Terlihat banyak orang berbondong-bondong menuju ke gang kecil dekat permukiman kumuh. Zahra pun terhenti ketika rasa penasaran menyelimuti hatinya. Ia menghampiri seorang wanita muda yang turut berlarian menuju ke gang bersama orang-orang yang lain.
"Emangnya ada apa sih?" tanya Zahra pada salah seorang wanita itu.
"Ada cowok ganteng berantem! Katanya sih seru banget!" jawab wanita itu dengan bersemangat.
Zahra bertambah penasaran dengan apa yang dikatakan wanita itu. Ia pun ikut-ikutan menuju gang di mana orang-orang sudah banyak berkerumun dan semakin berjubel. Ia masih tidak bisa melihat apa-apa dari belakang. Hingga akhirnya rasa penasaran membuatnya bersikeras menerobos kerumunan orang yang semakin berjubel itu.
Setelah bersusah payah, akhirnya Zahra berhasil menerobos sehingga ia bisa melihat apa yang terjadi. Betapa kagetnya Zahra ketika ia mengetahui bahwa dua orang yang berkelahi itu adalah Julian dan Bagas. Mendapati hal itu, Zahra langsung saja menghampiri Julian dan Bagas yang saling baku hantam.
"Berhenti!" seru Zahra.
Akan tetapi, Julian dan Bagas sama sekali tidak mempedulikan seruan Zahra. Mereka masih saja saling menghantam satu sama lain. Zahra masih tidak berani mendekat untuk melerai karena ketakutan saat ia melihat ekspresi wajah Bagas Julian yang terlihat garang.
"Subhanallah! Mereka berdua keren banget!" Zahra terpana. "Astaghfirullah! Gue malah mikirin yang enggak-enggak! Aduh! Bagaimana ini?"
Perkelahian pun terus berlanjut. Rupanya Bagas terkena pukulan Julian bertubi-tubi dan hanya bisa membalas sesekali. Zahra tidak tega melihat Bagas terkena pukulan keras seperti itu.
"Gue harus bagaimana nih? Keren sih keren! Kalau begini caranya, bisa-bisa ketampanan kak Bagas ilang!" pikir Zahra panik. "Astaghfirullahal Adzim, lagi-lagi aku mikirin hal-hal payah. Haaaash! Gue ini gimana sih?"
Dengan memantabkan hati, Zahra mencoba mencegah Julian dengan memegangi tangan kanan Julian yang kekar itu. Ia berusaha agar Julian berhenti memukuli Bagas yang sudah terkapar di rerumputan.
Julian terhenti. "Apaan sih lo?!" ucapnya jutek pada Zahra.
"Jangan pukuli kak Bagas lagi!" pinta Zahra sambil terus memegangi lengan Julian yang menghantam pipi Bagas.
"Dia yang memukul gue duluan!" jelas Julian.
"Plis!" pinta Zahra.
Julian pun terhenti. Lalu ia berdiri sambil mengusap darah yang menetes di sudut bibirnya.
-----00-----
Di sebuah warung, Zahra membeli obat merah dan plaster luka. Lalu ia membawa barang-barang itu ke halaman belakang kos. Di sana, Julian dan Bagas sudah lama menunggu Zahra datang.
"Zahra!" ucap Bagas dengan menahan sakit saat Zahra menuju ke arahnya.
"Jangan bicara lagi! Nanti tambah sakit." tegur Zahra.
Zahra duduk di antara Julian dan Bagas. Lalu ia mengoleskan obat merah ke pipi Bagas yang mengelupas dan berdarah. Setelah itu, ia menempelkan plaster luka dengan sangat hati-hati. Fokus mengobati. Hanya itu yang dilakukan Zahra saat itu.
"Zahra memang yang terbaik. Dia ceria, lucu, pandai mengaji, dan keibuan," pikir Bagas sambil memandangi wajah Zahra yang serius mengobati lukanya. "Dia memiliki paket komplit. Aku baru menyadari bahwa aku benar-benar menyukainya."
Entah mengapa saat itu hati Bagas terasa deg-degan. Gambaran matanya yang terpukau akan kebaikan hati Zahra terpancar jelas. Gelagat salah tingkah mulai bisa ia rasakan ketika ia semakin lama memandangi wajah tulus Zahra.
Melihat Zahra yang begitu perhatian pada Bagas, entah mengapa Julian merasa ada sesuatu yang aneh pada perasaannya. Marah dan iri bercampur menjadi satu. Rasanya, ingin sekali ia melarang Zahra untuk berhenti memperhatikan Bagas.
"Kenapa gue jealous kayak gini?" Julian bertanya-tanya.
Tapi, Julian tidak bisa melakukan apa-apa. Bukan haknya untuk melarang Zahra memperhatikan Bagas karena ia tahu bahwa ia bukan siapa-siapa. Setelah selesai mengobati Bagas, lalu Zahra berbalik dan mengobati Julian yang hanya luka ringan di bibir. Zahra kelihatan agak canggung saat mengoleskan obat merah ke bibir Julian. Julian pun demikian. Ia juga merasakan hal yang sama. Canggung, deg-degan, teraduk menjadi satu hingga membuat mereka terjepit dalam suatu kondisi yang tidak nyaman.
"Kenapa kalian berkelahi?" tanya Zahra mencoba menghilangkan rasa aneh yang membelenggunya setelah selesai mengobati Julian.
"Dia duluan yang memulai semua ini. Dia mempermainkan adikku, Selvi," jawab Bagas dengan gayanya yang santai dan kalem.
"Salahnya sendiri! Kenapa dia ngejar-ngejar gue?!" tukas Julian dengan arogant.
"Sudahlah! Sesama umat muslim kita harus saling memaafkan, bukan?" ujar Zahra mencoba meredahkan suasana yang mulai memanas.
Julian dan Bagas terdiam saat mendengar ucapan Zahra. Sementara Zahra hanya duduk diam di antara mereka. Keringat dingin mulai menetes dari kening Zahra. Merasa gugup dan salah tingkah. Dua hal itulah yang dirasakan Zahra saat itu. Hingga ia pun menyadari bahwa ia tidak seharusnya duduk di antara dua pria tampan yang membuat naluri hatinya bersiap untuk meledak karena bisikan-bisikan setan mulai mengaung ambigu.
Zahra pun berdiri. Matanya tidak fokus. Tidak memandang Julian dan juga tidak memandang Bagas. "Aku pulang dulu, ya! Masih banyak pekerjaan kampus yang belum kuselesaikan!" ujar Zahra gugup.
"Tidak bisakah lo berada di sini sebentar lagi?!" pinta Julian.
"Kenapa jantung gue berdegup sekencang ini?! Apa ini cinta?! Pokoknya, gue nggak boleh jatuh cinta sama kak Julian ataupun kak Bagas karena gue sama sekali nggak berhak jatuh cinta sama mereka," pikiran Zahra mulai tak karuan.
Julian masih mengharap keberadaan Zahra di sisinya. Entah mengapa dia tidak ingin Zahra pergi dari sisinya.
"Sorry," Jawab Zahra atas permintaan Julian. Lalu ia pun pergi begitu saja.
-----00-----
Di dalam kamar sendirian, Zahra masih memikirkan permintaan Julian barusan. Jantungnya masih berdegup dengan kencang saat ia memikirkan Julian.
"Kenapa begini sih?! Kenapa jantung gue nggak karu-karuan kayak gini?" Zahra bertanya-tanya pada diri sendiri.
Setelah itu, segerahlah ia mengambil sebuah buku dari meja belajarnya. Lalu ia juga mengambil pulpen dan bersiap menulis sesuatu dalam buku tersebut.
Hari ini gue nggak tau dengan apa yang gue rasakan. Jantung ini rasanya berdegup begitu kencang. Dan entah mengapa, gue jadi gugup dan salah tingkah saat gue mengoleskan obat ke bibirnya. Ya Allah! Kenapa jadi seperti ini? Kenapa harus dia? Kenapa hamba harus menyukai seseorang yang tidak seharusnya hamba cintai?
Ya Allah, hamba harap....ini bukan cinta.
Zahra termenung. Sisa-sisa degupan jantungnya masih terasa pekat dan menjerat. Degupan jantung itu terus saja tak mau hilang.
"Pokoknya, gue harus menghilangkan rasa aneh ini secepat mungkin. Ini tidak bisa dibiarkan!" pikir Zahra dengan penuh tekad.
-----00-----
Di dalam kamar sendirian, Julian termenung. Ia masih saja memikirkan Zahra. Entah mengapa pikirannya terpenuhi oleh nama 'Zahra'.
"Kenapa gue jadi mikirin Zahra?! Sejak bertemu dengannya, gue jadi sering mikirin dia. Kadang-kadang, hal itu malah buat gue ngelupain Queenera. Apa gue suka sama Zahra?" pikir Julian yang masih mencari jati diri perasaannya.
-----00-----
Di sisi lain, Bagas pun demikian. Ia juga berpikir tentang Zahra. Ia sering melamun sejak ia menyukai Zahra. Hingga akhirnya Bagas tak kuasa terjebak dalam lamunan. Segerahlah ia mengambil air wudlu dan salat. Setelah itu, ia pun berdoa dengan penuh kekhusu'an.
"Apa yang harus kulakukan dengan perasaan hamba ini Ya Allah? Hamba sama sekali tidak ingin terlarut dalam buaian cinta. Kuatkanlah hati hamba ini, Yaa Allah," keluh Bagas pada Tuhan.
-----00-----
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonderful Heart Zahra
SpiritualBerawal saat Zahra tidak sengaja tertabrak dengan seorang cowok bernama Julian Prasega yang merupakan idola kampus. Tabrakan itu membuat Flash disk penting milik Julian rusak sehingga Julian menuntut Zahra untuk bertanggung jawab atas file-file y...