Rabu Malam, Aku Kalut.

803 44 4
                                    

Aku melukainya.
Salahku aku melibatkannya pada masalah ini.
Masalah yang tak seharusnya ia ketahui, masalah yang harusnya hanya aku dan Tuhan yang mengerti.

Aku tak sangka ternyata kau akan pergi secepat itu,
Dan kau akan pergi dari kehidupanku.
Yang baru saja berwarna semenjak kehadiranmu.

Lagi-lagi senyum itu timbul di tengah terangnya bintang-bintang di langit.
Namun hari ini, aku tak melihat sunggingan itu.

Dan cinta? Kemana kau pergi?
Hati ini perih saat tahu ini pertanda aku harus melupakan,
Sedangkan aku baru saja belajar cara mencintaimu lebih dalam.
Dan apakah harus secepat ini, Cinta?
Saat ku baru saja punya kesempatan untuk mengenalnya lebih jauh?
Saat ku baru saja bisa tersenyum kembali?
Kenapa kau harus renggut lagi kebahagiaanku, Cinta?

Memang mereka benar.
Walaupun kau lihat jutaan bintang di langit, kau pasti akan fokus pada yang paling terang.
Tapi mereka juga benar.
Bahwa setelah kau berkedip, kau pun bingung harus menatap yang mana lagi.

Tapi untukku, kapanpun aku berkedip, kamu semakin terang.
Tapi-tapi lagi, aku tak boleh lagi jatuh untukmu.

Malam ini, angin lebih tajam dari pisau di dapurku.
Angin menoreh lembut hatiku dan membiarkan hatiku meneteskan jutaan kenangan untuknya.
Aku tahu maksud Cinta adalah membuatku bahagia.
Tapi aku lebih tenang harus mencintainya diam-diam walau itu menyakitiku.
Puisi kali ini disponsori oleh kata Tapi.
Dan malam hari ini, aku jatuh lagi.

Rabu malam ini, angin tak ingin berkompromi padaku.
Begitu pula cinta, selaksa berteriak manis di telingaku,

"Bukan, sayang. Ia hanya pemanis dalam hidupmu."

Dan kini, aku harus mulai langkahku melupakanmu.

Wednesday, 22th of March 2017
20.14

Antologi : Hari-hari Bersamamu [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang