Chapter 15

27.3K 2.6K 416
                                    

Maafkan kalo ada typo.
Tandain aja, nanti aku edit.
Walaupun masalah typo ini pasti jadi urusannya sis @raadheya
😂😂😂

Happy Reading 😁

***

Pernikahan mereka sudah berjalan selama satu minggu. Tetapi Jordan belum mengunjungi kamar Eliza untuk menyempurnakan pernikahan mereka. Ia bukan tidak mau menyempurnakan pernikahannya, tapi ia tidak bisa!

Tidak bisa dalam artian ia takut pertahanan dirinya runtuh berkeping-keping setelah penyatuannya dengan Eliza. Sebagai akibatnya, tubuhnya tegang seakan siap menghadapi pasukan Napoleon dalam pertempuran Waterloo.

Matanya terpejam. Ingatannya kembali pada hari bersejarah baginya. Hari di mana dirinya terikat oleh janji pernikahan di hadapan Tuhan. Sebagian dirinya menganggap bahwa peristiwa itu hanya lelucon baginya. Sebagian lagi merasakan ketakutan yang amat sangat. Ketakutan yang menyebabkan dirinya tidak membuka pintu penghubung di kamarnya dan memiliki Eliza seutuhnya.

Perasaannya pada hari sakral itu benar-benar membuatnya frustrasi. Keinginan yang besar untuk meninggalkan altar sangat besar. Anehnya, dorongan untuk pergi hilang seketika ketika pelayan pribadinya memberikan kode saat mempelainya sudah tiba.

Dirinya tidak menyadari jika selama beberapa detik ia menahan napasnya. Melihat Eliza begitu indah dengan gaun pernikahan yang membalut tubuh tinggi dan anggunya. Matanya tidak bisa ia alihkan dari pemandangan tersebut. Menunggu Eliza tiba di sampingnya terasa seperti selamanya.

Ketika Eliza tiba dan Durham menyerahkannya, pikiran nakal Jordan menyerbunya. Ia ingin melarikan diri. Menarik Eliza bersamanya dan bercinta dengan Eliza saat itu juga. Semua karena lekuk menggoda dari tubuh Eliza.

Erangan dalam yang parau keluar dari tenggorokan Jordan. Matanya mengerjap untuk mengusir bayangannya mengenai kemolekan tubuh Eliza yang mengenakan pakaian pengantinnya.

Jordan berdiri dari duduknya di tepi ranjang. Ia mendekati pintu penghubung. Menelan ludah dengan kasar ketika ia mendengar desiran halus gaun tidur Eliza yang bergesekan dengan lantai. Apakah ini hanya imajinasinya? Jordan mengacak rambutnya dengan frustrasi. Sepertinya ia sudah mulai gila.

Dengan perlahan, Jordan semakin mendekati pintu penghubung di salah satu sisi kamarnya. Pintu itu tidak dikunci. Karena Jordan memastikannya demikian. Ia meletakkan tangannya di gagang pintu dengan hati-hati agar tidak menimbulkan suara meskipun Jodan tahu semua pintu dan jendela di rumahnya selalu rutin diminyaki agar tidak menimbulkan bunyi yang membuat siapa pun meringis ketika mendengarnya.

Jordan menghela napas dan menghitung hingga sepuluh sebelum memberanikan diri membuka pintu penghubung. Setelah hitungan kesepuluh ia kembali ragu dan melepaskan tangannya dari gagang pintu.

Ya Tuhan, ini benar-benar membuatnya gila. Inilah alasan mengapa Jordan ingin menempatkan Eliza di sayap timur. Jauh dari pandangan mata dan pendengarannya. Tapi dengan keras kepala, Eliza memotong perkataannya dan memutuskan untuk menempati kamar utama duchess.

Seperti pengecut, satu minggu ini Jordan berusaha meminimalisir pertemuannya dengan Eliza. Ia akan menyempatkan diri sarapan bersama di ruang makan dan makan malam di kamarnya atau sarapan di kamar dan makan malam bersama. Bukan hanya seperti pengecut tetapi ia berubah menjadi pengecut. Gila dan pengecut. Sungguh kombinasi yang memuakkan.

Jordan menghela napas dan kembali ke tempat tidurnya. Ia menutupi mata dengan lengan kanannya yang kekar. Berusaha menenangkan pistolnya yang satu bulan ini belum juga digunakan.

***

Eliza berjalan hilir mudik di kamarnya. Ia selalu terlonjak dan berhenti dari kegiatannya ketika telinganya menangkap bunyi kecil yang sepertinya berasal dari kamar sebelah. Ia menggigit bibir bawahnya. Antisipasi hebat memenuhi rongga dadanya.

Pleasures Of a Wicked Duke [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang