3

55 6 0
                                    

Aku masih terdiam sebal. Tanganku sedikit mengepal, dan mata berkedut kesal.

“Bisa kau ulangi apa yang kau katakan, Foster?” ujarku sambil menahan emosi.

“Oke, Rianna! Tenanglah! Baik, akan aku ulangi lagi.” seru Louis dengan raut muka pucat.

“Orangtuaku akan datang malam ini. Aku pernah berjanji pada mereka berdua bahwa dalam kurun waktu dua bulan aku akan menemukan gadis untuk menjadi tunanganku. Dengan begitu, aku bisa terhindar dari jeratan perjodohan.” Ujarnya.

“Jadi, kau akan memanfaatkanku, begitu?” tanyaku dengan melipat tangan di dada.

“Ya, begitulah. Mungkin tidak lama, Rianna. Ini hanya sebentar. Kumohon.”

Aku berdiri dengan tegap, memandang pria di hadapanku dengan sinis.

“Tidak.”

“Oh, ayolah!”

“Kau tahu, aku bukan gadis apa-apa. Jika orangtuamu menginginkan tunanganmu itu kaya, itu bukan aku. Yah, meski ini hanya pura-pura, tapi aku menolak. Aku bisa mati berdiri nanti kalau orangtuamu bicara merendahkan gadis miskin sepertiku.” Ujarku.

“Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi.”

Aku mendelik, “Kau mudah sekali berbicara.”

“Hanya hari ini, Rianna! Aku mohon!”
Louis memegang kedua tanganku dengan gemetar. Melihat wajahnya yang memohon seperti itu sedikit membuatku tidak tega.

“Baiklah. Sekali ini saja.” Ujarku kemudian.

“Terima kasih! Kalau begitu, ikut denganku!”

Louis langsung seketika menyeretku keluar rumah dan menaiki mobil miliknya.

“Hei, kau mau mengajakku kemana?” tanyaku.

“Penampilanmu harus sedikit di rombak. Mereka akan datang malam ini, jadi kalau bisa harus cepat.”

Aku hanya bisa menghela nafas pasrah.

———

“Siapa namamu?”

Tanganku tetap mengepal dengan erat saat seorang wanita cantik itu menatapiku dengan intens. Maksudku, beliau ibu dari Louis, Helena Foster.

“Marianna Davis.” Sahutku sambil tersenyum.

“Kau sudah bekerja?” tanya pria dewasa yang kuyakini ayah Louis, Robin Foster.

“Masih melanjutkan kuliah di Universitas Kanada, jurusan Manajemen Ekonomi.” Ujarku.

Tiba-tiba mereka berdua tertawa bersama. Aku hanya menatap dengan heran. Ada yang salah?

“Astaga, Louie! Bagaimana kau bisa bertemu gadis kuliahan secantik ini?” pekik Mrs. Helena sambil memainkan rambut hitamku. Aku hanya memasang wajah hambar.

“Kami hanya bertemu di sebuah cafe dan memesan kopi.” Sahut Louis sambil menggaruk kepalanya. Dia tersenyum paksa menatap ibunya.

“Aku tidak menyangka kau bisa mendapatkan seorang gadis cantik seperti ini. Wajar saja jika kau tidak mau dijodohkan! Kau tidak mau meninggalkan gadismu ini, bukan?” timpal Mr. Robin.

“Haha, ya begitulah.” Jawab Louis sekenanya.

“Baiklah nak, apa yang kau suka dari Louie?”

The HouseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang