Jangan lupa vote dan komentarnya <3!
"Kenapa kamu nggak bilang apa pun ke aku sebelum mengikuti kompetisi itu?"
Prista sudah menduga dia akan disidang oleh Andreas dalam waktu dekat. Saat ini, dia berada di dalam kamar yang persis seperti kandang ayam; duduk di atas ranjang, memutar video beauty routine milik YouTuber kecantikan lain di laptop dan tengah mewarnai kuku-kuku lentiknya menggunakan kuteks berwarna soft lilac.
Kepala hingga leher Andreas terasa sakit akibat darah tinggi kumat. Melihat kelakuan Prista membuatnya merasa tak akan berumur panjang. Andreas berdiri di ambang pintu; kedua alisnya bertaut dalam dibarengi raut muka tak bersahabat. Sedangkan, Prista sendiri tak menggubris, karena sejak pagi sudah mempersiapkan mental sebelum diamuk habis-habisan.
"Prista!" Andreas memanggil frustrasi. Sebentar lagi asam uratnya ikut kumat. Andreas membuang napas dongkol, berjalan masuk membelah kamar penuh sampah tersebut, dan menutup layar laptop Prista tanpa izin. Andreas mencebik. "Aku lagi ngajak kamu ngomong dan aku lagi serius!"
"Ya tinggal ngomong aja," sahut Prista tanpa mengalihkan fokus dari kegiatan mewarnai kuku. Prista mengaplikasikan kuteks pada kuku terakhir lalu berkata, "Aku ikut kompetisi itu, karena aku mau sertifikat, hadiah, dan mempercantik curriculum vitae-ku sebagai make up artist. Aku sudah dewasa dan aku—"
"Yang aku tanyakan itu 'kenapa kamu nggak bilang apa pun ke aku'." Andreas menyetak tegas sembari merebut botol serta kuas kuteks dari genggaman Prista. Andreas muak melihat tingkah laku Prista. "Kamu seharusnya diskusiin dulu bareng aku. Aku baru tahu tadi sore dari Juli. Dia nunjukkin video di reels Instagram kamu untuk kompetisi MUA Hunter atau apalah itu. Aku panik setelah tahu dan izin pulang gara-gara kamu. Kenapa kamu selalu mengambil keputusan yang gegabah?!"
Prista terdiam sebentar usai kuas kuteksnya direbut paksa oleh Andreas sampai pewarna kuku yang belum mengering itu terkikis. Permukaan kukunya menjadi jelek dan memiliki tekstur tak beraturan. Prista tersulut emosi; melupakan segala rencana untuk menerima omelan Andreas dengan lapang dada.
"Gegabah gimana?" Prista bertanya penuh penekanan tanpa menatap wajah Andreas. Mata Prista tetap fokus pada kuku jemarinya. "Aku sudah mikir sejak dua bulan lalu pakai otak, bukan pakai dengkul. Sudah aku rencanakan matang-matang, mulai dari konsep makeup, script, pengambilan video, sampai memperbarui portofolio yang aku kirim ke email Get Ready With You. Aku sudah dewasa, bukan anak kecil yang setiap saat harus Ko Andreas recokin."
"Oh ya?" Andreas balik bertanya. Tidak terima pernyataannya disahuti seperti itu. Andreas mengepalkan kedua tangan kala amarah meledak-ledak memenuhi dada. Rahangnya menegang ketika menghardik, "Kamu nggak mikirin konsekuensinya. Itu hal paling bodoh yang kamu lakukan. Kamu cenderung bekerja spontan, menggebu-gebu pas ada semangat, dan—"
"Ya itu karena aku suka pekerjaanku, Ko!" Prista memotong. Volume bicaranya meninggi, tanpa sadar membentak kasar Andreas. Napas Prista tersengal akibat kekecewaan serta kepercayaan diri yang menciut sampai matanya berkaca-kaca ketika menatap Andreas penuh kemarahan. Nadanya bergetar hebat saat melontarkan, "Percaya sama aku aja kayaknya susah amat? Aku sedang berusaha jadi lebih baik, jadi MUA dengan bayaran tinggi dengan ikut kompetisi dan lain-lain. Aku cuma minta Ko Andreas percaya, mendukung mimpiku, dan bantu aku melalui support emosional aja. Kenapa sesusah itu dukung adik sendiri? Kenapa selalu meremehkan aku yang sudah berjuang susah payah? Apa mencintai pekerjaan sendiri itu salah? Aku mau yang terbaik untuk diriku sendiri dan Ko Andreas nggak pernah mau mengerti itu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Get Ready With Me
Romance"Sekonyol dan semustahil apapun mimpimu, dunia nggak akan mengalahkan selama Tuhan berkehendak. Yang menuntun langkahmu itu Tuhan, bukan manusia. Kenapa kamu sangat insecure?" *** Prista, si make up artist amatir, memiliki segudang impian. Di tengah...