Perjalanan pulang dari kelab malam kutempuh selama kurang lebih satu jam tiga puluh menit. Lagu bertempo lembut mengalun dari pemutar musik menemaniku duduk dalam ketenangan di mobil van. Aku memejamkan mata kemudian memijit pelipis perlahan. Kepalaku sedikit berputar. Kondisiku yang selalu prima di setiap kesempatan dan jarang sekali jatuh sakit, entah mengapa merasa begini. Sepertinya aku betul-betul kelelahan.
Gerbang tinggi bertuliskan Wirasena Estate terlihat dari kejauhan. Panca yang menyetir, langsung membelokkan kemudi memasuki perumahan mewah ini, komplek hunian yang menjadi pilihanku untuk tinggal sendiri setelah aku pindah dari rumah Ayah tiga tahun lalu. Setelah disambut oleh seorang petugas keamanan tepat di depan gerbang perumahan, Panca segera melaju menuju blok di mana rumahku berada.
Aku sampai di depan rumah bernomor C61 dengan tulisan M.J di atasnya yang merupakan inisal namaku. Rumahku berlantai dua, berdiri kokoh sekaligus anggun bergaya ultra-modern yang juga menjadi salah satu unit termahal di perumahan ini, yang biasanya dimiliki oleh para konglomerat dan pengusaha kelas atas. Bentuknya memanjang ke samping didominasi warna putih tanpa pagar. Garasinya luas. Halamannya bersih dan tidak terlalu banyak tanaman, hanya terdapat rumput-rumputan yang tidak banyak juga pohon hias yang tidak terlalu tinggi tersorot lampu di bagian bawahnya. Adapula dipan-dipan berwarna coklat dan krem yang disusun berselang-seling sebagai jalur pijakan dari jalanan menuju pintu rumah. Selain itu, ada balkon kamar yang menghadap ke samping, yang satu di sisi kanan, dan yang satunya lagi di sisi kiri. Bagian belakang rumah berdinding kaca yang tembus pandang menuju pemandangan sebuah kolam renang dengan beberapa kursi dan sofa di tepinya. Terakhir, atap rumah yang sangat luas dan cocok untuk menikmati pemandangan kota pada siang maupun di malam hari.
Panca memarkirkan mobil dan saat itu pula aku turun. Kakiku bergegas melangkah menuju pintu rumah yang dilengkapi akses keamanan berupa kunci pintu digital. Aku memasukkan password lalu pintu dihadapanku langsung terbuka. Segera mungkin aku berjalan masuk sambil merenggangkan tubuhku dan memijit bahuku perlahan.
"Taruh barang-barangku di sini saja, biar Mang Ayi yang membawakan ke atas besok pagi. Oh! buatkan teh hangat juga. Aku mau mandi dulu," perintahku pada Panca dan Ayu, tapi tak ada jawaban di belakangku. Aku seperti bicara pada angin. Kuputar tubuhku cepat dan mendapati tidak ada siapapun di sana.
"Ke mana mereka berdua?"
**********
"Ah!" teriak Panca dan Ayu bersamaan saat membuka pintu bagasi mobil. Niat semula untuk menurunkan barang-barang terhenti dengan penampakan yang sulit dipercaya. Seorang gadis cantik dengan pakaian adat kerajaan beserta panah berukuran besar tengah terbaring dengan tenangnya di atas tumpukan koper!
"Siapa ini, Mas Panca?" tanya Ayu dengan mata membelalak.
"Aku tidak tahu," jawab Panca tergagap-gagap.
"Bagaimana bisa Mas Panca tidak tahu? Bukannya tadi Mas Panca menunggu di mobil?"
"Sumpah, Ayu! Aku tidak tahu!" Panca menegaskan ucapannya. "Tunggu! Jangan-jangan yang waktu itu!"
"Yang waktu itu apa?"
"Waktu di tempat parkir kelab malam, soal pintu bagasi yang sudah tertutup padahal jelas-jelas aku ingat belum menutupnya sama sekali. Perempuan ini pasti menyelinap ke bagasi tanpa sepengetahuanku dan menutup pintunya."
"Jadi Mas Panca tidak pikun dan memang belum menutup pintu bagasinya?"
"Harus berapa kali aku katakan, aku ingat belum menutup pintu bagasi! Sebenarnya, perasaanku tidak enak waktu itu, tapi aku abaikan karena Mas Judo sudah menunggu untuk dijemput."
"Tidak mungkin. Kalau Mas Judo tahu, kita berdua bisa habis. Apa yang harus kita lakukan?"
**********
KAMU SEDANG MEMBACA
Get In Touch (TAHAP REVISI)
FantasiJudul awal : Loving Princess [Genre : Comedy - Romance - Fantasy] Kamala Wikrama Indurasmi, seorang Gusti Putri suatu kerajaan seribu tahun yang lalu. Bukan hanya cantik dan anggun, Kamala juga seorang gadis tangguh yang menguasai keahlian berperang...