Chapter 21

7.5K 435 40
                                    


Sore itu, Kakashi berbaring di ranjang kamar apartemen yang berdebu. Hatinya sedang kacau sehingga ia tak berniat membersihkan kamar yang telah dua tahun ditinggalkannya. Berjam-jam dihabiskannya hanya untuk memandangi foto tim 7. Ia bisa melihat gadis itu tersenyum bersamanya.

Butuh waktu dua tahun untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa gadis itu sungguh mencintainya. Pertemuan mereka di rumah sakit tidak berjalan sesuai keinginannya. Bagaimana cara gadis itu bersikap menunjukkan sebuah tekad kuat untuk melupakan dirinya. Namun, Kakashi yakin bahwa detak jantung gadis itu masih berdegup kencang tiap berdekatan dengannya. Hal itu terlihat dari kegugupan sang gadis tiap Kakashi memandanginya atau rona merah yang mendadak muncul di kedua pipinya yang ranum.

Gadis itu telah tumbuh sangat sempurna dan mempesona. Fakta bahwa gadis itu menunggunya membuat sesuatu di hati Kakashi menyala terang. Digenggamnya kembali kertas harapan Sakura di pohon Momiji. Ia berjanji akan kembali menggantungkannya tetapi dengan isi yang berbeda.

***

Sakura mengambil cuti dari rumah sakit karena ia merasa kepalanya terasa pecah. Ia butuh waktu untuk sendiri sejak pertemuan mereka di rumah sakit kemarin. Hatinya membengkak senang melihat ia kembali namun ia juga sedih saat menyadari tak ada inisiatif dari laki-laki perak itu untuk memulai sesuatu.

"Sakura, aku merasa kau lebih cantik jika rambutmu tergerai."

Cih. Apa-apaan itu? Dasar laki-laki sialan! Sakura menggerutu sebal.

Tapi, bukankah karena hal itu yang membuat Kakashi menjadi sempurna di matamu? Bukankah hal itu yang membuatmu menyukai sosoknya yang konyol? Dia adalah sensei yang mesum tapi mendengarkan curhatmu, melindungimu bahkan dia menyayangimu. Dia menciummu, memelukmu, sahabatmu, kakakmu dan mungkin bisa menjadi kekasihmu.

Sakura menggigit bibirnya sendiri. Perasaannya campur aduk dan ia tidak bisa mendefinisikan perasaan itu sendiri. Apa benar Kakashi berhubungan dengan Mei melihat pertemuan mereka yang biasa saja? Sikap laki-laki itu seolah menunjukkan bahwa hubungan mereka memang telah berakhir. Over.

Siapa yang mengatakan jika kalian menjalin sebuah hubungan? Kau itu hanya menjalani hubungan konyol tanpa status, Bodoh!

Sakura ingin sekali menghajar suara yang terus berdengung di otaknya itu yang semakin menghakimi. Menyudutkannya. Menyadari bahwa suara itu mengungkapkan kebenaran membuat hati Sakura semakin sakit.

Gadis berambut merah muda sebahu yang kini diikat ekor kuda itu memandang siluet matahari yang telah condong ke barat. Debur ombak bergema di telinganya. Ia memejamkan mata mengingat tempat ini adalah tempat ia mengungkapkan perasaan itu pada Kakashi. Tempat di mana laki-laki itu menciumnya tanpa batas seolah ia adalah kebutuhan.

Sakura enggan membuka mata meski ia bisa merasakan cakra laki-laki yang telah dua tahun meninggalkan dirinya sendiri. Langkah kaki laki-laki itu terus mendekat hingga ia bisa merasakan hawa di sekitarnya berubah menjadi panas.

Jangan gugup! Kumohon, jangan terlihat lemah!

Sepuluh menit berlalu tanpa ada sepatah kata pun yang terlontar selain debur ombak dan cicit camar dari kejauhan. Sakura bisa merasakan cahaya matahari seolah meredup meninggalkannya. Ia membuka mata.

Ia tekan hatinya kuat-kuat agar tak menoleh dan mengagumi kesempurnaan wajah laki-laki itu. Dia merasa egois. Harga dirinya seolah lebih penting dibanding perasaannya sekarang. Ia tidak ingin mengalah pada laki-laki itu.

Nyaris setengah jam dan belum juga muncul sepatah kata dari laki-laki itu yang membuat Sakura jengkel setengah mati. Buat apa dia datang menghampirinya jika hanya diam membisu seperti itu? Dasar laki-laki!

(Un)Broken LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang