Sore ini, ia tertawa.
Betapa benak ini bahagia melihat sunggingan itu lagi.
Namun cinta? Siapa bisa paksakan?
Ia tak tertawa untukku.Kemarin, aku tersadar bahwa mencinta tak selamanya butuh jawaban.
Aku juga tersadar, tak selamanya yang kita kejar akan menoleh kearah kita.
Tapi siapa yang bisa kau paksakan untuk selalu rela melihat orang yang kau cinta pergi begitu saja?Betapa manisnya tawa itu.
Namun aku bukanlah semut pertama yang menikmati gula itu.
Melainkan si cantik itu.Siapa aku dibandingkan dia?
Dari segi apapun, aku bukan siapa-siapa dimata si cantik itu.
Aku ibarat butiran debu, dan ia piala mengkilap keemasan.Aku sadar pula, kamu benar memilihnya.
Cinta, mengapa kau membawaku pada ketidaksempurnaan?
Cinta, mengapa lagi-lagi kau buatku membenci diriku sendiri?
Cinta, mengapa aku mencintainya terlalu dalam bahkan ini menyakiti diriku sendiri?
Cinta, mengapa kau pertemukan dia dengan ku?
Ia bukan milikku, cinta.
Ia tak pantas menjadi milikku.
Ia lebih pantas dengan si cantik itu, bukan aku.
Ia pantas memberikan tawanya pada si cantik itu, bukan aku.Biarkanlah tangisanku mengalir walaupun ada kebahagiaan dihatiku ketika ku lihat tawa itu.
Biarkanlah hatiku berdarah melihat ia bahagia, jika ia memang benar bahagia walau tanpa aku.
Biarkanlah aku jatuh bangun melupakannya, jika benar cintanya bukan untukku.
Biarkanlah aku sakit hati, walau ia sedang bahagia.Kebahagiaan dan cintanya adalah yang utama untukku, Cinta.
Sore ini, mataku lebam karena air mata.
Namun sore ini, aku bersyukur dapat melihat kebahagiaan pada dirinya,Walau bukan karena aku.
Tuesday, 21th of March 2017
17.43
KAMU SEDANG MEMBACA
Antologi : Hari-hari Bersamamu [COMPLETED]
PoetryAda kala cinta menggoda. Ada kala cinta menyakiti. Ada kala cinta meragukan. Ada kala cinta menyembuhkan. Ada kala cinta membiarkan. Ada kala cinta melepas. Ada kala cinta menyadari. Siapa yang tahu soal cinta? Akupun tidak. Tapi aku tahu persis, pe...