Saya kembali. Haha, walau masih belum ada yang berminat tapi masih tetap mau lanjutin. Langsung aja..
Jaera POV
Saat jam makan siang, aku langsung meluncur ke kantin karena perutku sudah lapar mengingat tadi habis bertempur dengan soal-soal yang diberikan Park saem. Sungguh menguras otak dan tenaga. Aku lebih memilih duduk sendiri di tempat yang dekat dengan lapangan basket, tetapi lapangan tersebut sedang dipakai oleh anak volly. Biarlah, yang penting aku bisa makan.
Banyak suara teriakkan yang bersorak melihat latihan para anak volly yang sedang bermain mengingat kali ini tim putra yang sedang latihan. Yah cukup menarik karena memang menyenangkan melihat mereka bermain, tetapi aku sungguh ingin ketenangan untuk makanku kali ini.
“hh, apakah mereka semua makan speaker?”, gerutuku kesal seraya mengaduk ramen yang kupesan. Ah, bodoh amat. Lebih baik aku makan. Emm... Ramen ini sangat enak terlebih masih panas. Yummy. Mengingat beberapa jam lalu dibuat lelah dengan soal IPA super banyak itu terlebih diawasi oleh guru iblis itu, membuat otakku benar-benar lelah. Mataku juga mulai berat, sepertinya 2 jam terakhir aku bolos saja agar bisa tidur siang. Yah, pilihan yang bagus Shin Jaera.
“aaaa~! Awas!”, kudengar mereka kembali berteriak lebih histeris. Aish, sungguh menjengkelkan. Apakah mereka tidak bisa diam sedikit? Apa bagusnya sih pemain volly itu? Gampang tinggal memukulnya ke depan kan, aku juga bisa. Ckt!
“Jaera awas!!!”, oh? Tunggu. Itu namaku! Kualihkan pandanganku ke arah samping dan saat itulah kulihat bola volly melayang ke arahku dengan cepat. Tidak! Tamat sudah riwayatku! Reflek kuangkat kedua tanganku melindungi kepalaku dan menutup kedua mata. Kepala cerdasku... Huhuhu... aku sayang padamu skepala cerdasku, tapi aku tak bisa melindungimu dari benda keras itu.
DUK!
1
2
3
Oh? Apalagi ini, sepertinya aku mendengar suara bola keras itu mengenai sesuatu, tetapi kenapa aku tak merasakan apapun. Tak sakit sama sekali bahkan kepalaku tidak terasa pening seperti halnya jika terkena bola. Akhirnya kubuka mata lalu melirik ke arah datangnya bola tadi dan saat itu pula pandanganku tertutup oleh seseorang yang tengah berdiri di depanku. Kudongak kepalaku dengan cepat dan ternyata... Cho saem! Oh tuhan, ia menghalau bola keras tadi dengan tubuhnya. Apakah aku harus senang dan berterima kasih padanya yang telah menyelamatkanku?
“kau baik-baik saja?”, tanyanya dengan nada khawatir. Aku bangkit seraya melirik bola volly yang berada di lantai. Teman-teman melongo menatap ke arahku. Aku mana tahu jika Cho saem akan menyelamatkanku dari maut.
“a-aku baik, saem. Terima kasih...”, kataku masih tak percaya. Cho saem menyelamatkanku dari serangan bola keras itu. Baiklah. Tentu saja aku akan sangat berterima kasih kali ini.
“saem baik-baik saja?”, tanyaku seraya menatap tubuhnya yang digunakan untuk menjadi perisai itu. Ia mengangkat tangannya menyentuh punggungnya lalu sedikit meringis kecil sehingga aku ikut dibuat mengiris karena aku tahu pasti rasanya, sakit.
“yah.. Sedikit nyeri bagian punggung, kau harus mengobatiku”, kulempar tatapan kesal, ia memanfaatkan kecemasanku. Tetapi, mengingat jasanya beberapa detik lalu akhirnya aku pasrah dan sebagai balas budiku kepadanya.
“aku akan mengobatimu, saem. Tapi, aku ingin makan dulu. Sangat lapar...”,
<UKS>
Kuambil mengompres yang ada di UKS sedangkan Cho saem tengah berbaring di meja kesakitan yang berfungsi sebagai tempat tidur di sini. Kudekati dirinya yang saat ini tengah memejamkan matanya. Apakah dia tertidur? Tapi, aku baru meninggalkannya sebentar. Sangat sebentar.
“saem… Cho saem…”, kugoyang tubuhnya pelan dan tak ada tanda-tanda ia akan membuka matanya. Masa iya dia sudah tidur dan juga tidurnya seperti orang mati. Kugigit bibir bawahku bingung.
“lalu… bagaimana aku mengobati punggungnya?”, gumamku pelan seraya menatap tubuhnya lekat. Saat ini Cho saem menggunakan kemeja putih dengan lengan yang digulung hingga siku.
“em…”, tanganku terangkat mencoba menyentuh kancing teratasnya. Baru saja tanganku menyentuh kancing kemejanya, tangannya sudah mencengkram tanganku sehingga aku memekik kaget.
“mau ngapain kau gadis kecil?”, aku gelagapan. Niatku baik ingin mengobatinya.
“a-aku hanya ingin mengobatimu, saem. Bagaimana aku t-tahu luka punggungmu jika tak membuka bajumu?”, jawabku ketakutan karena tanganku masih belum dilepasnya.
**
Kyuhyun POV
Sungguh lucu wajahnya yang ketakutan menjawab pertanyaanku. Aku masih menatapnya tajam sedangkan wajahnya sudah terlihat pucat karena ketahuan ingin membuka bajuku. Tangannya yang masih dalam genggamanku masih kupertahankan dan kini kuletakkan di dadaku lalu melepaskannya secara teratur.
“lakukanlah… maaf membuatmu kaget”, kataku seraya berusaha menahan tawa. Ia menghembuskan nafas lega kemudian melanjutkan aktivitasnya tadi, membuka kancing kemejaku satu persatu sedangkan mataku hanya fokus menatapnya.
“ah tunggu!”, kancing kemejaku sudah terbuka hingga ke-4 yang sudah memperlihatkan dada bidangku tetapi ia menghentikan aktivitasnya.
“kenapa aku yang membukanya? Anda bisa membukanya sendiri. Jika ada yang tiba-tiba masuk dan melihat, mereka akan menyangka bahwa aku adalah siswa kurang ajar”, katanya seperti baru tersadar. Kuputar bola mataku seraya menatapnya malas.
“tidak apa-apa, lagipula sekarang sudah masuk jam pelajaran yang berikut”,
“tidak mau! Buka sendiri!”, kuhembuskan nafas pelan kemudian bangkit dari posisi tiduranku. Malas berdebat dengannya, setelah seluruh kancing terbuka, kulepas kemeja dari tubuhku dan meletakkannya di samping tubuhku.
“berbalik!”, perintahnya sehingga diriku menggeram kesal. Berani sekali dia memerintah gurunya, tapi aku tetap menurutinya. Ketika aku sudah memunggunginya, terdengar bahwa dia memekik kecil.
“tuhanku! Ini… membiru, bagaimana jika bola itu mengenai kepalaku? Tidak… aku akan geger otak atau bahkan aku bisa lupa ingatan! Tidak!”,
“ya, kau terlalu mendrama! Cepat lakukan!”, kurasakan kain hangat menyentuh punggungku yang memang terasa sedikit nyeri sedari tadi.
“padahal Cuma satu lagi dan kurasa tidak seharusnya sampai luka membiru seperti ini, apakah memang mereka sekeras itu memukul bola. Menurut saem bagaimana? Ini tidak masuk akal bukan”, ocehnya seraya terus mengompres punggungku.
“tidak juga, tadi sungguh kuat dan pastinya akan membiru. Kau ini bodoh ya?”,
“ckt! Aku hanya bertanya dan mengikuti pengetahuanku saja”, cibirnya kesal.
Rasanya ingin tertawa mendengar cibiranya itu. Sebenarnya apa yang dikatakan benar, dan masalah punggung memar ini karena kejadian semalam di kamar mandi. Aku terpeleset sabun mandi yang ada di lantai dan punggungku terkena tepian wastafel. Aku memang tak mengecheknya langsung saat kurasakan nyeri di punggung dan sepertinya sekarang aku sudah tahu bagaimana keadaan punggungku. Dan aku tak mau menceritakan hal sebenarnya pada gadis ini karena dia pasti akan mengejekku.
“sudah! Setidaknya lumayan baik”, katanya. Kupakai kembali kemejaku dengan santai seraya meliriknya yang berbaring di tempat tidur di sampingku. Kenapa bocah ini tidak masuk ke kelas?
“ya, kau tak masuk kelas?”, tanyaku setelah selesai pada kemejaku dan duduk menyamping menghadapnya yang sudah menutup matanya.
“tidak, aku sangat mengantuk. Itu semua gara-gara kau yang menganggu acara tidurku tadi dengan soal-soal IPA itu!”, balasnya masih dengan mata tertutup.
“dasar pemalas!”,
“biar saja!”,
Hening.
Aku terus menatapnya yang sepertinya mulai berkelana di dunia mimpinya. Perlahan aku turun dari tempat tidur dan berjalan mendekatinya, berdiri tepat di samping tempat tidur yang dipakainya. Mataku menelusuri wajah polos ini dalam diam. Wajahnya sungguh cantik, kulit wajah yang jika disentuhnya itu terasa halus, kulit putih susunya, hidung mancung, mata dengan bulu mata lentiknya, dan bibirnya… kutatap terus bibirnya terkantup polos dihadapanku. Mengapa aku merasakan desakan luar biasa yang mendorongku untuk bisa menyentuh bibir merah mudanya dengan bibirku. Aku ingin melumatnya lembut dan yang kuyakini pasti rasanya manis.
Shit! Apa yang kupikirkan? Cho Kyuhyun, dia muridmu! Muridmu yang selalu membuat ulah dan selalu membantah ucapanmu itu. Kau tak mungkin tertarik dengannya hanya karena menatap bibir itu. Namun, sial otaknya dan tubuhnya tidak bekerja sama sekali. Saat ini perlahan namun pasti tubuhnya membungkuk, mensejajarkan wajahku dengan wajah Jaera yang masih terlelap damai. Apakah kusentuh saja? Aku hanya ingin merasakan seberapa lembut material tak bertulang itu. Oke… kurasa iblis dalam tubuhku bangkit secara tiba-tiba.
Semakin kudekatkan wajahku dengannya, sedikit memiringkan wajahku agar dapat mencapai bibirnya yang terkantup indah itu dengan mudah. Hingga detik berikutnya dapat kurasakan material lembut itu bersentuhan dengan milikku. Kedua mataku masih terbuka, namun sekali lagi aku harus mengumpat ketika tanpa diperintah bibirku mulai menggulum bibir penuh ini dengan gerakan selembut kapas. Semoga gadis kecil ini tidak menyadarinya bahwa aku telah mencuri ciuman darinya.
Kedua mataku sontak tertutup meresapi ciuman yang kulakukan ini pada bibir gadis bembangkang ini. Mungkin aku sudah bertindak kurang ajar pada muridku sendiri, tapi aku tak bisa menahan hasratku untuk mencicipi bibirnya. Setelah beberapa menit kulakukan ciuman sepihak itu, kujauhkan wajahku dari wajahnya. Tersenyum melihatnya tetap tertidur pulas walau sekarang nafasnya sedikit terenggah, mungkin akibat perilaku yang kulakukan tadi.
“maaf…”, bisikku lirih kemudian mengecup keningnya sebelum pergi meninggalkan tempat itu. Membiarkannya beristirahat. Mungkin aku akan merasakan bibirnya lagi, tapi dalam keadaan dirinya yang tersadar. Ya! Mungkin lain waktu. Semoga dia tak menamparku. Haha…
~~
Keesokan harinya, aku tak bisa mengajar mengingat ayah menyuruhku untuk datang ke kantornya. Katanya aku harus melihat-lihat tempat kerjaku nanti, cih. Belum tentu juga aku akan bekerja di sana. Aku paling tak suka berkutat dengan saham, aku lebih suka berkutat dengan berbagai bentuk nada dan juga terutama menyanyi. Tetapi, ayah tak pernah mau mengerti diriku. Tapi, ada yang paling kubenci yaitu aku tak bisa bertemu dengan bocah kecil itu.
Baru saja sampai di lobby, seorang satpam langsung membuka pintu mobil untukku dan memarkirkan mobilku sedangkan diriku langsung masuk ke dalam. Aku tak peduli dengan berbagai tatapan yang diberikan karyawan ayah karena memang penampilanku yang tidak seperti mereka dengan pakaian serba formal, aku lebih memilih menggunakan kemeja kotak-kotak berwarna biru dengan jeans putih serta sepatu kets hitam, oh tak lupa kacamata hitam. Haha… aku tak takut jika ayah memarahiku, siapa suruh untukku datang, akan kubuat semua karyawanmu menatapku aneh.
“selamat datang, tuan muda Cho… Cho sajangnim telah menunggu anda di dalam”, kulihat wanita muda dihadapanku ini dengan intens yang seketika dia langsung salah tingkah dibuatnya. Bukannya diriku ini ingin menggodanya, tetapi aku tak menyukai penampilannya yang membuatku muak. Dia ini pergi bekerja atau ingin pergi ke pub malam. Pakaiannya serba minim dengan wajah yang penuh hiasan warna.
“kau siapa?”, tanyaku tajam.
“a-a-aku sekertaris pribadi Cho sajangnim”, aku berdecih kemudian masuk ke dalam ruangan ayah tanpa mengetuk. Jika nanti akhirnya aku akan berakhir di sini, aku akan mengganti sekertaris itu dengan yang lebih baik. Aku tak ingin bekerja dengan wanita yang terlihat seperti wanita malam.
“appa, aku datang”,
Kulihat ayah sedang duduk di belakang meja kerjanya yang sama persis seperti di rumah yang ada di ruang kerjanya. Matanya serius menatap layar laptop namun ketika mendengar suaraku, ia mendongak kemudian tersenyum melihatku di sini.
“kau sudah datang, nak? Duduklah dulu, appa akan…__”,
“appa, kita langsung keliling saja! Aku malas berbasa-basi”, kataku memotong ucapannya. Ia mendesis kesal seraya memincingkan matanya kesal.
“kau memotong ucapanku, dasar tak sopan!”,
“aku hanya ingin menyelesaikannya dengan cepat agar aku bisa bersantai-santai”, kulihat ia ingin sekali memukulku dengan berkas tebal yang ada di tangannya itu tetapi dia mengurungkan niatnya dan memilih bungkam.
“baiklah, appa akan jelaskan semua. Dan appa harap kau menyimaknya dengan baik”, aku hanya berdeham kecil dan menyisipkan kedua tanganku pada saku jeans ketika ayah mulai berdiri.
“jika kau sudah kuangkat menjadi direktur, ini adalah ruangan milikmu. Dan sekertarismu...__”,
“jika aku diangkat menjadi di posisimu, aku ingin mengubah ruangan membosankan ini dan aku akan mengganti sekertaris pakaian minim itu!”, tegasku kembali memotong ucapannya. Dan kali ini aku tak bisa menghindari pukulan telaknya yang menyentuh kepala belakangku.
PLAK
“dengarkan appa dulu baru kau bisa berkomentar! Dasar anak ini…”, aku hanya mengusap kepalaku dengan wajah kesal.
“baiklah aku tidak akan menyela lagi. Bisa lanjutkan kembali penjelasan anda, Cho sajangnim?”,
**
Author POV
Dalam ruang kelas milik XII-B itu tetap sama seperti biasanya. Ribut, kacau, dan tak terkendali. Alasannya adalah guru yang seharusnya mengajar di sana selama 3 jam berhalangan karena sedang berduka sehingga kelas mereka kosong pelajaran selama 3 jam membuat mereka semua puas untuk melakukan apapun. Teman-teman sekelasnya sedang berkelana ke berbagai penjuru kelas dan sekolah, tapi tidak dengan Jaera. Apakah kalian berpikir bahwa Jaera sedang tertidur? Karena pada kenyataannya gadis itu memang sedang tidak melakukan ritualnya.
Pikirannya melambung entah kemana tidak bersama dengan jiwa raganya saat ini. Yang dilakukannya hanya duduk seraya menatap keluar jendela dengan pandangan kosong. Temannya yang memanggilnya hanya diabaikannya begitu saja sehingga akhirnya mereka mengurung niat untuk berbicara dengan Jaera. Saat ini dia sedang berpikir tentang kejadian yang benar-benar membuatnya stress sendiri dibuatnya.
Sebelah tangannya terangkat dan dengan jari-jari lentiknya ia menyentuh permukaan bibirnya perlahan dengan bola mata bergerak gelisah.
“d-dia… mengambilnya…”, batinnya dengan rasa kesal dan marah menyatu saat ini. Yap! Kejadian yang terjadi antara dirinya dan Cho Kyuhyun gurunya itu membuatnya tak bisa tidur semalaman. Karena tanpa Kyuhyun ketahui di saat ia melakukan hal senonoh pada muridnya itu, Jaera belum tidur sepenuhnya. Ia hanya menutup matanya dan dengan bodohnya ketika ia tahu Kyuhyun melakukan hal yang seharusnya tak dilakukan ia hanya diam tak berbuat apapun, tubuhnya yang seharusnya menolak dan memukul pria itu justru diam membeku sehingga Kyuhyun dibiarkan melakukan hal tak pantas padanya.
“sial! Cho saem…”, gumamnya pelan seraya menggelengkan kepalanya kuat. Dia bahkan tak tahu harus bertingkah seperti apa di depan pria itu. Entah, sebenarnya bukan dia yang salah tetapi dia merasa malu harus berhadapan dengan Kyuhyun. Beruntung hari ini pria itu izin tak mengajar karena ada urusan mendadak sehingga dia tak perlu bertemu dengan pria yang telah mengambil ciuman darinya. Terlebih ciuman itu merupakan ciuman pertamanya. Ciuman yang seharusnya dilakukannya bersama sang kekasih tercinta, Lee Donghae. Tapi, berita buruknya ternyata Kyuhyun yang mengambilnya dengan seenak jidatnya itu.
“apakah aku harus bersikap biasa saja atau sebaliknya? Tapi, ini benar-benar memalukan. Walaupun dia tak mengetahui kesadaranku, tetap saja aku yang malu sendiri mengingatnya.. ish… dasar guru mesum!”, gumamnya kembali. Mulutnya tak henti memaki Kyuhyun saat ia memutuskan untuk kembali ke kelas waktu itu, ia pun sudah menghapus jejak bibir pria itu dengan air sebersih-bersihnya. Namun, yang dirasakannya adalah seperti membekas di bibirnya. Ia terus-terusan bisa merasakan bagaimana material lembut milik Kyuhyun menyentuh miliknya. Ish… benarkan, gara-gara hal itu dirinya harus berpikiran sekotor itu.
“aku tak peduli! Pokoknya aku akan meminta tanggung jawabnya. Berani sekali melakukan itu padaku, terlebih aku adalah muridnya sendiri. Apa dia tak malu?”, gerutunya tak jelas. Jaera bahkan tak menyadari bahwa teman sebangkunya terus memperhatikannya. Awalnya tidak begitu, tetapi saat Jaera terus mengoceh tak jelas ia mulai penasaran dengan masalah yang dihadapi Jaera.
“Jaera-ya… apa kau ada masalah? Aku dengan kau berbicara tanggung jawab seseorang kemudian muridnya sendiri. Kau sedang membicarakan guru kita?”, Jaera secepat kilat menoleh pada Young Jin, teman sebangkunya saat ini. Catat kata SAAT INI. Karena gadis ini hanya sedang duduk menumpang di sampingnya.
“ahh… tidak apa-apa, aku hanya bergumam.. hehe”, balas Jaera sedikit gugup. Bisa gawat jika temannya tahu. Mau ditaruh dimana pula mukanya jika mereka tahu. Bisa dibilang seluruh teman-temannya ini adalah penggosip kelas kakap. Dan tentunya bahan gosipan mereka akan menyebar luas ke seluruh sekolah bahkan kepada kepala sekolah. Itu semua tak akan ia biarkan terjadi, nanti yang ada dirinya dicemooh yang tidak-tidak.
Sekarang pandangannya teralih pada ponsel miliknya yang bergetar, pesan masuk dan itu dari Donghae, kekasih tercintanya. Ia mengajaknya berkencan sepulang sekolah. Tentunya ia dengan senang hati menerimanya. Hitung-hitung mereka sudah jarang berkencan karena Donghae sibuk dengan skripsi dan dirinya yang sibuk dengan ulangan harian karena sudah akan mendekati ujian akhir sekolah.
Sepulang sekolah, seperti janji sang kekasih telah menunggu Jaera di depan sekolah. Ia menghampirinya yang sedang duduk di motor besarnya dengan senyum manis tersemat di wajah tampannya. Ketika Jaera berada di depannya, tangannya langsung menarik kekasih kecilnya ini ke dalam pelukan hangatnya.
“aku merindukanmu, Sweetie..”,
“aku juga merindukan oppa..”,
Setelah puas berpelukan, Donghae langsung mengajak Jaera pergi dengan motornya. Sampai di mall Jaera mengganti seragamnya terlebih dahulu dengan baju yang selalu dibawa dalam tas karena biasanya ia tidak langsung pulang ke rumah. Jaera dan Donghae bersenang-senang hari itu, mulai dari nonton bioskop romantis kemudian bermain di Timezone hingga puas, dan sekarang makan di restoran Jepang. Donghae begitu memanjakan diri Jaera hari ini tidak seperti biasanya, tapi Jaera senang-senang saja mendapat perhatian seperti ini. Mungkin sebagai permintaan maafnya karena mereka sudah jarang bertemu akhir-akhir ini.
“apa kau senang, sweetie?”, Jaera mengangguk seraya memakan sashimi yang dipesannya. Sebenarnya ia tidak begitu menyukai seafood, tapi karena suasana hatinya senang baik bersama Donghae, ia memaksakan diri untuk makan.
“bagaimana kuliahmu, oppa? Lancar?”, tanya Jaera pelan.
“ya, skripsiku sudah selesai hanya menunggu hasilnya. Doakan aku supaya aku lulus ya, sweetie”,
“tentu saja oppa, aku ingin yang terbaik untukmu”,
“kau juga harus berusaha di ujian nanti…”, Jaera tersenyum walau sedikit dipaksa karena ia mulai lelah. Hari ini begitu melelahkan harus berkeliling di mall walau tidak terasa saat melakukannya, tapi ternyata ketika sedang berisitirahat, rasa pegal ini baru terasa pada tubuhnya. Rasanya ia ingin pulang dan tidur di ranjang empuk kesayangannya itu. Tapi, Jaera tidak tega harus memutuskan suasana romantis yang dibuat Donghae untuknya.
Matanya diam-diam memperhatikan wajah Donghae yang tak pernah menghilangkan senyumannya. Dia sepertinya sedang dalam suasana hati yang sangat baik sehingga senyumnya itu terus menghiasi wajah tampannya, Jaera ikut senang melihatnya. Ia sudah sering melihatnya tersenyum seperti itu, tapi tidak selebar kali ini. Ia juga berharap Donghae akan terus tersenyum bahagia seperti itu jika bersama dirinya.
“oh.. Kyuhyun-shi!!”,
DEG. Aku tak salah dengar? Donghae oppa menyebut nama siapa, batin Jaera tak percaya. Ia menatap Donghae yang sedang menatap ke arahnya, lebih tepatnya ke arah belakang tubuhnya. Apakah benar…? Apakah benar guru itu ada di belakang tubuhnya? Kumohon, abaikan kami dan pergi saja, batin Jaera cemas. Ia tidak mau melihat wajah Kyuhyun karena rasanya moodnya yang sedang bagus akan hancur jikalau menatap wajah tampan tapi cukup menyebalkan bagi Jaera.
“senang bertemu denganmu, Donghae-shi…”,
SHIT! Malapetaka…
**
Kyuhyun POV
Aku dan ayah memutuskan untuk makan di restoran Jepang di pusat perbelanjaan setelah berjam-jam berada di kantor dan membicarakan pekerjaan. Bahkan di saat berjalan pun ayah tetap membicarakan pekerjaan denganku dan diriku yang mengekor di belakangnya hanya bisa menghembuskan nafas lelah. Aku bosan dengan pembicaraan ini. Saham. Investor. Dan lainnya yang berhubungan dengan perusahaan.
Aku lebih memilih mengedarkan pandanganku di restoran ini dan seketika berhenti pada salah satu meja yang telah terisi oleh dua orang yang kukenal. Langkahku berhenti detik itu juga sehingga membuat ayah ikut berhenti karena merasa diriku tidak mengikutinya lagi. Ia berdiri di sampingku kemudian mengikuti arah pandangku.
“kau mengenal mereka?”, tanya ayah.
“Shin Jaera…”, gumamku sangat pelan.
“hah?”, aku tersadar kemudian menatap ayah yang menatapku dengan pandangan bingung sekaligus herannya.
“appa tahu kan aku akhir-akhir ini membantu Jaejoong saem menggantikannya menjadi guru matematika di sekolahnya.. gadis itu adalah salah satunya”, jelasku pada ayah sehingga membuatnya menatap kea rah Jaera duduk bersama sang kekasih.
“tumben seorang guru baru bisa langsung mengingat wajah muridnya dengan cepat, terlebih dalam jarak jauh seperti ini. Itu terdengar mustahil… apa dia murid yang sering buat ulah? Apa dia murid yang bodoh?”, aku menggeleng seraya tersenyum tipis, sangat tipis bahkan ayah tidak akan bisa melihatnya.
“bahkan dia anak yang pintar, appa. Dia bisa menjawab soal-soal dengan baik dan bahkan hampir mencapai sempurna… tetapi, sikapnya yang membuatnya tidak seperti gadis pintar kebanyakan. Biasanya yang kita dengar, gadis itu pintar pasti dia adalah seorang kutu buku dan begitu menyukai belajar. Justru ia kebalikannya… ia begitu pemalas, selalu tidur di saat jam pelajaran, dan sering membolos di saat-saat tertentu”, ayah menatapku semakin aneh kemudian menghembuskan nafas.
“appa rasa dia lebih dari sekedar menjadi muridmu ya? Apa kau menaruh hati pada muridmu sendiri?”, aku tergelonjak kaget mendengar pertanyaan ayah yang benar-benar membuat jantungku terkejut.
“apa maksudmu, appa? Itu tidak mungkin…”,
“oh ya… kau begitu memperhatikannya hingga seperti itu, sepertinya kau menyukainya. Wah… ternyata putra appa ini bisa jatuh cinta juga, itu pun dengan gadis kecil. Kau pedofil ya?”, aku menggeram mendengar godaan dari ayah, terlebih saat dia mengatakan diriku adalah seorang pedofil.
“appa, aku belum gila yang melirik gadis kecil seperti itu. Lagipula dia sudah memiliki kekasih… sana yang duduk dengannya adalah kekasihnya…”,
“benarkah? Berarti kau kalah dengan anak SMA! Dia saja sudah memiliki kekasih, kau yang sudah semakin tua masih belum menemukan kekasih. Apa kau sebenarnya tidak laku? Tapi, wajahmu sepertinya baik-baik saja”,
“appa..”, geramku semakin kesal dengan ejekkannya. Tega sekali dia mengatakan hal seperti itu pada anaknya sendiri.
“sudahlah, aku sudah semakin lapar”, kataku memutuskan menghentikan pembicaraan ini. Ayah hanya tersenyum menggoda padaku ketika aku berjalan melewatinya untuk mencari tempat yang bagus untuk kami makan bersama.
Tapi, aku terkejut dengan seruan seseorang menyebut namaku. “oh.. Kyuhyun-shi!!”, kutatap ke arah suara dan… jeng jeng jeng! Kekasih gadis itu melihatku dan melambaikan tangan ke arahku. Hebat, kenapa ia harus melihatku?
“kita bergabung saja bersama…”, aku mengigit bibir bawahku menahan amarahku ketika ayah berjalan lebih dulu mendekati meja mereka.
“senang bertemu denganmu, Donghae-shi…”, sapaku ketika sudah dekat dengan meja itu. Kulihat ia tersenyum ramah padaku dan ayah yang juga tersenyum lembut.
“bergabunglah… kami juga sedang makan, akan lebih seru jika kita makan bersama-sama”, tawarnya.
“terima kasih…”,
Akhirnya aku dan ayah duduk berhadapan dengan Donghae dan bocah itu yang masih diam membeku. Mungkin tak menyangka bertemu denganku di sini. Awalnya Donghae duduk berhadapan dengan Jaera, tetapi memilih untuk duduk di samping sang kekasih itu agar bisa membiarkanku dan ayah duduk berdampingan.
“perkenalkan ini adalah appaku, Cho Young Hwan. Appa, ini muridku dan ini adalah kekasihnya…”,
“senang bertemu denganmu…”,
“maaf jika kami menganggu acara kencan kalian, jika memang menganggu kami lebih baik pergi saja…”, aku melirik ayah yang berbicara masih dengan senyum ramahnya. Kelakuan yang biasa ia lakukan jika bertemu dengan klien. Ramah tamah.
“tidak kok, sama sekali tidak. Bukan begitu, sweetie?”, dalam hati aku mendengus mendengar panggilannya. Muak mendengarnya memanggil Jaera seperti itu. Walau diriku bingung dengan sikap seperti ini, tapi sungguh aku muak mendengarnya.
“i-iya, oppa…”, jawabnya dengan nada gugup.
Aku menatapnya yang sedari tadi mencoba menghindari kontak dariku. Apa yang terjadi padanya? Biasanya dia berani menatap langsung mataku, ini bahkan untuk menatap wajahku saja ia tak mau. Sebegitu bencikah kau padaku, Shin Jaera? Lalu pandanganku turun menuju bibirnya. Bibir yang kemarin kurasakan. Sialan, di saat seperti ini aku justru ingin menyentuh kembali bibir itu. Cho Kyuhyun, hentikan pikiran mesummu itu.
“ch-Cho saem…”, oh sudah berani menatap ternyata.
“ada apa?”, tanyaku santai.
“kenapa anda tidak masuk tadi?”, begitu penasaran kah dirimu? Diam-diam aku menyunggingkan senyum smirkku mendengar pertanyaan itu.
“oh, aku ada urusan dengan appa. Benarkan, appa?”, kutatap ayah yang sudah sibuk dengan buku menu kemudian mengangkat tangannya memanggil pelayan.
“iya, soalnya setelah urusannya sebagai guru selesai. Ia akan melanjutkan pekerjaanku sebagai direktur”, jawab ayah seraya menatap Jaera yang mengangguk paham. Kulihat ia tak berani menatapku.
Kita lihat apakah besok di sekolah sikapmu akan tetap seperti tikus basah seperti ini? Aku yakin kau hanya menjaga image di depan kekasihmu itu bukan? Sialan! Mengapa diriku kesal? Akhirnya aku hanya memfokuskan pada buku menu untuk memilih makanan dan secepatnya pergi dari sini, lebih tepatnya pergi dari kedua orang di depanku ini.
~~
Aku menyunggingkan senyum iblisku ketika memasuki kelas XII B dan mataku langsung tertuju pada gadis yang duduk di pojok belakang kelas. Matanya focus pada buku yang sedang dibacanya, oh masih ingin diam seperti itu.
“hai, apakah kalian merindukanku? Kemarin aku tidak bisa masuk karena ada urusan mendadak yang harus dilakukan sehingga tak bisa mengajar”, kata seramah mungkin dan dijawab dengan teriakkan anak-anak namun diselingi oleh tawa kecil. Tapi, kenapa gadis kecil itu tidak mengeluarkan responnya sedikit pun? Ia hanya focus pada bukunya. Apakah buku itu lebih menarik dibandingkan pria tampan sepertiku?
“oke, kita akan mulai pelajaran hari ini dan kuharap kalian focus pada pelajaran ini”, ujarku sedikit menyidir Jaera yang sepertinya mendengarku karena kulihat ia menaikkan tatapannya langsung menatapku penuh kekesalan. Dia mulai bereaksi.
Hari ini aku mengajar dengan lancer dan secara mendadak aku membuat ulangan harian sehingga membuat para muridku berseru tak suka dengan keputusanku. Dan tanpa rasa bersalah diriku hanya menyunggingkan senyum penuh kemenangan kepada mereka. Ketika sedang memperhatikan para muridku ini mengerjakan soal yang kuberikan sebanyak sepuluh soal, mataku tak bisa teralihkan dari bocah yang serius pada soalnya. Perasaan tertarikku padanya semakin terasa dalam hatiku saat ini karena di saat serius saja dia terlihat cantik dan menarik, tapi aku lebih menyukai saat dirinya berkoar-koar marah dihadapanku, mencoba membalas setiap ucapanku, melawan perintahku, dan selalu tidak tunduk padaku. Dia justru terlihat lebih sexy saat marah. Shit! Apa yang kukatakan tadi? Sexy? Otakku benar-benar gila.
Setelah waktu berlalu, ulangan berakhir bertepatan dengan bel istirahat berkumandang. Jaera tak mengantar kertasnya langsung padaku dan memilih titip pada temannya, mataku tetap menatapnya dan sepertinya ia menyadarinya. Ia terlihat menghela nafas kemudian bangkit dari duduknya dan mengambil sesuatu dalam laci mejanya. Senyumku tersungging ketika melihat kotak bekal di tangannya. Ia masih ingat hukumannya. Bagus! Aku tak perlu mengingatkannya.
**
Jaera POV
Aku mengetuk pintu ruangannya dengan malas dan ketika mendengar sahutan dari dalam barulah aku masuk ke dalam. Cho saem terlihat duduk dengan angkuh di kursi yang biasa ditempati oleh Kim Jaejoong saem, entah mengapa justru aku merindukan guru tua itu. Karena dengan pria yang muda darinya justru menyebalkan dan berbahaya untuk keselamatan siswanya.
“ini…”, aku meletakkan kotak bekal dihadapannya kemudian mengambil duduk di sofa yang jaraknya lumayan jauh dari tempatnya berada. Biasanya aku akan duduk di kursi yang tepat berhadapan dengannya, tapi sungguh aku tak ingin menatapnya dengan dekat.
“nona Shin, mengapa kau seakan menghindariku?”, apakah begitu jelas? Bagus jika kau menyadarinya. Aku tak membalas apapun karena berpura-pura sibuk dengan ponselku.
“Shin Jaera-shi…”,
“tidak bisakah anda cukup menghabiskan makanan itu agar aku bisa secepatnya keluar dari ruangan ini?”, balasku dingin yang sontak membuatnya terdiam cukup lama. Aku tak peduli dengan sopan santun lagi kepadanya karena dia dengan kurang ajarnya telah melakukan pelecehan padaku. Cih! Dia pikir aku akan bahagia jika dicium olehnya walau semua siswi di sekolahan mengidolakannya karena wajah tampannya. Tampan pantatku! Dia tidak lebih dari seorang iblis menyebalkan.
“sepertinya kau memang bermasalah denganku, pantas saja tidak ada kicauan burung terdengar ketika aku berusaha memancingmu mengeluarkan bisamu”, kugigit bibir bawahku untuk menahan rasa kesal yang menimpa hatiku karena ucapannya. Indra pendengaranku dapat menangkap dengan jelas suara langkah kaki seseorang mendekat dan ketika kudongakkan kepalaku, tubuhku langsung mengambil tindakan mundur saat menemukan wajah Cho saem begitu dekat denganku.
Nafasku tercekat melihatnya menatapku dengan mata tajamnya yang penuh intimidasi, kedua tangannya mengurungku yang duduk di sofa dengan dirinya yang saat ini tengah membungkuk dengan kedua tangan menopang di kepala sofa. Sial! Posisi ini benar-benar bahaya untukku!
“hei, Jaera-shi…”, suara baritonnya membuat bulu kudukku langsung berdiri merasa akan terjadi hal yang merugikanku lagi. Satu-satunya cara yang kuambil untuk menghindar hanya dengan menundukkan kepalaku dalam-dalam. Ya tuhan, aku... aku ingin sekali bersikap egois dengan mengatakan tidak tertarik dengan wajah tampannya, tapi kenyataannya wajahnya memang tampan bak dewa-dewa Yunani. Tapi… oh shit, lalu pikiranku langsung tertuju pada Donghae oppa, aku tidak ingin berhianat pada Donghae oppa.
“kau menghindar lagi, sebenarnya apa kesalahanku?”, kau tidak tahu? Kau sudah merebut ciuman pertamaku, bodoh! Tentunya aku tak berani menjawabnya langsung, bisa-bisa dia menggodaku. Ia selama ini sudah kugoda mati-matian dengan menjomblo diumurnya yang seharusnya sudah memiliki kekasih, tapi jika ia tahu bahwa dirinya yang telah merebut ciuman pertamaku, pasti ia akan mengejekku.
DUK!
“AArgh!”,
Kami berdua mengaduh bersama dengan rasa sakit di tempat berbeda. Aku sakit di kepalaku sedangkan dirinya berada di dagunya karena diriku yang berdiri tiba-tiba.
“kau ini kenapa? Aishh…”, ia mengusap dagunya dengan kedua mata tertutup mungkin merasa berdenyut di daerah dagunya, sedangkan diriku hanya mengusap kepalaku kemudian menundukkan tubuhku.
“aku akan mengambil kotak bekal itu sepulang sekolah, aku permisi…”,
“hei… aku belum sele__BRAK!”,
Pintu tertutup sehingga membuat suara tak terdengar lagi, kurasakan jantungku masih berdegup dengan kencang diikuti dengan kedua tanganku yang bergetar. Yah, aku seperti bertemu hantu yang menyeramkan dan hantunya adalah Cho saem. Dia bahkan lebih menakutkan dari hantu manapun karena dia bisa membunuhku kapan saja dengan tingkahnya yang selalu membuat kerja jantungku tidak stabil.
Aish, rasanya mau gila. Yang biasanya aku bisa membalas tatapannya, sekarang aku tak bisa menatapnya karena ada perasaan malu dalam diriku harus berhadapan dengannya. Aku tidak tahu mengapa melakukan hal ini karena menyulitkanku untuk melawan setiap perbuatan Cho saem padaku, aku terlihat kecil dihadapannya saat ini karena rasa takut dalam diriku terhadap dirinya. Pelaku yang telah mencuri ciuman dariku.
Kekesalanku terus berlangsung hingga pulang sekolah, bahkan di saat jam pelajaran tadi untuk mengerjakan tugas yang diberikan guru aku sungguh malas karena tidak ada keinginan dari hatiku mengerjakan tugas-tugas menumpuk tersebut dengan senang hati. Dan tugas menghapal, lebih parah. Tidak ada kata yang mau masuk ke dalam otakku padahal seluruh temanku telah menghapal semuanya dan mendapatkan nilai mereka. Akhirnya aku harus menghapal besok agar bisa mendapat nilai yang memuaskan. Sungguh, pria itu membuatku badmood yang sangat buruk.
Saat jam pulang sekolah, aku berdiam diri di kelas sedikit lama. Pikiranku melayang pada kotak bekal yang harus kuambil dari Cho saem. Apakah kuambil atau kubiarkan saja ya? Tapi, kotak bekal itu kesayangan ibu. Mau tidak mau aku harus mengambilnya lagi. Ahh… aku tinggal mengambilnya setelah itu berlari sejauh mungkin. Yah… begitu. Kulangkahkan kakiku dengan santai melewati lorong sekolahku yang sudah sepi dan juga langit sudah mulai gelap. Sebenarnya aku takut keadaan seperti ini, aku termasuk orang yang sedikit parno terhadap hal berbau mistis. Aku sangat ingin menepis semua hanyalah khayalan semata, tapi perasaanku tidak pernah tenang dengan keadaan sepi. Tapi, hari ini aku memberanikan diri bersikap sesantai mungkin walau keadaan sebenarnya jantungku tengah bermain drum begitu kuat dan cepat.
Sret… tap tap tap…
Langkahku berhenti ketika pendengaranku mendapat sinyal bahwa terdengar suara seseorang berjalan mendekat, mendekat, dan mendekat ke arahku. Sial! Tubuhku bergetar sangat hebat saat ini karena ketakutan. Otakku sudah menyuruh kedua kaki ini untuk berlari, tapi mereka tidak mau bergerak sama sekali.
“o-omma…”, bisikku sangat pelan dan terdengar jelas suaraku yang bergetar. Suara langkah itu sudah tak terdengar lagi tapi, dapat kurasakan hawa seseorang berdiri tepat di belakang tubuhku. Tidak! Apakah… apakah hantu itu telah berdiri di belakangku? Kupanjatkan doa sebanyak mungkin, bergumam sangat jelas agar tuhan menjauhkanku dengan hantu itu. Hingga sepasang tangan melingkari pinggangku yang sontak saja aku berteriak sangat kuat seraya memutar tubuhku dan melayangkan pukulan pada dadanya. Yah, aku yakin itu dada karena terasa keras dan bidang. Pria? Hantunya pria?
“kau pikir aku hantu…”,
Oh? Suara ini! Aku mengenalnya. Kubuka mata yang sedari kututup sangat rapat untuk bisa melihat siapa gerangan yang berdiri di depanku saat ini. Cahaya lampu di lorong yang saat ini kami berada memang sedikit redup sehingga membuat wajahnya tidak begitu terlihat.
“C-C-Cho saem…?”, cicitku sangat pelan, bahkan diriku tidak yakin bahwa itu adalah suaraku. Bagaikan suara tikus terjepit perangkap.
“ya, kau benar”, akhirnya aku bisa menghembuskan nafas dengan lega tanpa ada rasa takut, bahkan tanpa sadar diriku menyandarkan kepala di dada bidangnya dengan nyaman mencoba mencari ketenangan dalam dekapannya.
Dekapan? Kubuka kembali mataku dan menjauhkan tubuhku dengan reflek saat baru menyadari posisi kami yang tidak seharusnya dilakukan antara guru dan siswinya. Tapi, kedua tangannya yang melingkar di pinggangku melilit begitu erat sehingga kami tetap berada dalam posisi sangat dekat.
“biarkan seperti ini…”, kutahan nafasku saat Cho saem menunduk dan meletakkan dagunya di bahuku, bahkan dapat kurasakan ia menyurukkan wajahnya di leherku sehingga aku bergerak kegelian dengan tingkahnya.
“C-Cho saem… hentikan… hihi geli… haha…”, ia tidak menghentikannya justru semakin berulah dengan mengigit leherku sehingga membuatku terkejut dengan tindakannya yang sudah melewati batas.
“ish… lepaskan aku, saem! Saem! Cho saem!”,
Bukannya melepaskannya ia langsung mendorong tubuhku bersama dengan tubuhnya merapat ke dinding. Salah satu tangannya yang awalnya berada di pinggangku merambat naik menuju rahangku, menekannya lembut sehingga membuatku mendongak menatapnya yang lebih tinggi dariku.
“Cho saem… i-ini salah…”, bisikku ketika wajahnya semakin mendekat dengan wajahku. Tidak! Jangan bilang dia akan…! Kedua tanganku menahan dada bidangnya sekuat tenaga walau tidak berefek besar untuknya karena aku hanya bisa menahannya agar tidak mendekatkan lagi wajahnya. Ah, tapi tetap saja wajahnya begitu dekat denganku. Mungkin jika kami bergerak sedikit saja, kejadian beberapa hari lalu akan kembali terjadi. Dan jika sampai itu terjadi, mungkin aku tidak akan bisa menampakkan wajahku di depannya lagi.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
My Teacher, My Love
Roman d'amourMungkin terdengar biasa jika seorang murid mengidolakan gurunya, tapi akan terdengar aneh jika ada seorang guru mencintai muridnya. Seperti pada cerita-cerita yang sering terlihat di sinetron namun terjadi pada kehidupan Jaera dan Kyuhyun. Jaera ya...