11

5.8K 609 3
                                    

Wanita bernama Yanika itu merengkuh putrinya erat, karena kerinduannya yang begitu mendalam. Surainya pun disentuh lembut oleh sang ibu. Wanita itu tak pernah melupakan aroma khas putrinya.

"Ibu. Aku ingin berjalan," rengeknya. Ia melanjutkan perkataannya. "Aku sehat, dan kakiku baik-baik saja." Ia mengangkat kakinya sebagai bukti. Ibunya terlihat berpikir sejenak.

"Baiklah."

Lisa pun mencengkram kuat lengan sang ibu. Lalu langkahnya mulai ia bangun perlahan. Dia tersenyum lebar karena senang melakukannya.

Gadis itu masih memakai bantuan ibunya, hingga ia melepaskan genggamannya dan mulai berjalan sendiri. "Mom, look at me now!" serunya diikuti dengan gelak tawa.

Namun hampir saja dia terjatuh jika saja Paman Lucian yang masih ada disana tidak menangkapnya. Karena gadis itu terkejut melihat siapa yang baru saja menuruni anak tangga.

Paman Lucian membantu Lisa kembali duduk di kursi roda tersebut.

Kalian ingin tau siapa? Seharusnya kalian tau siapa dia.

Ibunya terlihat bahagia saat menyadari Jungkook berada disana, dengan raut wajah yang sama terkejutnya seperti Lisa.

"Oh yes, she's my daughter. Your step sister, Jungkook." Katanya memperkenalkan keduanya diikuti dengan senyuman lebar bahagia.

Sebaliknya apa yang dirasakan kedua remaja itu. Suram, hampa, sangat membutuhkan penjelasan.

Paman Lucian angkat bicara. Dia tahu apa yang terjadi disini, dan tidak seharusnya ia membiarkan keadaan membeku karena kedua belah pihak yang saling membisu.

"Nam, putrimu butuh istirahat. Kenapa tidak tunjukkan kamarnya."

Yanika menepuk dahinya. "Aku hampir lupa." Dia pun mengambil alih mendorong kursi roda itu. Paman Lucian pun pergi meninggalkan mereka bertiga dan berlari-lari tidak ingin merasakan api yang berkobar dalam diri Jungkook.

"Ayo, Lalice." Ibunya berkata, mengajaknya.

Jungkook menahan tangan Yanika. "Ibu, biar aku saja yang mengantarnya. Sekaligus aku ingin bercakap dengan adik baruku ini."

Yanika terlihat berfikir sejenak. "Oh, ide bagus!" pekiknya.

"Ani, ani. Ibu, bagaimana jika kita bertiga saja? Akan sangat canggung kalau hanya berdua."

Jungkook segera menimpalnya. "Tak perlu, Ibu. Ibu hanya perlu beristirahat, aku yang akan mengantarnya."

"Tidak, tidak. Ibu ikut kami saja."

"Tak usah, Ibu."

Wanita itu bingung harus menuruti perkataan yang mana. Kepalanya kekanan dan kekiri, mendengarkan Jungkook atau Lisa—ia bingung.

"Baiklah, baiklah. Sekarang Jungkook kau antar adikmu, lalu Ibu nanti datang membawakan minuman. Bagaimana?"

Keduanya hanya membungkam.

"Aku anggap itu 'ya' untuk diam."

Jungkook pun membawa Lisa kekamarnya. Kamar mereka bersebelahan. Dan Lisa mengumpat berkali-kali karena rasanya sama saja seperti di neraka.

Laki-laki itu mengunci pintunya saat mereka sampai di kamar Lisa. Tubuhnya berbalik pada Lisa, memandangnya dengan tatapan intens.

Ia berjongkok dihadapan gadis itu, dan menggenggam tangannya. "Kau masih tetap bukanlah adikku, aku tak akan pernah menganggap fakta itu. Aku akan membantah seluruh hubungan ini." Jungkook berbicara dengan suara serak dan penuh keartian.

Lisa menepis tangannya. "Sadarlah. Kau dan aku, adalah keluarga. Selamanya begitu. Itulah kenyataan yang tak bisa kau ubah."

"Kau bukan saudariku."

"Jungkook. Aku adalah bagian dari keluarga ini. Aku adalah saudarimu!"

"Tapi itu hanya sebuah tulisan, Lisa. Disaat ayah dan ibu berpisah, kau bukan lagi saudariku."

"Apa maksudmu? Kau menginginkan mereka berpisah?"

"Aku tidak melihat ada cinta di mata ibumu. Aku tidak melihat adanya rasa ingin melindungi di pandangan ayahku. Aku hanya mendapatkan rasa ingin memiliki."

"Tidakkah kau menyadarinya? Mereka telah menjalin sebuah ikatan suci. Pernikahan adalah sesuatu yang tak bisa kau permainkan."

"Dan kedua orang yang saling mencintai juga bukanlah sesuatu yang mudah dipermainkan, Lisa."

"Kenapa kau seperti ini sih!"

Ditengah pertengkaran mulut mereka, seseorang mengetuk pintu. Jungkook mengabaikannya, dan malah menatap tajam Lisa hingga matanya pun berair.

"Buka pintunya, Jungkook." Ucap Lisa dengan suara kecil. "Buka pintunya. Aku mohon," ucap Lisa parau.

Jungkook menjadi seseorang yang keras kepala. Dia tetap tidak mau membukakan pintu itu.

Sampai sang ibu berkata dari luar. "Lisa, Jungkook, apa semua baik-baik saja?" tanyanya dengan nada khawatir.

Lisa menatap mata itu lekat-lekat, berusaha menembus pertahanan kuat yang Jungkook bangun dan masuk kedalamnya, tenggelam dalam obsidian hazel milik Jungkook. "Aku mohon. Buka pintunya."

Laki-laki itu berbalik dan membuka kunci pintunya sekaligus kenop pintunya. Sang ibu tampil dengan raut khawatir. "Semua baik-baik saja?" tanyanya khawatir.

"Tadi dia terjatuh. Aku membantu mengangkatnya. Aku sudah bilang padanya untuk tidak berbuat yang aneh-aneh. Tapi dia nekat dan berakhir terjatuh dari kursi rodanya."

Yanika menatap putrinya terkejut. "Ya Tuhan, ini berbahaya. Ibu rasa Jungkook harus mengawasi dan menjagamu setiap kalinya. Kau benar-benar aneh, Lalice."

"Ibu, aku baik-baik saja. Tolong jangan berlebihan. Jujur, aku jijik mendengarnya."

"Tapi kau bisa melakukan hal yang tidak-tidak. Aku rasa Jungkook harus mengawasimu mulai saat ini."

Lisa memutar bola matanya. "Yang benar saja. Tidak mau."

Jungkook berbicara. "Aku bisa menjagamu, adikku. Ibu tak perlu khawatir, aku bisa menjaganya."

Ada rasa aneh saat Jungkook memanggilnya dengan sebutan adikku. Karena bukan sebutan itu yang ia dambakan dari mulut laki-laki bernama Jungkook itu.

Sebenarnya, hatinya pun menangis. Tapi, dia pintar menyembunyikannya.

"Jungkook-ssi, jaga adikmu ya." Yanika tidak mendengarkan penolakan putrinya. Dia bersikeras agar seseorang menjaganya.

Namun tanpa diminta pun Jungkook akan menjaganya.

"Tenang saja, Ibu. Dia aman denganku."

Yanika melanjutkan perkataannya. "Mungkin saat kesehatannya stabil, kau tak perlu mengawasinya."

"Arasseo." Tapi, bukan itu yang laki-laki itu inginkan. Karena dia benar-benar takkan melepaskan Lisa dari pengawasannya.

© chainsther


☺☺☺

FugitiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang