[Prolog]

282 27 0
                                    

"Nyatanya, dia telah pergi untuk selamanya"

Aku duduk, menekan tuts piano yang berada dihadapan ku dengan lembut. Satu demi satu tuts berubah menjadi suatu rangkaian nada indah yang nyaman untuk didengar. Perlahan, aku mulai memainkan nada per nada, membentuk sebuah lagu yang bersejarah untukku; lagu yang pernah dia ajarkan kepadaku.

Kenangan demi kenangan mulai terbesit dalam pikiranku, mengingat dia yang sudah menjadi bagian masa lalu ku. Semakin lama aku memainkan lagu itu, semakin banyak kenangan yang teringat dalam memori. Rasanya pedih, seperti ada pisau yang menyayat hati. Aku kalut dalam permainan piano ini, membiarkan rasa sedih ku bercampur dengan semua perasaan perih.

Tidak membutuhkan yang lama, sebuah bendungan air telah terbentuk di mataku. Aku mengerjap beberapa kali, berusaha mengusir bendungan air itu dan membuatnya jatuh ke pipiku dengan lembut.

Aku mengingatnya, tetapi dia tak akan mengingatku. Sebab dia yang dulu, hanyalah sebatas bayangan semu yang mengikutiku kemanapun, menghantuiku sampai aku benar benar rela menerima kenyataan. Kenyataan bahwa dia yang dulu, hilang sekejap hanya karena kebodohanku. Kenyataan bahwa dia telah pergi, meninggalkan aku sendiri dalam kejamnya dunia.

Rasanya ingin menjerit, memaki, memukul, menghancurkan. Tetapi semuanya tertahan begitu saja. Dan, melalui lagu ini, aku harap semuanya akan terasa lebih ringan. Walaupun sebenarnya masih tersisa luka yang terbuka lebar akibat sayatan hebat yang begitu dalam karna dia.

Perlahan, aku yang menekan tuts sangat lembut berubah menekan semua tuts menjadi lebih keras seiring berjalannya lagu itu. Semua kenangan terlintas dalam otak satu per satu, membuat hatiku semakin tersayat mengingatnya. Emosiku semakin membuncah, menyisakan kesedihan yang mendalam setelah aku berhasil menyelesaikan lagu itu. Aku menangis sejadinya, menumpahkan peluh kesah ku dalam sunyi yang menyakitkan. Meneriakkan nama Edgar sekencangnya dan hanya bisa berharap Edgar kembali.

Aku bernafas tersengal-sengal, tenggorokan ini rasanya kering, mata yang sedari tadi menumpahkan seluruh peluhnya menjadi memerah, tubuh ini menjadi lemas dan bersanggah pada piano yang ada dihadapanku. Nyatanya, seberapa keras aku berteriak, seberapa kencang aku menjerit, seberapa sering aku menangis, itu tidak akan mengembalikkan Edgar.

Karna Edgar yang dulu, hanya lah bayangan semu yang terus menghantui hidup aku. Dan, hal yang paling menyakitkan adalah ketika mengetahui; aku, Alina Catherine Brahmanto, hanyalah sebuah masa lalu tak terkenang belaka.

***

Hai, readers!

Terima kasih buat kalian yang udah mau luangin waktu baca wattpad story aku, maaf kalo ceritanya kurang ya. Tolong dimaklumi, masih baru dalam menulis cerita, hehe.

Maaf juga ya kalo banyak salah ketik, atau kalimat yang tidak nyambung!:)

Semoga suka sama ceritanya ya! Keep reading, readers!

xxlovexx

Alina Untuk EdgarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang