3 | Gusti Putri (1)

660 100 41
                                    

Malam hari pun tiba. Ibunda mengantarku ke kamar untuk bersiap-siap tidur, beristirahat dari lelahnya aktivitas sepanjang hari. Sebenarnya, aku masih ingin bermain. Mata dan tubuhku yang masih segar menjadi buktinya.

"Tidurlah," ucap Ibunda setelah menarik selimut yang menutupi kaki hingga dadaku.

"Aku belum mengantuk, Ibunda."

"Kau harus tidur. Besok pagi ada kelas sastra. Ibunda tidak mau dengar bahwa kau terlambat datang ke kelas."

"Kelas sastra lagi. Aku tidak suka," gumamku perlahan berusaha agar tidak terdengar oleh Ibunda.

"Kau mengatakan sesuatu?"

"Tidak, Ibunda. Aku tidak mengatakan apa-apa. Itu suara binatang malam."

Ibunda menatapku sejenak. Matanya sama sekali tidak berkedip dengan ekspresi wajah yang sulit diartikan. Apakah Ibunda mendengar apa yang baru saja aku katakan?

"Sepertinya aku mulai mengantuk." Aku berbohong. Untuk menyempurnakannya, aku menguap. Tanganku bergerak mengucek mata agar Ibunda berhenti menatapku. Kalau tidak, Ibunda akan tahu aku mendumel tentang kelas sastra.

"Cepat tidur. Pejamkan matamu. Ibunda akan memeriksa setiap waktu untuk memastikan kau benar-benar tidur dan tidak kabur bermain di luar seperti malam-malam yang lain."

"Baik, Ibunda. Aku mengerti."

Sambil pura-pura mengantuk, aku meyakinkan Ibunda bahwa aku akan langsung tidur sesuai perintahnya. Kutempelkan kedua telapak tanganku dan berdoa sebelum tidur. Setelah itu, kupejamkan mataku perlahan.

Walaupun aku sudah menutup kedua mataku, aku bisa merasakan Ibunda masih ada di sini–duduk tanpa suara di tepi tempat tidurku. Sepertinya Ibunda juga masih menatapku sekarang. Tak lama kemudian, aku merasa ada pergerakan. Ya, sebuah ciuman di keningku. Aku sedikit tersentak. Tapi, aku tahu itu adalah ciuman dari Ibunda. Rasanya hangat dan menenangkan.

Cukup lama Ibunda mencium keningku. Aku terdiam sambil terus berpura-pura sudah terlelap. Ingin rasanya waktu berhenti sejenak dan membiarkan momen ini berlangsung lambat. Sesungguhnya, aku rindu pada Ibunda yang dahulu, Ibunda yang lembut, Ibunda yang tidak bersikap keras seperti sekarang.

Sampai akhirnya, Ibunda melepaskan ciuman dari keningku. Aku ingin sekali menyudahi pura-pura tidur untuk memandang wajah Ibunda. Hatiku berkata aku harus bangun, tetapi tubuhku seperti enggan untuk melakukannya.

"Selamat tidur, Ananda.

**********

"Apakah Ananda Putri sudah tidur?" tanya Prabu Anggabaya ketika berpapasan dengan Permaisuri Purwakanti.

"Baru saja, Kakanda," jawab Permaisuri Purwakanti.

"Adinda tidak memarahinya lagi, bukan?"

"Untuk apa aku memarahinya malam-malam seperti ini. Aku pun sudah lelah dengan segala aktivitas di siang hari."

"Hari ini Ananda Putri bermain riang sekali. Seperti tidak merasa lelah. Mungkin karena hari ini adalah hari libur. Tidak ada kelas yang harus Ananda Putri ikuti."

"Tetapi, besok pagi Ananda Putri harus mengikuti kelas sastra. Ada ujian untuk mengukur kemampuannya selama Ananda belajar selama ini."

"Semoga Ananda Putri bisa melalui ujian itu dengan baik."

"Ananda Putri harus bisa. Harus ada hasil dari semua yang dipelajarinya."

**********

Situasi istana dan sekitarnya terasa lengang. Suara binatang malam terdengar saling bersahutan satu sama lain. Nampak pula para prajurit yang tengah sibuk berjaga-jaga. Setiap sudut istana tak luput dari pengawasan mereka.

Get In Touch (TAHAP REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang