Selesai ditulis,
19 April 2019SEOLAH-OLAH seluruh waktu anak didedikasikan untuk sekolah. Pagi-pagi harus bangun, lalu mandi, dan berangkat. Tujuh jam dihabiskan dengan duduk, dengan mata yang berkutat ketat dengan angka-angka sialan yang menyebalkan. Belum lagi, setelahnya, ada eskul atau bimbingan belajar. Dan yang paling penting, malam pun harus belajar. Rasa-rasanya, belajar merupakan prioritas yang memforsir waktu banyak. Penting-tidak penting, sistem pendidikan saat ini terlalu bertele-tele, primitif.
Fashya berdecak sebal karena semalam dia lupa mengerjakan Pekerjaan Rumah yang diberikan guru satu minggu yang lalu. Pikiran Fashya terlalu cetek dan selalu mengandalkan esok. Sebetulnya, bukan hanya salah Fashya. Dirasanya guru cukup mengambil andil yang besar dalam hal ini. Memberikan pekerjaan setiap hari, wajib diselesaikan, padahal pelajaran bukan hanya beliau saja yang memberi. Murid dituntut untuk menguasai semua mata pelajaran, sedang guru terus-terusan memberi pekerjaan.
"Keen, sumpah, gue lupa ngerjain ini PR!" kata Fashya mendramatisir keadaan--jurus paling manjur untuk membuat Keenan luluh--walau tanpa begitu Keenan juga akan memberikan tugasnya pada Fashya.
"Oon banget sih, jadi orang!" kata Keenan, beranjak dari tempat duduknya--samping Arul, menuju tempat duduk Fashya--samping Luna.
Fashya dengan senyumnya yang mengembang mengikuti Keenan dari belakang. "Tck, Keen, sumpah lo pengertian banget deh. Tapi nggak usah repot-repot, gue sih sebenernya bisa ngerjain sendiri." kata Fashya saat Keenan mulai menulis rumus-rumus Matematika--keahliannya.
Keenan menyerigai usil, "bagus deh, gue bisa lanjut main game." kata Keenan sambil bangkit, yang langsung ditahan lengannya oleh Fashya.
"Hahaha, iya gitu. Masalahnya, tulang pengumpil gue lagi rada bermasalah, gitu. Jadi agak susah buat nulis." kekeh Fashya garing, yang juga diketawai oleh Luna.
"Ohh, ya udah, lo yang mikir, Luna yang nulis. Oke nggak, tuh?" goda Keenan lagi, membuat Fashya berdecak sebal. Ini nih yang Keenan sukai, spontanitas Fashya.
"Minggir sana!" usir Fashya.
"Jangan Keen, gue belom juga nih." kata Luna sambil nyengir.
Keenan nampak berpikir, "hmm, tapi lo ngga bisa ngerjain, Lun?" tanya Keenan.
"Hmm--"
"Nah, kalau lo nggak bisa ngerjain, baru deh gue bantu. Kalau yang udah bisa mah, biar dikerjain sendiri. Iya nggak?" goda Keenan mulai menjadi, membuat Fashya mendengus sebal.
Fashya menggeram kesal, "KEENAN ARDHIATAMA!!!"
***
Sumpah, Keenan adalah sahabat paling tega se dunia. Gara-gara aksi dramatis-mendramatis, guru Matematika keburu datang, lalu mendengar keributan Luna; Fashya; Keenan. Jadilah tampang unyu-unyu melas dikeluarkan Keenan. Namanya juga guru muda, gatel, bujang pula. Dan semuanya berakhir di sini. Di tengah lapangan, dengan kantong sampah yang sudah penuh--baik milik Fashya maupun Luna
"Najis lo pake jaim-jaim segala, Fash!" protes Luna sebal.
Fashya meninju lengan Luna lalu mengusap peluhnya, "mana gue tau kalau akhirnya gini." gerutunya.
Mereka menghela napas, duduk di pinggir lapangan yang cukup teduh. Hanya menunggu beberapa menit, sampai bel istirahat berbunyi, maka mereka bisa bebas--setelah mengumpulkan sampah ini kepada Bu Enur. Entah untuk apa sampah-sampah penuh di kresek ini. Sampah ini, diperintah Bu Enur mencari di lapangan sekolah, hitung-hitung membantu tukang kebon. Tapi, Fashya tetaplah Fashya. Dan Luna tetaplah Luna. Sudah lima puluh menit yang lalu--tiga puluh menit setelah dikeluarkan dari kelas, mereka sudah duduk santai di sini. Usut punya usut, mereka mencuri sampah yang ada di bak. Tck.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Police
Teen Fiction[13+] Benci: sangat tidak suka. Namun hati-hati jika benci digubah dengan arti: benar-benar cinta. Bukan oleh KBBI, tapi oleh hati. Jika benci sudah difermentasi seperti itu, maka Fashya hanya akan menjawab bahwa satu-satunya hal yang paling dibenci...