Delapan Belas

3.5K 205 1
                                    

"Apa tadi--lo barusan mencium gue kak?" Tanya Naya setelah mengerjapkan matanya beberapa kali. "Gue gak sengaja. Maaf." Jawab Melvin sambil menggaruk kepalanya.

Naya berdehem pelan, berusaha menahan senyumannya. Hati Naya dipenuhi kupu-kupu, rasanya ingin terbang sampai langit ke tujuh. Ingin sekali Naya berlari ke tempat yang tinggi lalu berteriak sekencang-kencangnya. Apa ini mimpi? Tanya Naya pada diri sendiri. Jika ini mimpi, kuharap tidak ada seseorang yang membangunkanku. Naya langsung menggeleng cepat saat merasakan sakit waktu mencubit pahanya sendiri.

Suasana menjadi kikuk sekarang. Tidak ada yang berani membuka pembicaraan setelah kejadian itu. Naya memainkan jari jarinya diatas paha untuk mengurangi rasa bosannya.

"Aku..." Ucap mereka bersamaan. Melvin berdehem pelan. "Lo aja yang duluan."

"Gak, lo aja yang duluan kak."

"Gak, lo duluan."

Tok..tok

"Kupikir kalian berdua sudah pulang." Ucap Suster Dinda sesudahnya menutup pintu ruangan. "Belum sus, Naya masih mau disini lebih lama lagi."

Suster Dinda tersenyum mendengar ucapan Naya. Suster Dinda mengganti infus Mutia lalu mencatat sesuatu di papan putih. Mereka berdua hanya memperhatikan.

"Bagaimana dengan sekolah kalian? Apa Andrew membolos lagi?" Naya langsung mengkerutkan keningnya. "Bagaimana bisa suster tahu? Aku belum pernah cerita ke suster."

Suster Dinda menghentikan aktivitasnya lalu menatap Naya. "Kakakmu pernah curhat ke suster." Melvin menaikkan sebelah alisnya.

"Soal apa sus?" Kali ini Melvin yang bertanya. "Panjang. Suster tidak tahu harus memulainya dari mana."

Dengan cepat, Naya menjawab. "Dari awal sus." Suster Dinda mendengus lalu tersenyum. "Alasan kenapa kakakmu selalu membolos adalah karena ibu kalian. Andrew mencari uang demi ibumu." Annaya membenarkan posisi duduknya. "Sebenarnya Andrew menjadi kenek angkot untuk mencari uang. Dan pekerjaan itu suster yang tawarkan."

Naya terbelalak sebentar. "Itu semua salah aku." Ucap Naya tiba tiba sambil menatap sendu Mutia. "Jangan salahkan dirimu sayang, ini semua sudah diatur oleh yang Maha Kuasa." Suster Dinda memeluk Naya dari samping. Dan tepat saat itu juga, air mata Naya berhasil membasahi pipinya. "Kalau saja suster tidak mengatakan apa-apa saat itu, mungkin kakakmu tidak akan pernah membolos."

"Tidak apa-apa sus. Pasti kak Andrew sangat berterima kasih karena suster sudah membantunya." Naya tersenyum lalu menggenggam sebelah tangan suster Dinda. "Terima kasih ya Sus untuk segalanya. Suster selama ini sudah mendukung Naya, menemani Naya, membantu Naya, menyayangi Naya dan masih banyak lagi. Aku sayang Suster." Naya memeluk suster Dinda. Melvin yang sedari tadi hanya memperhatikan langsung tersenyum simpul dan terharu.

***

Naya mengambil hpnya di saku baju saat mendengar ada pesan yang masuk di ponselnya. Dari grup sekolah.

Kami dari pengurus osis akan melaksanakan salah satu program osis yaitu : berkemah, dalam rangka cinta alam. Semua kelas X diwajibkan ikut dan masing-masing ada 3 orang yang mewakili Kelasnya. Kurang jelas? Silahkan hubungi kami di ruangan osis.

"Lo udah baca Nay?" Tanya Sandra membuat Naya langsung menatap wajahnya. "Ini maksudnya apa lagi?" Naya menggembungkan bibirnya.

"Berkemah. Whoa, ikut yuk Nay, gue pengen banget ikut berkemah." Naya menaikkan sebelah alisnya dan tidak menggubris Sandra sama sekali.

Naya menyesap es tehnya, lalu tersedak saat melihat Andrew dan Melvin memasuki kantin. Naya panik. Sandra yang melihat langsung mengkerutkan keningnya. "Lo kenapa Nay?"

Sandra yang sama sekali tidak dijawab pertanyaannya langsung berbalik ke belakang dan mendapati Melvin yang sedang memesan sesuatu. "Oh, Melvin?" Ucap Sandra dengan nada menggoda.

Naya berdiri dari kursi. "Yuk balik. Buruan." Naya menarik tangan Sandra dengan cepat dan nyaris saja membuat Sandra terjatuh. "Kak Melvin ngeliat lo Nay, mampus lo." Sandra menyeringai.

"Naya?" Naya menghentikan langkahnya. Jantung Naya kembali menjadi tak karuan. Tangan Naya langsung mengepal dengan keringat dinginnya saat mengingat kejadian bodoh kemarin dimana Melvin menciumnya di rumah sakit. "Naya?" Panggil Melvin untuk kedua kalinya.

"Woii lo dipanggil." Naya tersentak dan langsung berbalik. "I-iya kak?"

"Lo ada acara gak nanti sore?"

"Gak ada kak, emang kenapa?"

"Gue mau ajak lo jalan." Mampus. Gadis dalam diri Naya langsung menari nari gak jelas. "Oh."

"Cie yang diajak jalan." Bisik Sandra dibelakang Naya dengan nada menggoda membuat bulu kuduk Naya merinding.

Naya berdecak kesal. "Awas lo ya." Sandra terkekeh. "Kalau begitu g-gue balik dulu ya kak." Naya menaikkan tangan kanannya. Itu reflek. Naya memutar kepalanya lalu melihat tangannya dan langsung menurunkannya dengan cepat. Dasar bodoh.

Naya berlari dengan cepat sambil memegang kedua pipinya. "Tunggu gue kek. Lo larinya cepet banget kek di kejar anjing gila." Teriak Sandra namun Naya tidak mendengarkan. Malah larinya semakin cepat. Kalau misalkan disekolah ini mencari pelari marathon, mungkin posisi itu cocok untuk Naya.

Naya memasuki kelas, lalu duduk dibangkunya. Naya melipat kedua tangannya di atas meja lalu menenggelamkan wajahnya. Naya mendesah kesal saat mengingat bagaimana dirinya tadi dikantin.

"Anjay, gue capek ngejar lo." Sandra langsung duduk dibangkunya lalu mengibaskan tangannya di depan wajah. "Emang siapa yang suruh lo buat ngejar gue." Suara Naya hampir tidak kedengaran.

Naya bangun lalu menatap Sandra. "San, kemarin mama gue udah di operasi."

"Beneran? Wah, kenapa lo gak bilang ke gue?" Sandra melipat kedua tangannya. "Dengerin dulu."

"Jadi gini San, kemarin gue dianter pulang sama kak Melvin. Pas udah ada di tengah jalan, gue ketiduran di mobilnya. Dan disaat itu juga, suster Dinda nelepon ke ponsel gue. Kak Melvin yang menjawabnya." Sandra membenarkan posisi duduknya.

"Suster Dinda bilang kalau kondisi mama gue kritis dan segera dioperasi. Dari dulu emang gue mau operasi mama, tapi karena biaya, gue sama kak Andrew menundanya dulu." Sandra menggenggam tangan Naya. "Terus?"

"Kak Melvin membawa gue ke rumahnya dan langsung ke rumah sakit setelah menidurkan gue di kamar tidurnya. Kak Melvin membiayai operasi mama gue. Gue bingung harus mengembalikan uangnya kapan, gue juga belum punya uang--bukan ga punya, tapi belum cukup. Gue harus gimana San?" Sandra langsung memeluk Naya.

"Gue bakal ngebantu lo sebisa gue Nay, lo gaperlu khawatir." Sandra mengusap punggung Naya dengan lembut. "Makasih San."

***

Gue udah didepan rumah lo.

Naya langsung berjalan keluar rumah setelah mendapatkan pesan dari Melvin. Melvin membukakan pintu untuk Naya. "Lo apa kabar?" Tanya Melvin setelah memakai sabuk pengamannya.

Naya memutar kepalanya ke arah Melvin. "Gue baik kak."

"Demam lo udah turun?" Naya mengangguk. "Eng,, btw kita mau kemana kak?"

Melvin mendengus pelan. "Rahasia." Naya mengerucutkan bibirnya. "Eh kita couple." Ucap Melvin.

Naya menundukkan kepalanya, memerhatikan pakaian yang ia kenakan. Naya mengenakan kaos putih polos dengan kedua lengan bajunya dilipat. Melvin juga mengenakan pakaian dengan warna yang sama. Mereka juga mengenakan celana panjang yang warnanya sama.

Tbc

Annaya Karenina[TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang