On Rainy Days

159 23 45
                                    

Lee Jin Ki, lelaki 27 tahun itu telah bermetamorfosis—jika dia memang seekor ulat bulu, maka dia telah menjelma sebagai seekor kupu-kupu. Dari luar, sungguh, lelaki itu sangat memikat, dengan pipi yang tirus, tubuh yang tinggi kurus, kulit yang putih dan pucat. Semua hal itu memunculkan segala hal yang tak pernah tampak; ketampanann yang tertutupi oleh pipi gembul dan tubuh penuh lemak. Kini semua itu menghilang. Apakah itu bagus? Sebagian besar orang berpikir demikian.

Sejak dua minggu lalu Lee Jin Ki memiliki sebuah rutinitas baru. Di pagi hari ia akan mengecek terkaan cuaca yang ditampilkan oleh aplikasi bawaan di ponsel pintarnya. Ketika ada kemungkinan hujan ia akan pergi ke sebuah halte di pinggiran kota. Waktunya pun agak ganjil, menuju tengah malam, di mana orang-orang akan menghilang. Bahkan, ia membiarkan bus terakhir pergi begitu saja. Seolah berharap mereka semua meninggalkannya.

Apa yang dia tunggu? Apa yang dia lakukan? Apa lelaki itu gila? Orang-orang bergulat dengan spekulasi yang muncul di kepala. Meski begitu tak ada yang tahu tentang kebenaran, karena mereka enggan melempar pertanyaan. Mereka adalah orang-orang yang sempat duduk, berdiri, bernaung di halte yang sama—meski tak pernah sekalipun bertegur sapa. Bahkan sang sopir bus kini hapal waktu, kebiasaan, wajah dan ekspresi Lee Jin Ki karena seringnya ia berhenti. Sekadar membuka pintu bus sebelum berlalu pergi.

Hari ini pun sama, Lee Jin Ki akan duduk di halte itu, bertemankan kekosongan, kesunyian, jalan lengang, serta lampu jalan yang bersinar temaram. Dia masih diam, duduk sendirian, mendongak memerhatikan langit yang sepenuhnya hitam. Tak ada apa-apa di sana, persis seperti matanya.

Sebentar lagi akan hujan. Itu bukan pertanyaan, melainkan pernyataan.

Lee Jin Ki kini serupa pembaca cuaca. Merasakannya menggunakan hidung, kulit dan matanya. Dari bau dan suhu udara, bahkan warna langit yang dilihatnya. Jin Ki hapal semuanya, tanda-tanda hujan akan mendatanginya. Jadi, ia menutup mata.

Bunyi rintik air mulai terdengar, mengetuk pelan atap di atasnya, melompat di susunan bata di bawah kakinya, jatuh di kanan, kiri, belakang dan depannya. Hujan ada di sekitarnya, setelah itu Jin Ki membuka mata. Di sana, di balik hujan, ada seseorang terdiam, sepuluh meter dari tempatnya berada, menatapnya. Lee Jin Ki kehilangan udara. Sesak mulai menjalari dadanya, tapi ia tidak protes, tidak marah, juga tidak merasa senang. Ia pun tidak berusaha menyapa si wanita.

Wanita itu terlihat tak lebih dari seluet putih di mata Lee Jin Ki, namun ketika ia mendekat, semua tampak lebih jelas; rambut panjang sebahu, gaun putih sampai lutut, kulit pucat, mata sendu. Mereka saling bertaut tatap dalam jarak lima meter, tak lebih dari itu.

Jin Ki menunggu, dan si wanita mulai menggerakkan bibirnya yang pucat pasi, bernyanyi ...

When the world turns dark

And the rain quietly falls

Everything is still

Even today, without a doubt

I can't get out of it

I can't get out from the thoughts of you ...

Alangkah ganjil. Harusnya suara merdu itu tak pernah sampai ke telinganya, karena hujan meredam segalanya. Dan mestinya pun, wanita itu tak di sana. Tapi inilah yang terjadi, Lee Jin Ki melihat dan mendengar dengan jelas wanita itu bernyanyi.

Now I know that it's the end

I know that it's all just foolishness

I am just disappointed in myself for

Not being able to get a hold of you

Because of that pride ...

Dan, Lee Jin Ki tahu persis lagu itu, setiap lirik, setiap nada yang mengalun merdu. Lee Jin Ki hapal betul. Saat mendengarnya pertama kali, Lee Jin Ki jatuh cinta, bukan karena lagu itu menyentuh hatinya. Sekadar karena orang yang menyanyikan telah memesonanya.

On Rainy DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang