Namaku Kamala Wikrama Indurasmi. Usiaku 8 tahun. Aku seorang Gusti Putri yang cantik jelita. Hari ini di halaman istana, dilaksanakan pesta perayaan hari kelahiranku. Bagaimana perasaanku? Aku bahagia sekali!
Tubuhku wangi semerbak bunga. Kulitku putih langsat sebening porselen. Mataku indah dengan bulu mata yang lentik. Hidungku mancung. Bibirku tipis berwarna merah muda. Dagu yang lancip dan bentuk wajah oval menambah kecantikan alami yang kumiliki. Tak ketinggalan, jari-jariku yang panjang nan ramping dengan kuku yang bersih. Rambutku hitam terurai rapi sepanjang pinggangku yang mungil. Meskipun aku masih anak-anak, tetapi kecantikanku selalu membuat iri para putri seantero jagat. Sungguh anugerah terindah yang diwariskan oleh Ibunda tercinta. Banyak yang mengatakan bahwa wajahku dan wajah Ibunda bagai pinang dibelah dua. Mirip sekali.
Penampilanku yang sempurna ini merupakan hasil kerja keras para dayang yang membantuku mempersiapkan diri. Sejujurnya, aku tidak pandai mengurus diriku sendiri walaupun usiaku sudah 8 tahun. Pagi hari sebelum gerbang istana dibuka untuk para rakyat, aku terlambat bangun meski sudah dibangunkan berkali-kali oleh para dayang. Sampai-sampai Ayahanda dan Ibunda turun tangan–khawatir terjadi apa-apa padaku. Maklum saja, aku punya kebiasaan sulit dibangunkan setelah terlelap. Sampai akhirnya, Ayahanda dan Ibunda terpaksa meninggalkan kamarku karena harus menerima tamu undangan kerajaan yang mulai berdatangan menghadiri pesta. Dan tugas membangunkanku diserahkan kembali kepada para dayang yang setia.
Para dayang yang tidak putus asa, terus membangunkanku dengan santun dan lembut. Lama-kelamaan, tidur cantikku terusik dengan suara mereka. Aku membuka mata lalu melihat keadaan sekitar dengan para dayang yang tampak tersenyum lega. Tak berlangsung lama, aku membelalakkan mata dan teringat hari ini adalah hari yang sangat penting dalam hidupku.
"Astaga! Mengapa tidak ada yang membangunkanku?" tanyaku sambil marah-marah. Tubuhku yang semula berbaring langsung kuposisikan duduk dengan mata menatap para dayang satu per satu.
"Mohon ampun, Gusti Putri. Kami sudah berusaha membangunkan Gusti Putri sejak pagi buta," jawab seorang dayang santun. Kepalanya tertunduk dengan menempelkan kedua telapak tangannya menunjukkan penghormatan padaku.
"Ah! Aku bisa terlambat!"
Tanpa pikir panjang, aku melompat dari tempat tidur dengan wajah bantal yang masih kentara dan rambut acak-acakkan. Tidak peduli dengan penampilanku yang berantakan, aku berlari secepat kilat menuju tempat pemandian diikuti para dayang yang berbondong-bondong mengejar di belakangku. Suara mereka yang terus memanggilku terdengar jelas dengan derap langkah kaki berusaha menyusulku yang sudah berlari menjauh. Untung saja, para dayang bekerja dengan sigap dan rapi. Penampilanku berubah total menjadi sangat sempurna seperti tidak terjadi apa-apa sebelumnya.
Di sinilah aku sekarang, duduk dengan tenang dan tersenyum menawan. Tubuh mungilku berbalut kain jarik dodotan yang dibentuk sedemikian rupa dari bagian dada hingga mata kaki. Kedua kakiku memakai selop berwarna senada. Tak lupa, giwang emas berbentuk bunga teratai yang sangat cantik dengan detil yang rumit tersemat di kedua telingaku. Sebenarnya, aku tidak suka bersikap seperti ini. Tetapi, statusku yang merupakan seorang bangsawan mengharuskanku mengikuti peraturan dan tata krama istana. Jadi, hanya mataku yang bisa mengekspresikan perasaan bahagiaku sekarang. Apalagi anggota kerajaan dan para rakyat yang ikut andil dalam pagelaran hiburan di halaman istana tak henti-hentinya melakukan atraksi menakjubkan. Permainan alat musik dan tari-tarian beranggotakan puluhan hingga ratusan orang terus menghibur tepat di depan mataku. Ingin rasanya aku menari bersama mereka, bukan hanya duduk-duduk membosankan seperti ini.
Aku tidak duduk seorang diri. Di sisi kananku, ada Ayahanda Prabu Anggabaya, sedangkan Ibunda Permaisuri Purwakanti duduk di sisi kiriku. Ibunda cukup tegas dalam mendidikku. Sikap dan cara bicaranya lembut, tetapi entah mengapa setiap perkataan dan nasihatnya begitu mengena ke dalam hatiku. Jadi, mau tidak mau aku harus patuh padanya. Berbeda dengan Ayahanda yang sangat perhatian dan memanjakanku. Bahkan Ayahanda mengizinkanku tidak mengikuti kelas sastra karena aku tidak menyukainya. Tentunya hal tersebut tidak diketahui oleh Ibunda. Jika aku ketahuan kabur, maka aku akan dimarahi habis-habisan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Get In Touch (TAHAP REVISI)
FantasyJudul awal : Loving Princess [Genre : Comedy - Romance - Fantasy] Kamala Wikrama Indurasmi, seorang Gusti Putri suatu kerajaan seribu tahun yang lalu. Bukan hanya cantik dan anggun, Kamala juga seorang gadis tangguh yang menguasai keahlian berperang...