18 ● Siap membuka hati?

1.7K 70 1
                                    

***

Tasya sudah terduduk di kursinya. Ia menunggu kedatangan Irene saat ini. Tasya akan meminta maaf atas segala kesalahannya pada sahabatnya itu, ia mengakui bahwa dirinya sangat egois tidak mendengarkan ucapan Irena pada saat itu.

Tasya melirik ke arah pintu kelasnya, ia melihat Irene akan segera menghampiri kursinya.

Irene mulai terduduk disamping Tasya, ia menoleh ke arah Tasya dengan menarik napasnya dan mulai memberi seribu pertanyaan pada sahabatnya itu, "Lo jadian sama Geral? Kapan dia nembaknya? Lo tadi pagi berangkat sama dia? Terus gimana fans-fansnya? Terus, terus lo udah di ajak jalan sama dia? Eh enak gak di boncengin Geral?" Itulah kira-kira pertanyaan yang di lontarkan oleh Irene, begitu banyak kan.

Tasya mengerenyitkam dahinya heran, "Pertanyaan lo itu kebanyakan, gue bingung jawabnya." Ujar Tasya mendengus sebal melihat kelakuan sahabatnya itu, "By the way, gue mau minta maaf soal kemarin, Ren." Sambung Tasya dengan wajah amat bersalah.

Irene tersenyum tipis ke arah Tasya, "Santai aja, gue ngerti kok, yaudah lupain aja, gue juga salah sih," ucapnya.

Tasya tersenyum senang.

"Yaudah satu pertanyaan dulu deh, lo jadi-..." Kring... Ucapan Irene terpotong karena bel pun berbunyi, menandakan upacara bendera akan di mulai.

Tasya mengelus dadanya dan bersyukur, "Alhamdulillah akhirnya bel juga." Ujarnya.

"Lo harus jawab pertanyaan gue dulu, lo jadian sama Geral?" Tanya Irene memastikan lagi.

Tasya menggeleng dengan cepat, "Ayo ah ke lapangan!" Ajak Tasya langsung menarik tangan Irene.

Irene mengerecutkan bibirnya sebal.

✨👑✨

"Sialan!" Gerutu Geral.

Kini Geral dan ketiga sahabatnya sedang berada di lapangan untuk melaksanakan upacara. Geral mengucapkan hal itu karena pembina upacaranya adalah Pak Deo, yang ia ketahui Guru Fisika itu sangat lama untuk memberi amanah.

"Bapaknya Ditto kan lama bet kalau ngasih amanah." Ujar Satria lepas begitu saja.

Ditto yang merasa di sebut namanya pun menoleh ke sumber suara, "Yeuh najisun, bukannya bokap lo Sat."

"Idih." Satria mendelik jijik.

"Et dah, udah apa. Kan bokap lo berdua." Ledek Kefan.

Geral hanya tertawa cekikikan melihat kelakuan ketiga sahabatnya itu. Ia bisa bercanda ria seperti itu karena barisan mereka berada di paling belakang.

"Bokapnya Ger-.." Ucapan Satria terpotong, ia baru menyadari bahwa Geral sangat tidak suka jika ada orang yang membahas tentang Ayah maupun Ibunya.

Ditto dan Kefan hanya memandang satu sama lain. Geral hanya diam dan terus menatap ke depan.

"Eh,.. bisa di ganti gak pembinanya, Bu Rena aja dah." Ujar Ditto yang mencairkan suasana.

"Ngomong mulu lo bego!" Timpal Satria.

Kefan yang melihat Bu Anggi akan berjalan ke arah mereka pun langsung memberi isyarat, "Eh tolol ngadep depan! Bu Anggi keliling nyari mangsa." Ujarnya.

Keempat bocah itu langsung menghadap ke depan dan berpura-pura mengamati jalannya upacara.

Bu Anggi sudah melewati mereka, ketiga empat bocah itu bernapas lega.

"Selamat." Ujar Geral.

"Uh lega gue," Tutur Satria sambil membuang napasnya lega.

Susunan demi susunan telah dilaksanakan, upacara pun selesai. Keempat bocah laki-laki itu langsung berjalan menuju kantin.

My Junior BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang