Sore itu hujan turun deras membasahi tiap sudut terbuka yang mampu dijamah. Ribuan liter air jatuh tercurah seperti untaian panjang manik airmata yang kemudian pecah menyebar, membawa serta udara yang dingin dan lembab, sesekali disertai kerlap cahaya terang yang disusul suara gemuruh di kejauhan. Di sudut ruangan sebuah coffee shop, persis disamping kaca tembus pandang besar bertuliskan “Twosome Place by 51K” –nama dari coffee shop itu- ditengah-tengahnya dan menyisakan pemandangan muram diluar karena hujan yang turun sejak pagi, dua gadis duduk berhadap-hadapan. Didepan mereka, dua cangkir kopi dengan isi tinggal seperempat dan dua potong almond cake yang selalu mereka pesan tiap kali berkunjung ke coffee shop itu dikala hujan.
“Well, elo jadi kan berangkat ke bandung bareng gue sama Hugo?” Ella sekilas melirik gadis dihadapannya, kemudian melanjutkan kegiatan mengutak atik smartphone yang beru beberapa bulan ia beli. “Si Hugo nanyain nih” bunyi keypad yang ditekan-tekan masih terdengar, memandakan Ella masih berkomunikasi dengan Hugo, sepupu dari pihak Ibunya yang baru dua bulan pulang dari Amerika.
“Bukannya kemaren lo bilang dia berangkat bareng ortu nya?” Biru mengerutkan dahi. Diletakkan buku yang sedari tadi ia baca, kemudian meraih cangkir kopi dihadapannya. Sebelum meminum cairan pahit bercampur dengan manis gula dan krim serta beberapa campuran bahan lain yang diracik dalam komposisi serta perbandingan tertentu, ia terlebih dahulu mendekatkan cangkir itu ke Indra penciumannya, menghirup bau harum yang menguar keluar dari cairan kental itu, baru kemudian menyesapnya perlahan.
“Katanya dia musti ngurus kerjaan di kantor bokapnya. Dia kan masih baru di situ...masih banyak yang musti di pelajarin atau apa lah gue juga nggak ngerti” Biru mengangguk-anggukan kepala. Bibirnya membentuk huruf ‘O’ tanpa bersuara. Hugo memang tidak mau menyia-nyiakan waktu. Ia langsung masuk kerja dua hari setelah kembali dari Amerika begitu meraih gelar MBA nya.
“Lagian...” Ella menggantungkan kalimatnya sambil melemparkan kerlingan menggoda dan mengulum senyum penuh arti. Biru merasa Ella sedang mengolok-olok dirinya.
“Lagian what?” tanya Biru tak mengerti.
“Oh, come on Darling! He’s been asking about you since met you last month! no wonder kalo dia pengen bareng kita berangkat ke Bandung nya. Dia itu naksir elo!” Ella mencondongkan tubuhnya, mencoba meneliti perubahan raut muka Biru yang masih menatapnya datar.
“tell me ‘bout it. Gue orang keberapa yang dia taksir semenjak balik ke Indo? Elo sendiri kan yang bilang kalo sepupu lo itu don juan kelas wahid?” kata Biru cuek. Memang sih, Siapapun yang pernah bertemu dengan Hugo pasti tahu bahwa cowok itu playboy. Dari wajah tampan, tubuh tinggi atletis terawat, dan terutama senyum khas playboy penuh percaya diri yang selalu menghiasi bibir cowok bermata coklat itu, dalam hitungan detik dapat diidentifikasi bahwa Hugo seorang womanizer. Dan dia memang tidak berusaha menutup-nutupi bahkan cenderung terbuka, gamblang menunjukkan kelakuan bejatnya, namun bukan dengan cara kampungan. Hal itu yang membuat banyak wanita jatuh hati pada Hugo meskipun tahu bahwa pada akhirnya Hugo tidak akan benar-benar jadi milik salah satu diantara mereka. Biru mungkin juga akan jatuh hati pada Hugo kalau sebelumnya Ella tidak memperingatkan betapa berbahanya Hugo bagi kaum wanita. Terutama bagi mereka yang masih minim pengalaman dalam hal cinta seperti dirinya.
“Nah, ini yang bikin lucu! Semenjak dia balik ke Indo, he never mentioned that he’s seeing someone...padahal dia selalu cerita ke gue kalo lagi deket sama cewek...dan yang dia sebut-sebut itu selalu elo” Ella memandang sahabatnya kemudian tersenyum. Biru hanya mendengus dan memutar bola matanya. “Can you imagine? Seorang Hugo nggak punya date selama dua bulan! Itu baru namanya keajaiban dunia” Seru Ella antusias. Hugo memang playboy, tapi Ella tahu pada dasarnya dia baik. Makanya ia senang kalau memang ada sesuatu antara Hugo dan Biru, kalau memang si Hugo serius.
KAMU SEDANG MEMBACA
WEDDING DRESS
Ficção GeralBiru, mahasiswi lulusan fakultas ekonomi melarikan diri dari tuntutan kedua orang tuanya. dalam "pelariannya" ia bertemu dengan Matthew, yang entah kenapa terkesan sangat membenci dirinya dan yang lebih mengejutkan, Matthew punya anak umur 5 tahun...