Hadir Kembali

16 2 1
                                    

"Sa, maaf bikin kamu nunggu lama. Biasalah, kejebak macet di Menteng. Oh, iya, ada yang mau aku omongin sama kamu." Dehit, sahabat Asa, segera mendatangi meja makan yang telah dipesan Asa satu jam sebelum Dehit datang. Asa paham betul akan kebiasaan sahabatnya itu dan sudah termaafkan secara otomatis. Asa tidak berhenti meneguk es kopinya. "Sa, ini soal Bakhtiar." Dehit melanjutkan perkataannya sembari meletakkan sling bag-nya di atas meja.
Asa mulai berhenti meneguk es kopinya dan beralih pandang menuju sahabatnya yang baru saja mengucapkan nama 'Bakhtiar', seseorang yang telah menenggelamkannya dalam lautan luka dalam. "Hit, please, ganti topik obrolan", ucap Asa sembari mengeluarkan handphone-nya.
Hati Asa berdesir tiba-tiba. Nafasnya berubah menjadi tak karuan. Bibirnya bergetar tanpa diminta. "Oh, iya, Hit, gimana kabar dosen yang ngejar-ngejar kamu tanpa ampun itu? Ha ha ha", Asa mencoba mengalihkan topik pembicaraan. Dehit menghembuskan nafasnya dan membenarkan posisi duduknya. " Mau sampai kapan, sih, Sa, kamu terus-terusan menghindar tiap kali aku bilang soal Bakhtiar?".
Deg. Jantung Asa berdegup lebih cepat dari biasanya. Tangannya bergetar hebat tiap kali mendengar namanya. "Aku nggak peduli lagi, Hit, sudahlah jangan sebut lagi nama itu", lagi-lagi hanya itu yang menjadi jawaban Asa.
Dehit tersenyum simpul, pertanda Ia paham betul akan sahabatnya yang selalu berdusta atas perasaannya. Dehit menimpali, "Kamu bisa bohongin aku, kamu bisa bohongin semua penghuni bumi; kecuali diri kamu. Sa, kamu nggak bisa bohongin diri kamu sendiri. Kalau muka sampai pucat begitu, apa masih bisa bilang kalau kamu nggak peduli lagi?", Dehit mengedipkan sebelah matanya, mengisyaratkan bahwa Ia tidak dapat dibohongi oleh sahabatnya sendiri. "Tapi, Sa, ini benar-benar penting. Ayolah, dengarkan sahabatmu ini bercerita", Dehit melanjutkan perkataannya.
Dengan berat hati, Asa mempersilakan sahabatnya untuk bercerita. Asa mengangguk. Dehit bersiap untuk memulai ceritanya. " Tadi aku ketemu sama Adenia, masih ingat Sa? Adenia adik Bakhtiar", Dehit berhenti bercerita karena merasa ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokan. Asa mengangguk pertanda Ia masih mengingat semuanya dengan baik. Dehit melanjutkan ceritanya, "Adenia cerita kalau Bakhtiar nggak jadi nikah sama calon yang dijodohin sama ibunya. Alasannya, 1 bulan setelah kamu putus hubungan sama Bakhtiar, dia mencoba buat ikhlas jalanin hubungan sama Akshita. Tapi setelah 1 tahun mereka pacaran, Bakhtiar di khianati. Akshita selingkuh sama laki-laki bule, temannya sendiri selama kuliah di luar negeri. Dan sekarang, Bakhtiar mencari kamu, Sa", Dehit mengakhiri ceritanya dengan sedikit bergumam.
Asa kaget bukan main. Tak dapat dipungkiri, Asa merasa ada getaran hebat dalam dirinya yang terus mendorongnya untuk menanyakan bagaimana kabar Bakhtiar saat ini, bagaimana perasaannya saat ini padanya, atau bahkan menanyakan masihkah ada namanya di dalam hati dan fikiran Bakhtiar.
Asa menepuk dahinya dengan sedikit bertenaga. "Ingat, Sa, kamu milik Rega sekarang. Jangan jahat, Sa, jangan", gumam Asa lirih, bahkan nyaris tak terdengar sedikitpun suara. Dehit mengernyitkan dahinya, " Hey, Sa, are you ok?".
"Hit, aku duluan ya, Rega nungguin di depan dari tadi. Bye", Asa segera meninggalkan sahabatnya dengan langkah yang sedikit lebih cepat.
Dehit menggelengkan kepala sembari berdecak melihat tingkah Asa yang berubah menjadi salah tingkah.
***
Adenia menghampiri Bakhtiar yang seharian berada di dalam kamarnya. Bakhtiar duduk di salah satu kursi yang berada di pojok kamarnya dengan memandangi foto tanpa sedikitpun menoleh ke arah adiknya. "Kak, tadi aku ketemu Kak Dehit." Adenia mendekati Bakhtiar yang terus saja memandangi fotonya bersama Asa. "Kak Dehit sahabat baik Kak Asa", Adenia melanjutkan ucapannya.
Bakhtiar mendongakkan kepalanya. Ia memandangi wajah adiknya dengan penuh antusias. Matanya yang sayu, kini berbinar setelah mendengar nama 'Asa', wanita yang pernah Ia lukai hatinya namun begitu sangat dicintainya. "Bagaimana kabarnya, dik? Aku rindu, benar benar rindu", Bakhtiar mencoba berbicara walau suaranya terdengar sangat parau.
"Kak Dehit bilang kalau kak Asa sudah bersama laki-laki yang membebaskan dirinya dari kegalauannya, Kak" Adenia menjawab pertanyaan Bakhtiar dengan sedikit tidak tega. Bakhtiar tidak sepenuhnya faham atas jawaban adiknya. "Maksudmu Asa sudah menemukan penggantiku?".
Dengan sedikit rasa takut mengecewakan perasaan kakaknya, Adenia menganggukkan kepalanya. Ia membenarkan pertanyaan yang Bakhtiar ajukan.
Bakhtiar menundukkan kepalanya dalam dalam.
***

Hakikatnya adalah sederhanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang