Mas gagah berubah. Ya, sudah beberapa bulan belakangan ini Masku, sekaligus saudara kandungku satu-satunya itu benar-benar berubah. Mas Gagah Perwira Pratama, masih kuliah di Teknik Sipil UI semester tujuh. Ia seorang kakak yang sangat baik, cerdas, periang dan tentu saja... ganteng! Mas Gagah juga sudah mampu membiayai kuliahnnya sendiri dari hasil mengajar privat untuk anak-anak SMA.
Sejak kecil aku sangat dekat dengannya. Tak ada rahasia di antara kami. Ia selalu mengajakku kemana ia pergi. Ia yang menolong di saat aku butuh pertolongan. Ia menghibur dan membujuk di saat aku bersedih. Membawakan oleh-oleh sepulang sekolah dan mengajariku mengaji. Pendek kata, ia selalu melakukan hal-hal yang baik, menyenangkan dan berarti banyak untukku.
Saat memasuki usia dewasa kami jadi makin dekat. Saat ini aku sudah kelas XII. Aku sekolah di SMA Bina Bangsa, sekolah Mas Gagahku dulu. Dia sering menceritakan kenangan saat dia masih berseragam abu-abu. Aku sungguh heran dengan kakakku ini. Ya, dia adalah Masku yang cerdas. Ia menceritakan saat ia mewakili sekolahnya saat ada olimpiade tingkat nasional. Dan kata kakakku, SMA Bina Bangsa mendapat juara pertama dari olimpiade yang ia ikuti.
Kalau ada saja sedikit waktu kosong, maka kami akan menghabiskannya bersama. Jalan-jalan, nonton film atau konser musik atau sekedar bercanda bersama teman-teman. Mas Gagah yang humoris itu akan membuat lelucon-lelucon santai hingga aku dan teman-temanku tertawa terbahak-bahak.
Dengan sedan putihnya ia berkeliling mengantar teman-temanku pulang usai kami latihan teater. Kadang kami mampir dan makan dulu di restoran, atau bergembira ria di Dufan, Ancol. Tak ada yang tak menyukai Mas Gagah. Jangankan keluarga atau tetangga, nenek-kakek, orang tua dan adik kakak teman-temanku menyukai sosoknya.
"Kakak kamu itu keren, cute, macho dan humoris. Masih kosong nggak sih ?" tanya salah satu temanku. Dia sangat penasaran dengan kepribadian Mas kandungku ini. Ya, dialah Nadia, si cewek absurd yang menjadi temanku sejak kami berada di bangku SMP.
"Git, gara-gara kamu bawa Mas Gagah ke rumah, sekarang orang serumahku sering membanding-bandingkan teman cowokku sama Mas Gagah lho. Gila, berabe khan ?" Ini adalah pendapat teman cowok yang saat ini sedang ngumpul dengan kami. Dialah Ervan, si tukang nguping jika ada gengku sedang ngumpul.
"Gimana ya Git, agar Mas Gagah suka padaku ?" lain halnya dengan yang satu ini. Ini adalah perkataan teman ku yang makin tergila-gila dengan Mas Gagah saat dia melihat kakakku itu.
Dan masih banyak lontaran-lontaran senada yang mampir ke kupingku. Aku cuma mesam-mesem. Bangga. Pernah kutanyakan pada Mas Gagah mengapa ia belum punya pacar. Apa jawabnya?
"Mas belum minat tuh. Kan lagi konsentrasi kuliah. Lagian kalau Mas pacaran..., banyak anggaran. Banyak juga yang patah hati. He...he...he.." kata Mas Gagah pura-pura serius.
Mas Gagah dalam pandanganku adalah sosok ideal. Ia serba segalanya. Ia punya rancangan masa depan, tapi tak takut menikmati hidup. Ia moderat tapi tak pernah meninggalkan sholat. Itulah Mas Gagah. Tetapi seperti yang telah kukatakan, entah mengapa beberapa bulan belakangan ini ia berubah. Drastis. Dan aku seolah tak mengenal dirinya lagi. Aku sedih. Aku kehilangan. Mas Gagah yang kubanggakan kini entah kemana...
--=oOo=--
"Mas Gagah. Mas Gagaaaaaahhh!" teriakku kesal sambil mengetuk pintu kamar Mas Gagah keras-keras.
Tak ada jawaban. Padahal kata mama Mas Gagah ada di kamarnya. Kulihat stiker metalik di depan pintu kamar Mas Gagah. Tulisan berbahasa arab gundul. Tak bisa kubaca. Tapi aku bisa membaca artinya : Jangan masuk sebelum memberi salam!
"Assalaamuálaikuuum!" seruku. Pintu kamar terbuka dan kulihat senyum lembut Mas Gagah.
"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakaatuh. Ada apa Gita ? Kok teriak-teriak seperti itu?" tanyanya. Ku lihat dia sedang membaca buku sambil menikmati lagu entah itu lagu apa, aku tak tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Mas Gagah Pergi
General Fiction#Bukan karya saya. #Disadur dari Novel dengan judul yang sama. #Original writter : Helvy Tiana Rosa