Freya P.O.V
------Aku melenguh ditempat tidurku saat tiba-tiba saja seseorang membuka jendela dan membiarkan sinar matahari menyilaukan mataku.
Bibi Urbana. Dia perempuan paruh baya yang merawatku sejak kecil. Tepatnya semenjak aku kehilangan mama beberapa tahun yang lalu.
"Nona, tadi ada telepon dari Pak Praja." ucapnya sambil membuka lemari dan memilih beberapa setelan pakaian untuk kugunakan nanti.
"Papa bilang apa?" tanyaku masih dengan urusan mengumpulkan kesadaranku sambil duduk dipinggiran tempat tidur.
"Pak Praja tadi minta supaya non jemput mas Aron nanti siang di bandara."
"Siapa?" tanyaku alih-alih tak yakin dengan permintaan Papa.
"Pak Aron, non." jelasnya.
"Aaron maksudmu?" tanyaku sekali lagi dengan menyesuaikan penyebutan nama pria itu.
"I-iya maksud saya itu," Urbana sedikit gugup melihat ekspresiku yang sinis menanggapinya. Jelas saja, dia pasti masih ingat gimana pertengkaranku dengan Aaron terakhir kali di apartemen ini. Mungkin karena itu bibi takut mengungkit tentang Aaron padaku.
"Jadwal saya padat. Nanti saya yang hubungi Papa." jawabku dengan malas.
"Baik, nona."
------
*Ting* Pintu lift terbuka.
Aku berjalan melewati kubikel-kubikel di sepanjang kiri-kanan lorong menuju ruang kerjaku. Tadi Urbana menyiapkanku setelan dengan atasan bloush dan blazzer berwarna putih serta celana kain warna hitam.
"Pagi, bu."
"Pagi, Nina. Udah sarapan?" tanyaku berbasa-basi sambil melihat agenda yang disodorkan oleh Nina. Dia sekretarisku selama di kantor. Perempuan paruh baya yang mungkin sedikit lebih tua dari bibi Urbana.
Jangan menghakimiku. Tentu saja aku memperlakukan Nina dengan baik. Meskipun dia sudah tua, tapi dia tetap senang bekerja keras. Saat ini dia belum mau resign, aku kurang tahu alasannya. Dia tidak pernah memberitahuku.
"Sudah, bu. Sarapan hari ini enak." pungkasnya. Aku menatapnya sekilas entah mengapa aku merasa lega setiap kali Nina bisa senang seperti itu. Aku hanya menggangguk dan mengembalikan agenda yang sudah selesai kuperiksa.
"Saya masuk dulu. Berkas untuk meeting tolong bawa semua ke meja saya." ucapku dan langsung memasuki ruangan kerja.
"Oke siap, bu."
------
Kuperhatikan jam tangan Gucci dipergelangan tanganku.
10.49 A.M
Kututup tumpukan berkas yang sedari tadi sudah kuperiksa. Agenda hari ini sejujurnya cukup menguras pikiran. Papa mempercayakan beberapa proyek pembangunan resort kepadaku salah satunya di Lombok, Indonesia. Sementara aku harus tetap menghandle bagianku di Noseec. Tentu saja aku cukup bangga dengan kemampuan multitaskingku, walau kadang aku cukup kewalahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
North With (out) South
RomanceKita ini adalah cerita yang tak pernah usai. Benci aku sekuatmu, lupakan aku sejauh mampumu. Tapi jika kau gagal, jika kau lelah, atau jika apapun. Pulanglah, cintai aku kembali. * "Pintar, cantik, kaya mentereng dan jangan lupa dengan sikap jutekny...