Mataku seketika terbuka dengan cepat, ketika sebuah kecupan hangat mendarat di keningku. Dan disusul dengan belaian lembut di sela-sela rambutku.
"Hai, Humairah," Daniel berbisik pelan seraya mengecup sisi luar pipiku. Dengan sadar, aku mengenali panggilannya itu. Yah!! Itu adalah panggilan sayang Rasulullah kepada istrinya 'Aisyah', yang berarti kemerah-merahan di pipinya. Aku jadi teringat kenangan bulan madu kami di Bali dua tahun yang lalu. Saat itu, cuaca sangat panas dan wajahku yang putih menjadi kemerahan di pipi. Sejak saat itu, dia memanggilku Humairah - seorang istri yang amat disayanginya. Begitulah katanya.
Aku menggeliat pelan sambil tersenyum menatap wajah tampan seseorang yang sangat kukenal tengah berada di hadapanku.
"Sudah pulang, mas..." tanganku meraba mesra wajah suamiku. Dia hanya tersenyum dan mengangguk pelan.
Melihat raut wajahnya yang sangat lelah, seketika itu juga aku melirik ke arah jam bergambar Menara Eiffel di atas book rack, dan terkejut melihat waktu telah menunjukkan pukul dua dini hari. Aku baru sadar bahwa aku telah tertidur di sofa ruang tamu menunggunya pulang.
"Delaynya lama sekali ya..." kataku sembari bangkit dari posisi tiduran dan membereskan beberapa file pekerjaanku yang masih berserakan di atas meja.
"Iya... Pesawatnya ada masalah tehnis, jadi menunggu yang dari Bali." jawabnya dengan diikuti suara menguap dan menghela nafas panjang.
Aku merasa kasihan melihatnya. Tubuhnya terlihat lemas dan matanya sudah sangat ingin terpejam.
"Ya sudah, kamu bersih-bersih dulu ya, mas. Nanti aku buatkan susu putih hangat agar enak tidurnya dan makin lelap." ujarku seraya membelai pelan keningnya dengan tersenyum.
"Baiklah, ibu Pilot...." sahutnya manja dan memelukku dengan tubuh yang lunglai.
Sepuluh menit kemudian, Daniel keluar kamar dengan mengenakan kaos oblong putih dan celana pendek coklat kesukaannya. Penampilannya sangat berbeda ketika tidak memakai seragam lengkap Pilot, tapi dia yang apa adanya itu adalah yang paling kusuka. Wajahnya yang bersih, tampak lebih segar sekarang. Dia berjalan menghampiriku yang sedang duduk di kursi meja makan.
"Um... harumnya," ucapku mengendus sambil memejamkan mata. Harum sabun beraroma madu itu tercium ketika Daniel memelukku dari belakang.
"Iya dong. Harus wangi kalo deketan sama istri. Biar makin disayang!" ledeknya sambil mengecup pipiku. Lalu, dia menarik kursi disampingku dan menggenggam gelas berisi susu putih hangat yang ada di atas meja makan.
"Andaikata kamu bau pun, aku tetap sayang kok!" ledekku balik.
"Bener....? Jadi mau gitu, suaminya jadi bau?...." Daniel mengeritkan dahinya.
"Ya, enggak lah! Tapi...." aku berhenti sejenak dan pandanganku melirik ke atas sambil tanganku menyentuh pipi dan lanjut mengatakan, "Kalo kamu bau, aku aman!!! Karena nggak akan ada pramugari yang genit sama kamu!"
"Hahaha.... ternyata selama ini, istriku cemburu ya?" Daniel tertawa terbahak-bahak menatap wajahku dengan senyumnya yang menyebalkan.
"Ih, Enggak tuh! Siapa yang cemburu?" sungutku.
Daniel makin cekikikan, dia menenggak tegukan terakhir susu di gelas, lalu dia bangkit dan menarik tubuhku ke hadapannya. Tangannya yang besar, memegang erat tubuhku yang mungil. Lalu, wajahnya didekatkan ke hadapanku, sampai hidung kami pun bersentuhan.
"Walaupun ada banyak wanita cantik di luar sana, kamu tetap aman kok! Karena hanya kamu yang terindah di dalam hatiku." bisiknya pelan.
"Ih... Sejak kapan kamu jadi gombal, gitu?..." aku melepaskan pelukannya dan bergerak mundur menjauhinya.
"....Ini beneran, Humairah!" katanya lagi sambil mencoba meraih tubuhku kembali.
Aku mengelak dan membuat wajah meledek seraya menjulurkan lidah, "Weee..... aku tidak akan terjebak dengan rayuanmu!" sambil berlari menuju kamar.
Daniel berbalik arah mengikutiku, "Hihihi... Mana nih istri yang lagi cemburu?...." ujarnya sambil mengejarku. Dengan gerakan tubuhnya yang cepat, dia menangkapku di atas tempat tidur. Suara riang tertawa kami saat itu menghiasi tengah malam yang sunyi. Kami saling berpelukan dan Daniel terus menciumi keningku dengan rasa sayangnya.
"Ah.....Home Sweet Home." ucapnya seraya meregangkan kakinya dan melihat ke arahku dengan senyum manisnya.
Ooo.... Bahagianya aku bersamanya! Walaupun raut mukanya terlihat sangat lelah, tetap dia adalah suamiku yang tampan! gumamku dalam hati.
Segera akupun membalas senyumannya dengan memeluknya erat. Daniel menarik nafas panjang dan membelai pelan punggungku.
"I love you, Humairah." katanya berbisik.
"I love you too, mas." balasku.
Di ruangan dingin dengan temperatur AC 19 derajat itu, tubuh dan jiwa kami menyatu. Mengalirkan kehangatan yang menjalar ke seluruh tubuh. Aku merasa nyaman bersamanya, disampingnya, memeluknya dan memegang tangannya di dekapanku. Sungguh...aku menyayangimu, suamiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
My husband My Pilot
RomanceMenjadi istri dari seorang Pilot, tidaklah sekeren dugaan orang lain. Isyu perselingkuhan antara Pilot dan Cabin (*baca pramugari) kerap kali mengganggu kehidupannya. Cinta saja tidaklah cukup untuk menjalankan sebuah perkawinan layaknya pangeran da...