1.

22 4 0
                                    

Aku terus menatap jendela
Pagi ini langit mendung, dan langit seakan sedang bersedih tetesan demi tetesan air hujan jatuh ke bumi.
   Pagi itu aku kehilangan merdunya suara kicauan burung,entah dimana mereka kini bersembunyi.
"Kalo dipikir-pikir malas juga pergi kesekolah." Gerutu ku pagi itu.
"Argggh...klo bukan karena ulangan fisika nanti aku mungkin tak semalas ini." Kesalku sambil membantingkan pintu.
   Aku langsung membuka payung berlari kecil melewati rintikan hujan. Mengingat jarak rumah ku kesekolah cukup dekat.
 Pagi ini aku tak sarapan, karena tak ada yang menyiapkannya.
Iya...aku tinggal sendiri dirumah kost kecil, sedangkan kedua orang tua dan kakakku tinggal dirumah.
Tidak adil memang,namun aku harus belajar mandiri.

  Langkahku semakin cepat karena hujan semakin deras, walaupun aku memakai payung tetap saja sepatu & bajuku kebasahan. Pemandangan menyebalkan selalu aku lihat di gerbang sekolah,dimana aku bisa menyaksikan teman-temanku turun dari mobil yang diantar oleh orang tua mereka
"Kenapa aku tidak?! Aku punya mama,aku punya papah, mereka punya mobil, aku juga punya kakak. Kenapa aku diasingkan...."
 Sreettt.... percikan air dari genangan air disisi kananku berhasil membuat seluruh pakaian ku basah.
 "Hei... biasa aja bisa kan? Basah nih!" Teriaku kepada pengemudi yg mengemudikan mobil jazz merah.
  Kemudian jendela kiri mobil terbuka, dan betapa aku terkejut, ternyata dia adalah Kai.
" maaf-maaf sopir aku gak sengaja, maaf ya..." kai meminta maaf dengan wajah yang cemas.

Sebuah Rasa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang