17. You Are Not My Boyfriend

442 56 2
                                    

Suasana kantin sudah mulai ramai. Cakka dan Pricilla sudah duduk manis di salah satu meja dengan semangkuk bakso, sepiring siomay dan dua gelas es teh di depan mereka.

Keduanya kemudian menikmati makanan masing-masing dalam diam. Cakka dengan siomaynya dan Pricilla dengan baksonya.

Saat sedang asyik-asyiknya menikmati makan siang. Tiba-tiba dua orang perempuan datang menghampiri meja mereka. Sivia dan Ify. Membuat mereka menghentikan aktivitas makannya sejenak.

"Cakka, Shilla hari ini kenapa nggak masuk? Sakit?"

Pertanyaan dari Sivia tersebut membuat Cakka mengernyit. "Shilla nggak masuk?" Tanyanya.

"Iya." Kali ini Ify bersuara. "Gue pikir lo tau dia nggak masuk."

Cakka menggeleng. "Gue tadi nggak berangkat sama dia soalnya."

"Oh, tumben?" Terdengar nada penasaran dari pertanyaan Ify itu. Ia melirik Pricilla yang sejak tadi hanya diam mendengarkan mereka. "Kemana ya tuh anak? Tadi gue chat nggak di bales. Gue telepon juga nggak diangkat." Lanjutnya lagi pada Cakka.

"Nanti gue coba telepon tante Gladis deh. Gue kasih tau kalian kalo udah ada kabar." Kata Cakka.

"Emm ya udah deh, kalo gitu kita mau pesen makanan dulu ya. Bye!" Ujar Sivia, dua orang itu kemudian beranjak meninggalkan Cakka dan Pricilla.

Cakka masih terdiam di tempatnya. Bertanya-tanya akan keberadaan dan keadaan Shilla saat ini. Apa gadis itu sakit? Tidak biasanya Shilla tidak masuk sekolah tanpa memberitahunya. Cakka sudah mengeluarkan ponselnya, tapi kemudian ia ragu untuk menghubungi orangtua Shilla. Bagaimana kalau Shilla ternyata tidak ada di rumah dan Tante Gladis tidak tahu kalau anaknya itu tidak masuk sekolah? Yang ada nanti justru Shilla yang kena omel.

Laki-laki itu menghela napasnya, ia memasukan kembali ponselnya ke dalam saku. Mengurungkan niatnya untuk menelepon Tante Gladis.

"Shilla itu yang selalu bareng sama lo terus ya?"

Pertanyaan Pricilla membuat Cakka  menoleh pada gadis itu. Ia mengangguk. "Kecuali ke toilet." Ujarnya kemudian terkekeh.

"Ye itu sih gue juga tau." Pricilla ikut terkekeh. "Tapi dia itu sebenernya siapa sih? Emm maksud gue...dia siapanya lo?" Perempuan itu bertanya lagi, kali ini dengan hati-hati.

Cakka menatap Pricilla, jelas sekali ada rasa keingintahuan yang besar yang terlihat dari mata gadis itu tentang Shilla. Mungkin selama ini Pricilla sadar jika Cakka dekat dengan Shilla. Tapi baru kali ini Pricilla menyinggung nama gadis itu.

Seketika Cakka bingung harus menjawab apa. Ia tidak tahu pilihan kata yang tepat untuk menggambarkan hubungannya dengan Shilla saat ini.

Sahabat?

Bahkan sampai saat ini Cakka masih sadar jika rasa itu masih ada. Walaupun sejak kemarin ia berusaha mengurangi intensitas bertemunya dengan Shilla dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan Pricilla. Rasa itu masih sama, belum ada yang berubah. Ia masih menganggap Shilla lebih dari sahabatnya.

Cakka menghela napas. "Sahabat gue." Akhirnya itu yang keluar dari mulutnya. "Sahabat dari kecil."

• • •

"Deva kemana ya?"

Alvin duduk di kursi panjang di depan warung. Kini ia, Ozy, dan Cakka sudah berada di warung tempat nongkrong mereka sepulang sekolah seperti biasa. Di warung tersebut juga sudah ramai dengan anak laki-laki SMA Violet dari berbagai kelas.

Biasanya, jika Deva bolos, mereka pasti langsung menemui anak itu di warung ini sepulang sekolah. Tapi hari ini justru anak itu tidak terlihat batang hidungnya.

Best Friend?Where stories live. Discover now