CHAPTER #1

43 9 13
                                    

     "Sial... kenapa ini harus terjadi...". Kata Asai berbicara dalam hati, ia yang terjebak di tengah badai salju di gunung Owari.

     "Tak pernah kuduga... kami akan tersesat ketika mendaki gunung Owari. Tapi tak ada yang bisa kulakukan terhadap badai salju yang menghalangi pandangan kami 5 meter kedepan ini... Aku tak pernah mengalami angin dan salju yang seperti ini. Sekarang kami kehilangan arah. Seharusnya, kita sudah berada di rumah persinggahan ketiga di gunung ini... seharusnya kita sudah mendekati puncak... Tapi, malah tersesat di wilayah yang sama sekali tak dikenal begini...". Lanjut Asai yang masih berbicara dalam hati, lalu ia melirik ke arah Ishikura yang tengah terbaring diselimuti oleh selimut musim dingin yang tebal.

     "Tambah lagi... Kecelakaan itu". Kata Asai sambil mengingat kejadian waktu itu, disaat mereka sedang mendaki dan tiba-tiba Ishikura terpeleset, membuat dirinya terayun-ayun, dan tiba-tiba lututnya membentur batu yang menempel di tebing es yang mereka daki, akibat benturan tersebut, kaki Ishikura mati rasa, dan membuatnya tak bisa berjalan.

    "Kami adalah anggota klub pendaki yang dua tahun sekali mendaki gunung Owari. Jadi, ini seharusnya hal yang gampang. Kami dijadwalkan untuk pergi sebagai grup. Tapi, karena satu persatu anggota membatalkan keikutsertaannya karena ada acara lain, yang tersisa hanya kami berdua.".Kata Asai yang masih berbicara didalam hati.

     Angin musim dingin bertiup kencang. Asai terus berbicara didalam hatinya, sesekali ia melihat Ishikura yang terbaring lemah.

     "Jika badai yang menghalangi jarak pandang ini terus berlangsung. Lebih dari beberapa jam kedepan, bakal berat jadinya.". Kata Asai, sejenak ia melihat kedepan, lalu melihat Ishikura yang masih terbaring lemah.

     "Tidak... bahkan meski saljunya berhenti, dia sudah tidak bisa berjalan... Aku bisa saja menggendongnya dan berjalan. Untuk mencoba menemukan rumah persinggahan... tapi... merepotkan sekali.". Pikir Asai yang masih melihat Ishikura.

     "Maafkan aku...". Kata Ishikura yang tiba-tiba terbangung dari tidurnya, tetapi ia masih tidak bisa berdiri.

     "Hmm..". Kata Asai yang mulai mendekatkan telinganya untuk mendengarkan Ishikura.

     "Membuatmu terlibat dalam keadaan seperti ini... inilah yang kudapatkan karena terselip langkah... jika aku tidak membuat kesalahan, badai ini bukanlah masalah, karena kita sudah akan berada di rumah persinggahan... Aku tahu kita sudah dekat...". Kata Ishikura yang masih terbaring lemah seperti orang sekarat.

     "Tepat sekali... karena itu bertahanlah... mudah untuk menemukannya setelah badai salju ini agak mereda. Kau benar, rumah persinggahan itu pasti sudah dekat... dan aku bisa membawamu ke sana setelah badai salju ini berakhir.". Kata Asai.

     "Lupakan saja!". Jawab Ishikura yang wajahnya lemas dan sangat pucat.

     "Jangan bicara yang mustahil. Beratku 80 kilo dan hanya orang yang benar-benar gesit yang bisa mencapai rumah persinggahan dengan cara itu. Kita berdua bisa mati.". Lanjut Ishikura yang telah putus asa.

     "Kau harus meninggalakanku!". Ucap Ishikura yang wajahnya masih terlihat pucat, matanya setengah tertutup.

     Asai hanya terdiam mendengar Ishikura berbicara seperti itu.

     "Aku bukan lelaki yang beruntung. Kalau saja tidak kehilangan banyak darah, mungkin aku bisa bertahan semalam dengan kaki yang patah. Meski dalam badai seperti ini. Dengan begitu, aku bisa percaya kau akan kembali dan menjemputku di pahi hari. Tapi, aku kehilangan terlalu banyak darah, kakiku membeku.". Ucap Ishikura yang telah dihantui oleh keputusasaan.

     "Ishikura...". Kata Asai sambil mendekati tubuhnya ke arah Ishikura.

     "Aku tidak punya terlalu banyak hal untuk disesali...". Lanjut Ishikura. Asai yang mendengarnya bingung.

CONFESSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang