Menata hati

82 14 23
                                    

Rasa hati tiada guna
Dengan apa yang tlah kulakukan
Mengapa tidak ada yang menganggap
Ataupun sekedar apresiasi semu

Ingin rasa berhenti saja
Berpangku tangan mereda rasa
Menikmati kenyamanan hidup
Tiada harus bersusah payah

Apa sih yang kau mau
Penghargaan...? Atau sanjungan...?
Maka kau kan mendapatkan
Jika itu ingin yang terhunjam
Karena Alloh bersama prasangka hamba-Nya

Namun akhir yang didapat adalah kesia-siaan belaka
Karena tiada sisa tuk kehidupan mendatang
Terganti dengan sanjungan melenakan
Justru itulah imajiner yang nyata

***

Detik demi detik tlah berganti
Dengan rutinitas yang mengiringi
Hari demi hari pun berlalu
Seiring perjalanan waktu
Mengikuti irama roda kehidupan
Menyisakan jemu berbaur ambisi

Di keheningan malam penuh kesunyian
Hanya ditemani detak jarum jam yang seakan enggan
Kuterdiam dalam sepi menanya dalam diri
Apa gerangan yang kita cari
Di dunia yang semakin tua ini
Apakah kejayaan atau sekedar materi

Ach... Sungguh picik pikirku
Sayang waktu yang berlalu
Kalau itu yang dituju
Tiada guna semua itu

Kuharus menata ulang
Coretan-coretan di buku usang
Yang tersimpan di rak batang
Sebelum siang berganti petang

***

"Adakalanya pengorbanan butuh pengakuan." Sering sekali kalimat ini menggelitik relung hati yang sedang gundah.
Kata-katanya menghunjam masuk ke dalam dada mengobrak-abrik pikiran sehatku.

Bergemuruh...
Mengaduh...
Menyesakkan dada.

Sering kali kita bersenandung

"Sakitnya tuh disini"

Tapi apakah rasa ini benar, lebih tepatnya apakah perasaan ini dibenarkan?

Memori tentang nilai yang tersembunyi di bagian kepala paling dalam, mengingatkan untuk selalu menyertakan akal dalam setiap aktifitas, baik itu yang masih diangan maupun berbagai tindak nyata, agar tidak menyalahi aturan maupun syariat, sehingga tidak menimbulkan salah haluan. Namun apadaya, sering kali ego mengalahkan pikiran.

Memang kita diberikan qolb yang sangat gampang terombang-ambing dengan perasaan. Gejolaknya lebih dahsyat dibandingkan air mendidih di periuk.

Rosululloh telah memberi pengajaran kepada kita dalam sebuah hadits yang berbunyi :

Dari An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ

Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung).”(HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).

Jantung secara harfiah adalah organ tubuh vital bagi manusia, karena merupakan indikasi tentang hidup matinya. Selama detaknya masih teraba, maka ia masih dinyatakan hidup. Pun jika tiada terdeteksi maka ia dinyatakan sudah mati.

Sedangkan secara ruh, jantung adalah sebagai ukuran ketaatan. Apabila baik jantungnya, maka baik pula segala amalnya dan apabila buruk, maka akan buruk pula amalnya.

Jantung letaknya rasa, seperti halnya jika kita khawatir, maka jantung kita akan berdetak lebih kencang. Didalam jantung ada dua rumah, dihuni oleh malaikat dan syetan, apabila ajakan malaikat lebih kuat, maka akan menghasilkan tindakan yang baik, namun apabila ajakan syetan lebih kuat, maka tindakan buruk yang akan tergambar.
Jangan sampai jantung hati kita terpenjara maupun tertawan oleh hawa nafsu dan bisikan syetan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Sebenarnya orang yang dipenjara adalah orang yang hatinya tertutup dari mengenal Allah ‘Azza wa Jalla. Sedangkan orang yang ditawan adalah orang yang masih terus menuruti (menawan) hawa nafsunya (pada kesesatan).” (Shahih Al Wabilus Shoyib, hal. 94).

Marilah senantiasa kita memohon kepada Alloh agar jantung hati kita sehat, supaya dipalingkan kepada ketaatan, terhindar dari rasa dan tindakan yang menyimpang.

Dari ‘Abdullah bin ‘Amru bin Al ‘Ash radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwasanya ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ قُلُوبَ بَنِي آدَمَ كُلَّهَا بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ كَقَلْبٍ وَاحِدٍ يُصَرِّفُهُ حَيْثُ يَشَاءُ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ

Sesungguhnya hati semua manusia itu berada di antara dua jari dari sekian jari Allah Yang Maha Pemurah. Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memalingkan hati manusia menurut kehendak-Nya.” Setelah itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa; “Allahumma mushorrifal quluub shorrif quluubanaa ‘ala tho’atik[Ya Allah, Dzat yang memalingkan hati, palingkanlah hati kami kepada ketaatan beribadah kepada-Mu] (HR. Muslim no. 2654).

 2654)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Referensi :
https://muslimah.or.id/7262-mengikir-hati-yang-berkarat.html
Tulisan Dian Pratiwi yang di publikasikan 1 Mei 2015.

19 Maret 2017

Rindu Bait MuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang