Masuk ke dalam kamar di pavilliun belakang Delicious La Fonte Resto, jujur saja adalah hal yang begitu berat Divo lakukan.
Sekitar dua jam yang lalu, ia sudah menyerahkan surat pengunduran diri pada Clarinet Ashley dan betapa tidak tahu malunya dia bisa kembali berada di sana.
Dengan sedikit membungkuk untuk meraih kembali kopernya, "Julie Ashley," nama wanita itu kembali ia sebutkan dengan setengah berbisik.
"Aku sudah mengirimkan nomor ponsel barumu padanya, Brother. Bersabarlah. Segala hal yang baik, tentu saja tidak mudah di dapat. Layaknya tepung gandum yang harus kau tekan-tekan untuk menjadi seporsi Sapagethi Bolonase, kau harus memiliki trik khusus agar bisa mempersingkat waktu dengan hasil yang tetap memuaskan untuk dirimu dan dia, tentunya," namun ucapan lirihnya, disambut oleh barisan kata-kata dari mulut Jamie Delamano.
Tak ingin membalas ucapan tersebut untuk lima detik pertama, "Kenapa kau berikan padanya? Bukankah sudah kukatakan, jika aku memakai ponsel hanya untuk bisa berkomunikasi dengan ibuku? Kau terlalu lancang, Jamie! Kau berikan pada siapa lagi nomor ponselku ini, hah?" Divo akhirnya bersuara kembali.
"Jangan banyak berdiplomasi, Chef. Sebaiknya Anda cek isi ponsel itu sekarang," dan tetap saja jawaban renyah itu yang Jamie lontarkan kemudian.
Meninggalkan Divo dengan kekesalan yang masih melekat, adalah sikap yang acap kali Jamie lakukan. Akan tetapi gerutuan itu tak berlangsung lama, ketika ponsel di saku celananya memperdengarkan suara notifikasi pesan.
From : +17848562558
Apa kau sudah makan? Aku berencana akan membuat Salad Cobb di pantry lantai dua. Semua bahan sudah lengkap, hanya saja aku tak menemukan lokio di sini. Bisa membantuku? Ini aku, Julie.
"Hufttt..." kemudian terdengar helaan napas panjang dari bibirnya, ketika tahu Julie Ashley adalah pengirim pesan tersebut.
Sempat menyimpan kembali koper di pinggir lemari, Divo pun mengeluarkan apron yang tersimpan di dalam kamarnya, sebelum melaju menuju ke arah pantry utama.
Sayangnya situasi nampak sangat tidak mendukung di sana, "Kau?"
"Maaf. Kau tak membalas pesanku tentang lokio itu. Jadi aku berencana--"
"Naiklah. Akan aku buatkan Salad Cobb dalam waktu dua puluh menit," karena ia tak sengaja bertemu dengan Julie Ashley di depan tangga, menuju ke pantry utama.
Sedikit kikuk, Divo menyuruh Julie untuk menunggunya di pantry lantai dua, "Kau tidak perlu repot-repot melakukannya. Aku ingin membuatnya sendiri, karena aku tidak ingin memakai bacon di Salad itu nanti. Cepat berikan lokio untukku, Divo. Perutku sudah lapar sekali," namun gadis itu menolaknya.
Bacon yang biasanya sangat ia gemari, terpaksa menjadi alasan saat itu.
"Kenapa kau tidak ingin makan Bacon? Bukankah tadi pagi kau makan roti lapis yang dibuat oleh Jamie? Kau tahu tidak dia memakai cacahan bacon untuk isiannya?" sahut Divo membuat Julie menegang di tempat.
Dua detik memutar otak, jawaban pun meluncur tanpa bisa disaring terlebih dahulu, "Tentu saja aku tahu. Maka itu aku tidak ingin Salad Cobb buatanku memakai Bacon lagi. Aku bosan memakannya. Lagi pula yang kubutuhkan adalah lokio, jadi cepat berikan dan pergilah tidur agar kau bisa memasak dengan baik untuk pesanan wedding organizer besok pagi."
"Baiklah. Terserah kau saja. Aku memang sudah mengantuk saat ini," dan Julie tercekat dengan air ludahnya sendiri, karena ia tak menyangka Divo akan berkata demikian.
Ia bahkan semakin tertegun saat Divo berpamitan padanya, "Ini lokionya. Simpan saja peralatan yang kau gunakan di bak pencucian piring dan jangan lupa mengunci pintunya," karena sesungguhnya Salad Cobb dan lokio adalah ide yang ia buat untuk bisa meminta maaf.
Kendati begitu, mulutnya tak dapat berbuat apa-apa untuk menahan Divo sedikit lebih lama di sana, "Arghhh...!"
"Julie! Ada apa?!"
"Heh? Ti..tidak! Ak..ku... Ak..ku hanya... Jariku--"
"Astaga! Kau memotong jarimu? Sudah kukatakan untuk menunggu, bukan. Lihat apa akibatnya," namun semuanya tiba-tiba berubah seperti apa yang ia inginkan.
Telunjuknya yang tidak sengaja tersayat pisau dan mengucurkan darah, bahkan sangat disyukuri Julie kala itu.
"Maaf. Aku tidak sengaja melukai jariku sendiri," karena organ tubuh yang sudah berada dalam mulut Divo itu, nyatanya mampu membuat wajah Julie memerah seketika.
Sayangnya Divo tak terlalu memperhatikan apa yang terjadi dalam diri Julie saat itu, karena dengan cepat ia berbalik dan mengambil kotak obat.
Dua menit pun berlalu dengan keadaan Divo yang sibuk memasang plester di jari telunjuk Julie, lalu di menit berikutnya setelah gadis itu mengucapkan rasa terima kasihnya, "Ayo kita naik ke pantry lantai dua. Biar aku saja yang membuatkan Salad Cobb itu untukmu," Divo menarik pergelangan tangan Julie menuju ke lantai dua.
Sesampainya di sana, Divo segera memasang apron dan mengambil bahan-bahan dari lemari es.
"Biar aku sa--"
"Diam dan duduklah di sana, Julie. Aku tidak ingin melihat jari telunjukmu teriris sekali lagi," lalu ia mulai memotong dada ayam, setelah berhasil membuat Julie tak berkutik.
Dalam keadaan diam dan mengamati bagaimana Divo bermain dengan pisau dan juga alpukat, "Dia terlihat tampan jika sedang mengunakan apron gelap itu. Kenapa dia tidak bersikap seperti lelaki lainnya yang lebih mengutamakan keromantisan daripada sebuah komitmen? Bagaimana bisa menikah tanpa merasakan lebih itu terlebih dahulu? Apa dia pikir pernikahan yang ditawarkannya itu mudah bagiku? Daddy dan Mommy saja baru menikah setelah aku lulus dari elementary school. Bagaimana bisa dengan mudah berpikir sampai ke sana? Oh, God! Aku bisa gila jika kami menikah dengan konsep saling memendam berbagai hal seperti ini. Tidak bisa!" Julie meracau serentetan duga-dugaannya terhadap sikap yang Divo tunjukkan beberapa jam lalu saat berpamitan untuk pergi dari Delicious La Fonte Resto.
"Kau melamun? Bagaimana dengan tomat? Kau ingin aku menambahkan itu juga atau tidak?" tapi pikiran itu buyar saat Divo menarik hidungnya.
Tak pelak, sikap kikuk Julie tunjukkan dengan intonasi suara yang naik satu oktaf di sana, "Kau!"
"Apa? Kau dengar tidak yang kutanyakan tadi? Kau ingin aku menambahkan tomat di Salad Cobb ini atau tidak? Aku tidak ingin kerja dua kali, hanya karena tomat seperti saat kau menyuruhku membuat Tuna Sandwich kemarin," namun tak ada lagi jawaban yang keluar dari mulut Julie, ketika Divo mengatakan demikian.
Ketika Divo kembali berdeham, "Hemmm... Tomat apa yang akan kau gunakan itu? Aku bukan tidak suka memakan buah tomat. Aku hanya tak suka jenis tomat beef yang biasa dipakai di restauran kita. Jika Daddy masih ada, dia akan menyediakan tomat plum setiap kali berbelanja ke pasar, dan akulah penyebab mengapa bahan makanan itu di beli," Julie pun berhasil mendapatkan alasan atas perkara Tuna Sandwich yang tak sempat mereka bahas kemarin pagi.
Akan tetapi kemenangan masih berada di pihak Divo, "Aku sudah tahu, Julie. Aku juga sudah minta maaf, karena tak sengaja mencampurkannya untukmu, bukan? Harusnya kau jangan melamun, agar kau tahu jenis tomat apa yang saat ada di tanganku. Memangnya ini tomat plum atau tomat beef, hem?" karena chef tampan itu nyatanya mampu membuat wajah cantik Julie kembali memerah di sana.
Dua menit setelahnya, Divo sudah selesai menyiapkan sepiring Salad Cobb untuk Julie bersama dengan segelas Cucumber Juice, "Setelah selesai menyiapkan pesanan dari wedding organizer itu, aku akan pergi ke Ottawa untuk meminta kesediaan Destiny kembali ke sini. Aku tak punya alasan untuk terus berada di Delicious La Fonte Resto, karena yang kuinginkan adalah membuka sebuah bistro masakan Indonesia."
"Divo, aku--"
"Hem, itu benar. Kau adalah alasan mengapa aku tetap bertahan mengikuti semua keinginan ayahmu selama ini. Karena yang kuinginkan bukan hanya sekedar berteman atau hubungan tanpa status denganmu," dan ia pun turun dari pantry lantai dua, setelah berhasil menghancurkan perasaan hangat yang sempat dirasakan oleh seorang Julie Ashley.
🥗🥗🥗🥗🥗🥗🥗🥗🥗🥗🥗🥗
To be continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
SEATTLE, LOVE & FOOD [New Version]
Ficção GeralCinta membuat Agradivo Chaniago ingin memiliki Julie Ashley seutuhnya. Ia rela melakukan apa saja, termasuk mengancam untuk mengundurkan diri dari Delicious La Fonte Resto, tempatnya bekerja selama ini. Restauran pasta yang selama ini menjadi sumbe...