5. Malam Pembukaan

40 10 4
                                    

Amsterdam, Belanda.
Ini adalah pemandangan yang menyita seribu tahun waktu imajinasiku.

"Ini baru Amsterdam, tutup mulutmu sebelum liurmu jatuh." Tawa Theresa Bullock.

Aku menutup mulutku sesuai perintahnya. Yah, hari masih gelap namun dari dermaga saja sudah kulihat bahwa kemegahan dan detail ini memancar sempurna dari Amsterdam. Bagaimana dengan Rotterdam ? Atau, kota di Belanda lainnya ? Apakah mereka mampu membuatku terpikat juga ?

"Kita akan ke Beijing, Hong Kong, Taiwan, Taipei, Hokkaido, Tokyo, Kyoto, Madrid, Barcelona, Adelaide, dan masih banyak lagi." Ujar Theresa Bullock. "Mereka semua menawan."

"Yah, aku cukup beruntung dapat mengencani mereka."

"Maksudmu, Kota atau gadis-gadis di dalamnya ?"

"Selama tidak tua, kurasa boleh saja." Ujarku mengerling sendiri.

Theresa Bullock tertawa dan meninju bahuku pelan dari belakang. Walau aku sempat kehilangan keseimbangan oleh tinjunya, aku tak bisa balas meninjunya. Ia wanita. Dan lebih tua, sangat tua mungkin. Kesopanan adalah nomor satu.

"Siapa saja yang pernah bermain dalam Sirkus, Nn. Bullock ?"

"Ada Erwin Walker, Higashiyama Mikoto, Jessica Garret, dan Freddie."

"Mereka sama tuanya denganmu ?"

"Oh ayolah, aku tak benar-benar terlihat tua kan ?"

Kalau terlihat tua berusia 80-100 tahun mungkin tidak. Tapi kalau usiamu 20 tahun, kau sudah terlihat seperti 28 tahun sekarang.

"Tidak, untungnya." Dan aku tertawa.

. . .

Seksi Akomodasi kami, Jay-Tee Ruff, yang kami tidak ketahui sama sekali nama aslinya, memberi kami semua fasilitas kendaraan yang kami butuhkan.
Kami dibawa ke suatu tempat, sebuah tanah lapang yang luas. Berada di pinggir kota, dan cukup jauh dari keramaian kota.

Aku bertanya-tanya bagaimana orang-orang akan mengetahui tentang keberadaan sirkus bila kami tiba dengan diam-diam dan tanpa pemberitahuan. Atau spanduk. Atau pamflet. Atau pasukan pemandu sorak.

Tenda kami didirikan dalam waktu kurang dari empat puluh menit. Aku bisa melihat tiap tenda yang memiliki hiasan ornamen berbeda-beda namun dalam nuansa yang sama. Mewah, kelam, menggoda.

Juliet memilih Hitam, Abu-abu dan Merah tua. Dengan sedikit sekali tambahan Putih pada hiasan tertentu.
Lalu ada kerlap-kerlip memikat di warna kelabu dan lampu-lampu klasik bertengger di tiap persimpangan jalan dalam arena sirkus.

Sirkus apa ini namanya ?? Aku tidak ingat. Atau pernahkah kami diberi tahu ? Uhm,

"Ada telepon untukmu, Tuan Alisdair." Ujar seseorang.

Aku meraih ponsel yang dijulungkannya bagiku, lalu berbicara dengan seorang di seberang sana.

"Ya ?"

"Bagaimana perjalananmu ? Kuharap kau tak mabuk laut." Itu suara Ayahku. Juliet.

"Aku mabuk parfum, sayangnya."

"Kau sudah sarapan ?"

"Kami di ruang makan sekarang. Kau tahu, seksi Akomodasi benar-benar mampu membuat kami nyaman."

"JT Woof, eh ?" Dia terkekeh. "Pribadi yang menyenangkan, namun introvert."

"Sebenarnya, JT Ruff. Apa yang sedang kau lakukan sekarang ?"

GLASS MEMORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang