin lalu menyenderkan kepalaku ke dadanya yang dibalas dengan rangkulan di bahuku.
"Kapan kau akan bertemu orang tuaku, Seok?"
"Minggu depan sepertinya bisa. Apakah kau bisa?"
"Ku rasa bisa. Saranghae, Seok-ie." aku memeluknya erat.
Dia balas memelukku, "Nado saranghae."
Entah siapa yang lebih dulu, tapi kami tertidur dengan posisi seperti itu, di depan televisi yang masih menayangkan film.
- END -
Gomawo~
#190317
KAMU SEDANG MEMBACA
✅ | Imagine With SEVENTEEN
FanfictionLet's imagine w/ SEVENTEEN! ·-·-·-·-·-·-·-·-·-· SEVENTEEN imagine by pplvphile