They said; I have a beautiful life just because all my family is men, and i'm the only girl here. But, theirs wrong.
.
.
.
.
"SEKOLAH yang benar. Contoh semua kakak-kakak kamu! Dapat juara satu terus. Kamu itu anak perempuan satu-satunya di keluarga ini. Orangtua kita sudah nggak ada, Ri. Sekarang kamu tanggung jawab kami. Semua kakak kamu sudah sukses, jadi kamu harus bisa mengikuti jejak semua kakak kamu. Yah... Kecuali Kai, karena masih sekolah. Tapi kebanyakan piala di rumah ini juga sumbangan dari Kai."
Itu adalah wejangan yang selalu Suho ucapkan. Suho merupakan anak kedua di keluarga ini. Akan tetapi, ia yang paling menuntut perihal nilai adik-adiknya. Suho tidak mau jika karena kebodohan Eri, gadis itu akan gagal di masa depan nanti.
"Jangan terlalu serius, Ho... Bagaimana pun, kebahagiaan Eri itu nomor satu. Kita cuma belum nemu kok, kelebihan Eri itu apa?" Bang Umin menepuk pundak Eri. "That's ok. Kamu sudah berusaha keras, kakak sudah bangga banget sama kamu, Ri. Nilai itu cuma angka. Kakak tahu kamu belajar selama ini sampai tengah malam, weekend kamu nggak main dan belajar di kamar."
Bibir Eri bergetar, ia kecewa dengan diri sendiri. Eri is more enough buat Bang Umin dan Bang Jongdae, tapi bukan buat kakaknya. Kakak selalu menuntut hasil yang sempurna dari Eri, tidak peduli ia telah berusaha hingga jungkir balik.
Mereka. Butuh. Hasil.
Ya. Hari ini, hasil raport semester 1 Eri dibagikan oleh guru. Akan tetapi, nilai Eri hanya rata-rata. Sesuatu yang membuat Suho marah.
"Kalau di sekolah, Eri ngapain aja sih, Kai?" Suho menyendok makanan dimulutnya. Terlihat sangat tidak menikmati makanan itu saat tahu hasil belajar Eri. "Nggak pernah bener kalau sekolah. Kok nggak bisa punya otak kayak kakaknya. Apa dia bukan anak--"
"SUHO!"
Xiumin memperhatikan Suho dengan tatapan peringatan. Laki-laki itu, tidak seharusnya membahas hal ini sampai sejauh itu.
"Hiks..."
Tuhan...
Eri sudah menahannya. Benar-benar menahan itu di depan mereka semua terutama Kai, akan tetapi, tetap saja gagal. Air matanya lolos.
"Eri... Udah usaha. Salah hiks... Salahkah Eri bodoh? Semua kecerdasan anak Papa sama Mama udah direbut sama Kak Chanyeol."
"Kan bisa minta diajarin. Makan yang benar supaya bisa meningkatkan konsentrasi, jangan serba fast food."
"Tidur. Pacaran." Kai tiba-tiba bersuara. Ia menatap mata Eri dan tatapannya menusuk, seakan-akan sampai di relung dada Eri. "Itu yang dia lakuin di sekolah."
"Sama siapa?"
"Kyung--" Kai tersenyum miring. "Soo."
"Enggak! Itu 'kan temen Eri!"
"Temen, tapi kemana-mana berdua? Gue punya mata, Ri. Lo pikir buat apa gue sekolah ke Sekolah non favorit? Demi jagain lo! Gue rela melepas mimpi gue buat sekolah di SMA kemauan gue yang bisa kasih beasiswa buat kuliah ke Seoul dengan jurusan Aktris."
"Kan gue nggak minta lo buat sekolah di sekolah buangan, Kak!"
"ERI YANG SOPAN!"
Deg.
Jantung Eri serasa berhenti berdetak menyadari siapa yang membentaknya barusan.
Itu Chanyeol.
Padahal Kak Chanyeol adalah happy virus miliknya. Dan sekarang, Kak Chanyeol ikut menghakimi dirinya.
"Kalau dinasihati itu introspeksi, jangan menyalahkan orang lain atas hal yang nggak bisa kamu lakuin." Tambah Kak Chanyeol--dan, ya. Eri kehabisan kata-kata sekarang.
"Kalian sampai kapan mau marahin Eri?" Bang Umin menyiapkan makanan buat Eri.
"Besok. Jangan sampai Kai lihat kamu jalan bareng sama--siapa? Kyungso? Kyungsoo? Whatever. Atau kamu harus homeschooling sampai lulus."
"KAK!"
"Ssst... Eri makan dulu." Bang Umin melerai pertengkaran di rumah ini.
"Nggak nafsu, Kak!"
Prang!!
Suho membanting sendok di meja makan.
"Siapa yang ngajarin kamu buat membangkang?"
"Eri nggak ngebangkang. Eri 'kan... Hiks. ERI BENCI KAKAK! NGGAK ADA YANG BISA NGERTIIN ERI! ERI BENCIII!"
"ERI-AH!"
Terlambat. Gadis itu sudah masuk ke dalam kamarnya.
"ERI-AH! KAKAK BELUM SELESAI DENGAN KAMU!"
.
.
.
SEE?
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEET HOME
FanfictionMereka bilang; menjadi adik terakhir dan satu-satunya perempuan di sebuah keluarga itu menyenangkan. Well, big no!! Dia akan menarik kata-katanya lagi setelah masuk ke keluarga gue. Gue berani jamin itu!