Jordan berguling dari atas tubuh Eliza. Napasnya masih berkejaran setelah akhirnya berhasil menembak. Ia mengakui bahwa percintaannya dengan Eliza adalah percintaan terpanas dari semua hubungan seksualnya dengan para wanita simpanan atau penyanyi opera yang pernah menghangatkan ranjangnya.
Ia tidak ingin membayangkan bagaimana jika Eliza sudah ahli dalam memuaskannya. Karena tadi, Eliza yang hanya pasrah dan menerima semua perlakuan Jordan saja, dirinya merasa sangat terpuaskan. Ya Tuhan, membayangkan Eliza yang liar ketika mengimbanginya dalam permainan ranjang mereka membuatnya gila dan kembali berhasrat.
Jordan menoleh ke arah Eliza. Napasnya sudah teratur. "Bagaimana? Kita berhasil bukan?" ujar Jordan dengan menggoda.
Semburat merah kembali mewarnai wajah Eliza. Ditambah dengan rambut cokelat mahoninya yang tersebar indah dan agak kusut, membuatnya semakin memesona. "Aku ... yah kita berhasil," ucap Eliza dengan malu-malu.
Jordan menyeringai ketika pistolnya yang masih dalam selubung Eliza kembali menegang. Membuat Eliza terpekik karena terkejut. "Sepertinya kau tidak akan bisa keluar rumah untuk beberapa hari ke depan." Jordan kembali melingkupi Eliza dengan kehangatan tubuhnya.
"Mengapa aku tidak bisa?" cicit Eliza.
"Karena aku akan mengajarimu bagaimana caranya memuaskanku. Memuaskan dahaga kita," ujar Jordan dengan suara parau dan mulai bergerak kembali untuk mengokang pistolnya.
***
Eliza benar-benar tidak keluar rumah selama beberapa hari setelahnya. Bahkan hampir tidak keluar kamar. Jordan benar-benar merealisasikan perkataannya. Ia mengurung Eliza di kamar. Dan kegiatan yang mereka lakukan di kamar hanyalah bercinta, mandi, makan, tidur kemudian kembali bercinta.
Dahaga Jordan seperti tidak pernah terpuaskan. Mereka bercinta seperti membutuhkan udara. Mereka melakukannya lagi, lagi, lagi dan lagi. Eliza sudah tidak bisa menghitungnya. Dan Eliza merasakan perasaan yang luar biasa. Meskipun awalnya, tubuh Eliza terasa nyeri terutama pada bagian paling pribadinya.
Ia tidak pernah tahu sebelumnya jika bercinta adalah proses yang sangat memuaskan. Dan pengalamannya dengan Jordan yang berkali-kaliㅡ sepertinya hingga saat ini pun masih belum terpuaskanㅡmembuat Eliza mengerti mengapa para pria memiliki wanita simpanan atau kekasih gelap mereka.
Sejujurnya meskipun Jordan melepaskannya saat ini, Eliza merasa malu pada pelayan Jordan. Karena mereka tidak pernah sedikit pun keluar kamar. Dan ketika para pelayan mengangkut air untuk mengisi bak mandinya, Jordan akan membawa Eliza ke kamar utama duke. Dan mereka kembali bergumul di sana sementara para pelayan bolak balik mengisi ember mandi Eliza dan melihat betapa berantakan kamarnya. Begitu pun dengan kamar Jordan setelahnya.
Ini sungguh memalukan. Eliza pernah mengungkapkannya pada Jordan. Dan hanya tawa Jordan yang Eliza dapatkan. Membuat Eliza mendengkus keras. Jordan berkata semua pelayannya sangat setia dan akan menjaga mulut mereka. Yah, Eliza tidak akan meragukannya. Karena setelah para pelayan selesai mengisi bak mandi Eliza, ia melihat kamarnya kembali rapi dengan persediaan kayu untuk perapian. Makanan dan pakaian ganti mereka juga diletakkan di ranjang Eliza. Meskipun pakaian yang para pelayan bawa sangat sia-sia. Karena Jordan tidak membiarkan Eliza memakainya pada banyak waktu yang mereka lewatkan.
Saat ini mereka masih bergelung di balik selimut meskipun matahari sudah tinggi. Eliza masih membenamkan kepalanya dengan nyaman di dada bidang dan berotot milik Jordan.
Eliza menggeliat dan mengerjapkan matanya. Tubuhnya pegal karena Jordan kembali mengajaknya berperang semalaman.
Ia mendongak dan mendapati mata biru gelap Jordan sedang menatapnya dengan intens. "Selamat pagi," ucap Eliza dengan suara serak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pleasures Of a Wicked Duke [Revisi]
Narrativa Storica[18+] Rotherstone #1 Jordan Cavendish, Duke of Devonshire, bujangan paling diincar para ibu yang ingin menikahkan anaknya. Tampan, bergelar, kaya. Masa lalu membawanya menjadi Duke yang arogan. Dan ia tidak ingin menikah dalam waktu dekat. Lady Eliz...