Tahun 1901,
Di penjara bawah tanah, istana Arcales Empire.
"Ahh... Kau benar-benar mengerti kesukaanku." Kata Heimdall Lodier, yang tubuhnya berlumuran cipratan darah para tahanan. Berdiri di puncak tumpukan segunung mayat yang dibantainya dengan ekspresi tersenyum sambil menatap ke atas.
"Seperti kabarnya. Kau benar-benar maniak pembantaian massal ya..." Kata seorang misterius berjubah hitam yang tak terlihat wajahnya karena tertutup sebuah hoodie hitam.
"Apa cuma segini?" Heimdall turun dari tumpukkan mayat itu, menginjak-injaknya dengan tidak hormat seperti sampah.
"281 Tahanan belum cukup untuk memuaskan dirimu?"
"Haaah! Sebagian besar dari mereka cuma orang-orang lemah, tak bisa menggunakan Aura. Apa tak ada lagi pengguna Aura disini?"
"Woa, Woa, Woa! Tenang dulu. Sisa tahanan disini sudah tak ada lagi yang di vonis mati atau hukuman seumur hidup. Lain waktu biar kucarikan lawan yang bisa menghiburmu."
"Bagaimana kalau..." Heimdall menarik kerah baju orang misterius itu. "Kau saja yang kubunuh selanjutnya."
"Aduhh... Tenang dulu dong. Kita kan rekan kerja. Masa saling bunuh."
"Aku tak pernah menyetujui untuk berpartner denganmu."
Tanpa basa-basi, Heimdall menyerang dengan tinju apinya.
"HUAAAA!!?"
Orang misterius itu terbakar dalam api.
"Cough, Cough, Cough! Aduh sudah kubilangin jangan saling bunuh."
"Wow! Kau masih hidup?! Kau ini siapa sebenarnya?"
***
Di ruang istana, siang hari. Tempat Anzel mengurusi pemerintahan.
"Jadi raja ternyata tak seenak yang kupikirkan ya." Gumam Anzel yang mengurusi surat-surat di kantornya. "Siang-Malam bekerja untuk rakyat."
"King Anzel, kau terlihat capek?" Ujar seorang kakek tua bungkuk berjubah hitam. "Tolong delegasikan tugasmu, pada hambamu ini. Aku tidak ingin..."
"Diam!" Bentak Anzel.
"Ma-Maafkan aku... Yang mulia"
"20 tahun aku menantikan diri menjadi Raja, mana mungkin aku delegasikan ke orang sepertimu!"
"Ba-baik tuanku... Maafkan hambamu yang hina ini."
Lalu, Heimdall dan orang misterius itu datang kemari.
"Halo yang mulia Anzel." Hormat orang misterius itu.
"Sungguh lucu, orang seperti dirimu jadi raja negeri yang besar ini." Sindir Heimdall.
"Kau tak benar-benar mengenalku. Aku ini lahir untuk jadi pemimpin." Balas Anzel.
"Kita sudah kenal lebih dari 10 tahun, aku tahu betul siapa dirimu."
"Ya, kau merasakan jiwa kepemimpinan-ku kan?" Jawab Anzel. "Ohh iya, siang ini aku akan berjalan-jalan menemui rakyatku. Menerima keluhan mereka dan memperbaiki apa yang salah. Kau mau ikut denganku?"
"Tidak usah..." Jawab Heimdall ketus. "Aku tak tertarik sama sekali pada politik."
"Iya sih... Otakmu cuma ada di otot. Kalau begitu, aku pergi dulu..."
"Ajudan! Siapkan kendaraan dan perlengkapan pidato."
"Siap yang mulia!"
***
Kembali ke penjara, sebuah penjara gelap gulita dimana di tengah-tengahnya terdapat sebuah arena bundar dari batu. Dan disitu... 281 tahanan mati dibunuh bertumpuk-tumpuk banyaknya.
"Ohog! Si-Siapa orang itu!?" Keluh seorang tahanan yang berhasil lolos dengan berpura-pura mati dalam tumpukan mayat.
"Hoeekkkk! Baunya gak tahan!"
Muntahlah orang itu, tak tahan dengan bau busuk mayat.
"Kalau tahu dia sekuat itu, aku mending tak usah melawan tadi." Sambung tahanan lain yang berhasil selamat dengan cara serupa.
Para tahanan yang berhasil selamat, saling berbincang-bincang dan jadi dekat karena bernasib sama.
"Beruntung sekali aku tak dibakar hidup-hidup seperti orang ini."
"Sialan! Kita sama-sama berjanji akan keluar dari tempat ini. Tapi... Dia mati dengan cara seperti ini."
"Dari parasnya yang kekar dan berambut merah. Sepertinya dia itu klan Lodier."
"Memangnya klan itu masih ada?"
"Entahlah... Itu kasus lama. Cuma perasaanku saja."
"Hoy! Siapa lagi yang selamat?!"
"Hei, jangan keras-keras. Kalau orang itu dengar. Matilah kita!"
Penjara bawah tanah ini menyimpan lebih dari ribuan tahanan. Tempat ini luas dan gelap. Satu-Satunya sumber cahaya adalah dari obor di dinding. Namun di tempat pembantaian massal ini. Gelap sekali.
Dari 281 korban, hanya 7 orang ini yang berhasil selamat dengan bertahan diri, menahan bau dalam tumpukan mayat.
***
Di ratusan ruang sel tahanan untuk satu orang. Yang menonton semua itu dari balik pintu selnya.
"Beuh, kita beruntung tak dikeluarkan. Gak kebayang kalau aku harus melawan orang itu." Ucap seorang tahanan bernama Beric. Seorang pria besar dan kekar memakai sel tahanan.
"Hey teman, apa pendapatmu?" Beric menoleh ke kiri, bertanya pada orang yang berada di sel sebelahnya. Meski terhalang tembok. Persabahatan tetap terjalin di tempat ini.
"..." Orang yang diajaknya bicara tak menjawab.
"Hei Larx, kok diam saja? Kau merinding juga melihatnya ya?"
"I...Iya, terlalu mengerikan."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Spirit Weapon II - Dark Empire
Viễn tưởngFantasy Based on MMORPG Culture. Meskipun ini bukan Game. ON GOING (Update Setiap Jum'at) Book 2 - Spirit Weapon Series (Novel ini tidak disertai gambar, Karena Author tidak sempat XD.) Tahun 1901, Azuria Continent Melanjutkan petulangan Aloysius Al...