DUA : Nemenin Nyari Jas

6.9K 294 19
                                    


   

                🌼🌼🌼🌼🌼

Seorang pria bertubuh jangkung dengan selimut abu-abu yang membungkus tubuh pria itu masih tertidur pulas di atas ranjangnya. Sinar matahari yang memasuki celah jendela sama sekali tak mengganggu tidur gantengnya. Padahal saat ini jam sudah menunjukkan pukul 08.35, tapi pria ini tak kunjung menunjukkan tanda-tanda untuk segera bangun dari mimpi indahnya.

"ABBYAN PRASAJA!!" teriak suara bass dari ambang pintu.

Pria itu berdecak tak habis pikir melihat kelakuan adik semata wayangnya yang masih tidur, bahkan hanya sedikit terusik oleh teriakannya. Adiknya ini bahkan masih betah berada di balik selimutnya.

"Apaan sih Mas? Berisik!" balas Abbyan dengan suara sedikit serak, khas orang bangun tidur. Hanya saja ia belum benar-benar bangun, kedua matanya bahkan masih terpejam.

Amran, sang Kakak pun tidak bisa menahan diri untuk tidak mendengkus tak habis pikir, melihat kelakuan Abbyan saat ini. Dengan kesal, ia mendekati ranjang Abbyan, menarik selimut dengan kasar. Sehingga menampilkan tubuh Abbyan yang hanya memakai kaos tanpa lengan berserta boxernya.

"Perjaka kok jam segini belum bangun, malu sama ayam kali," ejek Amran, kemudian membuang selimut ke lantai.

Abbyan kembali mengerang jengkel. Dengan sangat terpaksa ia pun akhirnya bangun. "Lo kenapa sih Mas, ganggu orang aja. Gue baru bisa tidur abis subuh tadi, jadi wajar lah kalau gue bangunnya siang," protesnya tak terima. Ia kemudian kembali membanting tubuh lelahnya di atas ranjang, tak lupa ia kembali menarik selimut hingga menutupi wajahnya.

"Dasar kebo!" cibir Amran kesal. "Ngapain lo begadang sampai subuh? Clubbing, main PS, atau jangan-jangan lo 'main' bareng cewek ya? Ngaku lo!" Amran menarik guling di sebelah Abbyan, kemudian memukul pantat sang adik dengan kesal.

Abbyan makin geram dengan kelakuan sang kakak. Bahkan sekarang ia dituduh yang tidak-tidak oleh Kakaknya itu, ia kembali bangkit dari tidurannya, menatap Amran dengan kedua mata melotot.

"Apaan sih 'main-main', lo kalau punya mulut di-filter dong, Mas. Kalau Mama denger gimana coba, bisa salah paham tau nggak sih, lo mau tanggung jawab kalau Mama sampai kena serangan jantung?"

Kini giliran Amran yang melotot tak terima. Dengan kesal, ia memukul kepala Abbyan dengan guling, yang kebetulan masih dipegangnya. "Sembarangan! Lo nyumpahin Mama kena serangan jantung? Mulut lo itu yang harusnya dirukiyah, biar bener dikit." Kemudian melempar guling hingga mengenai wajah Abbyan, "mandi sana! Temenin gue cari jas buat ijab qobul. Dan nggak ada penolakan!" tegas Amran sebelum menghilang di balik pintu, meninggalkan Abbyan yang kini berteriak sambil memaki Amran sepuasnya.

Setelah puas memaki Amran, Abbyan segera turun dari ranjangnya. Bergegas ke kamar mandi, untuk mandi. Setelah siap dengan kemeja kotak-kotaknya. Ia segera turun ke lantai bawah dan menemukan Amran sudah stand by di atas sofa sambil menyilangkan kedua kakinya sombong-menurut Abbyan sendiri.

Abbyan mencibir, kemudian merampas ponsel yang sedang dimainkan oleh Amran.

Amran berdecak jengkel. "Balikin nggak hape gue?" teriaknya kesal.

Abbyan mengeleng acuh tak acuh, sambil mengangkat ponsel Amran tinggi-tinggi.

Enak saja. Tidur nyenyaknya harus terganggu, dan dirinya tidak boleh mengganggu balik sang kakak. Kan tidak adil itu namanya. Batin Abbyan tak terima.

"Itu gue mau bales chat dari Dini. Entar dia ngambek, gue batal kawin kan lo juga yang repot."

Abbyan langsung mendengkus. Apa hubungan dengan dirinya, kalau semisal si Amran batal nikah, kenapa pula dia harus ikut repot? Sekalipun dirinya adik kandung dari Amran, kan tetep tidak ada hubungan dengan dirinya.

"Jadi cari jas nggak?" tanya Abbyan setelah menyerahkan ponsel milik Amran.

Pria itu langsung mengangguk disela kesibukannya mengetik pesan untuk Dini. Calon istrinya.

"Yuk! Sekarang aja," kata Amran, bangkit dari duduknya sambil memasukkan ponsel ke dalam saku celana.

Abbyan mendengkus pasrah, kemudian mengekor di belakang Amran.

"Mama ke mana, kok tumben sepi?" tanya Abbyan, setelah mensejajarkan langkah kakinya dengan Amran.

"Biasa. Arisan."

Abbyan mangguk-mangguk sambil ber'oh'ria, kemudian masuk ke dalam mobil Amran.

Setelah sampai di sebuah pusat perbelanjaan, mereka langsung berkeliling, mencari jas yang sesuai dengan keinginan Amran. Namun sudah hampir 2 jam lebih mereka berkeliling, Amran tak kunjung menemukan jas yang sesuai dengan keinginan sang Kakak, dengan beberapa alasan yang menurut Abbyan terlalu klise.

"Sebenernya Mas Amran itu niat cari jas nggak sih? Daritadi muter-muter nggak jelas. Pegel kali kaki gue lama-lama," keluh Abbyan yang kini benar-benar merasa kesal dengan Amran, sekaligus lelah berkeliling.

"Ya, niat lah. Masa buat nikahan sendiri ini nggak niat," kata Amran menatap Abbyan sekilas, lalu melanjutkan langkah kakinya untuk mencari jas yang sesuai dengan keinginannya.

Abbyan mengekor di belakang Amran sambil mengerutu, "Gue tau ini buat acara spesial lo. Gue paham, ijab qobul itu acara sakral. Tapi bisa nggak, nggak usah bikin kaki gue gempor gini, udah berasa mau patah tau nggak sih, Mas?"

Amran menghentikan langkahnya, kemudian berbalik menatap Abbyan. "Sorry, gue juga pengennya cepet dapet kali, Yan. Cuma gimana dong, gue belum nemu yang cocok."

Abbyan mendengkus. "Serah lo deh. Gue cari tempat ngadem, ya?"

Amran langsung melotot sambil mengeleng tak setuju. "Nggak boleh. Lo kan gue seret kemari buat nemenin gue, masa lo malah mau jajan. Udah masalah makan, gampanglah. Nanti gue traktir. Lo yang pilih tempat." Sambil memainkan alisnya di akhir kalimat.

Abbyan kembali mendengkus. "Sialan! Sogokan lo receh banget sih, Mas," dumelnya tak terima.

Amran langsung mencibir, "Receh gini juga lo langsung nurut."

Abbyan mengabaikan cibiran Amran. "Kenapa nggak pesen di butik sekalian sih, bareng Mbak Dini."

Amran meringis. "Udah pesen sih, tapi cuma buat resepsi sama ngunduh mantu. Nah kalo buat ijab, rencana mau pake jas hitam," jelasnya kemudian.

Abbyan mengeleng tak habis pikir, dengan pemikiran Amran yang menurutnya kurang praktis. "Bukannya di rumah Mas punya banyak ya, jas hitam?" Mengingat Amran bekerja di sebuah perusahaan dengan jabatan General Manager, yang otomatis memiliki berbagai model jas. Berbeda dengan Abbyan yang memilih menjadi wiraswastawan dengan membuka showroom mobil.

"Ya, beda dong. Yang di rumahkan jas buat kerja, kan ini butuhnya buat acara spesial."

Abbyan menyipitkan kedua mata heran. "Emang nggak boleh gitu, ijab pake jas yang dipake kerja?" tanyanya tak paham.

Amran meraup wajahnya frustasi, kemudian menatap Abbyan malas. "Bukan masalah boleh nggak boleh, Yan."

"Terus?"

"Astagfiruallah al'adzim, serah lo deh. Ampun deh," Amran mengeleng-gelengkan kepala dan memilih meninggalkan Abbyan yang masih mencerna kalimat Amran yang belum dipahaminya.

"Woy, tungguin!" teriak Abbyan, saat tersadar jika dirinya sudah tertinggal lumayan jauh dari Amran, baru kemudian berlari menyusulnya.

Tbc,

Calon ImamKu(Pindah Ke Dreame)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang