30 | Kejutan (4)

141 25 18
                                    

"Ada yang ketinggalan, Mas Kris?"

"Tidak ada, Pak Bandiman," jawab Kris tersenyum ramah pada sopir pribadinya sewaktu berjalan keluar dari rumah bersama tas ransel di punggungnya.

"Silakan, Mas." Bandiman membuka pintu belakang mobil. Setelah memastikan sang majikan duduk dengan aman dan nyaman, Bandiman kemudian duduk di balik kemudi dan langsung menjalankan mobil keluar.

Tring!

Bunyi pesan masuk pada ponsel Bandiman terdengar jelas. Tangan kanan Bandiman yang semula terus berada pada kemudi, diturunkannya untuk mengambil ponsel dari saku kemeja. Alisnya sedikit berkerut ketika membaca nama si pengirim pesan. Sambil terus menjaga fokus menyetir, Bandiman membuka pesan itu. Raut tegang pada wajahnya muncul setelah membaca isi pesan. Tanpa membalas pesan, tangannya kembali memasukkan ponsel ke dalam saku kemeja.

Kring!

Kali ini, bunyi panggilan telepon yang masuk pada ponsel Bandiman. Bandiman mengambil ponselnya kembali dari saku kemeja. Sama seperti yang dilakukannya pada pesan masuk sebelumnya, Bandiman tidak menerima panggilan telepon dan membiarkannya terus berdering sampai ponselnya itu dimasukkan kembali ke saku kemeja.

"Mengapa teleponnya tidak diangkat, Pak?" tanya Kris yang mulai terusik.

"Bukan telepon penting, Mas. Lagipula bahaya kalau mengangkat telepon sewaktu menyetir," jawab Bandiman.

"Oh. Benar juga," sahut Kris menggut-manggut.

Kris jadi ingat pada Judo. Sebelum berangkat ke Singapura alangkah baiknya kalau ia menelepon sahabatnya itu dahulu. Kris segera mengambil ponsel di saku dalam jaket denimnya. Dial speed nomor 2 ditekannya agak lama yang kemudian langsung menyambungkannya pada nomor Judo.

Nomor yang anda tuju sedang sibuk. Cobalah beberapa saat lagi.

"Aneh. Mengapa nomor anak itu sudah sibuk pagi-pagi begini?" Kris menurunkan ponsel dari telinga dan memandang layar ponsel dengan dahi berkerut. Penasaran apa yang sedang dilakukan Judo sampai-sampai tidak menjawab panggilan telepon darinya, Kris mencoba menelepon sekali lagi.

Nomor yang anda tuju sedang sibuk. Cobalah beberapa saat lagi.

"Tetap sama," komentar Kris membuang napas berat. "Ya sudahlah. Barangkali dia sedang menerima telepon penting."

Baru saja Kris akan memasukkan kembali ponsel ke dalam saku, ponselnya berbunyi. Kris melihat layar ponsel dengan sebuah notifikasi pesan tertera jelas di sana dari nomor yang amat dikenalnya. Dengan tenang, Kris membaca pesan itu.

Mas Kris, maaf mengganggu pagi-pagi begini. Aku tetangga Pak Bandiman pakai nomor ponsel istrinya. Istri Pak Bandiman melahirkan dan sekarang sedang dibawa ke rumah sakit. Aku sudah mengirim pesan, tapi Pak Bandiman tidak membalas. Telepon juga tidak diangkat. Kalau Mas Kris sedang bersama Pak Bandiman, tolong sampaikan agar Pak Bandiman secepatnya datang ke rumah sakit. Terima kasih ya, Mas.

Kris mengerti. Pesan dan panggilan telepon masuk yang diabaikan oleh sopir pribadinya itu ternyata berisi kabar yang sangat penting. Anehnya saat genting begini, mengapa sopir pribadinya itu tidak bicara jujur padanya?

"Pak Bandiman?" panggil Kris lembut.

"Iya, Mas," sahut Bandiman.

"Pak Bandiman punya janji?"

"Tidak ada, Mas."

Jawaban Bandiman membuat Kris terdiam dan hanya bisa memandang prihatin di balik punggung sang sopir pribadi. Tanpa banyak bertanya lagi, Kris melempar senyum saat Bandiman meliriknya sekilas dari kaca spion depan.

Get In Touch (TAHAP REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang