Diam-diam, Tetsuya membenci sebuah keadaan yang mengharuskan dirinya untuk memilih.
Mayuzumi Chihiro di kenan, Akashi Seijuurou di kiri—dan dirinya di tengah-tengah jadi pembimbang.
Siapa yang harus aku kejar lebih dulu?
Kata hatinya kembali berteriak. Cinta yang terjujur adalah pemangkas keraguan yang paling mujarab ... Ia hampir melangkah ke arah Seijuurou, tapi ingatannya masih terlalu bening untuk mengingat kalimat terakhir yang didengarnya dari Chihiro.
"... kau tidak pantas dimiliki oleh seorang pendosa sepertiku. Seorang pendosa yang lancang mencintai adik kandungnya sendiri."
Adik kandung?
Satu kata itu sudah lebih dari cukup untuk membuat Tetsuya membalik arahnya.
"Mayuzumi-san ...! Tunggu, Mayuzumi-san!"
Seijuurou berhenti, menoleh, tidak berkata apapun saat Tetsuya—ternyata—lebih memilih untuk mengejar orang lain dibanding dirinya.
"Mayuzumi-san! Tolong, berhenti sebentar—Mayuzumi-san!!!"
Namun, Tetsuya tidak didengarkan. Chihiro terus berjalan. Tidak ada pilihan, Tetsuya buru-buru menubruknya, memeluk sang ronin dari belakang.
Tetap menatap mereka, Seijuurou tersenyum getir diam-diam. Ternyata patah hati rasanya begini. Panas, nyeri, ngilu. Ingin mengutuk diri sendiri yang tidak punya keteguhan untuk merebut—bertahan tidak mau diperbudak perasaan, Seijuurou menguatkan hati, meskipun sudah terluka setengah mati.
"Mayuzumi-san," Tetsuya belum melepas pelukannya pada lelaki itu. " Apa yang kau maksud dengan ... aku adalah adik kandungmu? Jelaskan padaku. Jangan menyembunyikan apapun dariku."
Mayuzumi Chihiro tersenyum, tidak mau berbalik untuk balas mendekap Tetsuya. "Tidak ada yang perlu dibahas tentang hal itu. Kau akan membuatku semakin merasa berdosa jika terus mengungkit hal itu, Tetsuya. Maafkan aku. Maafkan aku atas banyak hal. Maafkan kakakmu yang begitu terlambat menemukanmu. Maafkan kakakmu yang tidak bisa menjagamu, membiarkanmu bertahun-tahun menjadi budak. Maafkan aku, Tetsuya ..."
Tetsuya mendengar suara Chihiro memelan.
"Maafkan kakakmu yang dengan kurang ajar sudah berani jatuh cinta padamu."
Sangat sulit rasanya mengumpulkan pecahan perasaan sendiri di tengah keadaan yang sama sekali tidak berpihak. Seijuurou melangkah mendekat. Tangannya terulur untuk menyentuh punggung Tetsuya, tapi urung saat Tetsuya berkata—
"Kalau memang Mayuzumi-san mencintaiku, mengapa tidak mengajakku pergi dari sini bersamamu? Jika memang Mayuzumi-san adalah kakakku, selamatkan aku dari laki-laki yang bisa membuat adikmu terluka selamanya. Bawa aku pergi, tolong ..."
Seijuurou tak tahu lagi hatinya berbentuk apa.
"Tetsuya," tapi Chihiro tetap tidak berbalik. "Kau tahu, aku tidak mau mengajakmu bukan karena aku tidak mencintaimu. Aku tidak mau mengajakmu bukan karena aku tidak mau menikah denganmu. Aku ingin menikah denganmu, Tetsuya. Persetan kita punya jalinan darah atau tidak-"
"Kalau begitu bawa aku pergi, Mayuzumi-san."
Terlalu kecewa, Seijuurou mundur selangkah.
"Tetsuya, aku tidak bisa pura-pura lupa ingatan pada sumpah darahku sendiri," Chihiro berbalik, mengusap pipi adiknya. "Kau tahu, setiap samurai selalu melakukan sumpah darah sebelum berhak disebut samurai. Aku memang seorang ronin, tapi bukan berarti aku tidak punya sumpah untuk diriku sendiri ... Aku melakukan sumpah darah juga atas nama jalan kebajikan bushido, dan kau tahu apa sumpah darah yang terlanjur kuucapkan, adikku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Senbazuru E-VERSION ✅
Fiksi SejarahKuroko Tetsuya tahu, Putra Sang Shogun dan Samurai pengembara itu berlomba untuk membelinya. [Semi Historical Fiction - Completed]