Ch 1 : Sebuah Keluarga(?)

2.4K 255 38
                                    

Lagi-lagi mereka tersenyum, lalu tertawa bersama, berbagi cerita, tersenyum lagi, seakan kebahagian itu tidak akan pernah pergi dari mereka.

VJ mendadak ragu. Ternyata dia memang tidak siap untuk melangkah maju. Ambang pintu seolah menjadi batas antara dunianya dengan dunia mereka. Dia terlalu pengecut. Dia tidak akan sanggup jika harus dihadapkan pada kenyataan itu lagi. Kenyataan bahwa dia sama sekali tak diinginkan di sana.

Apa salahnya mencoba? Hal serupa terus terucap dalam benak VJ, tetapi kakinya menolak untuk diajak bicara. Senyum yang terukir di wajah mereka, membuatnya merasa sangat kecil. Seharusnya VJ sadar, bahwa apapun yang terjadi, semua masih sama seperti tahun-tahun yang lalu.

Ecca.

Hanya Ecca satu-satunya harta paling berharga yang mereka miliki. VJ hanyalah bayang-bayang yang tidak akan mungkin tersentuh hangatnya sinar kasih sayang mereka. Victor dan Lilian, mereka tidak pernah mengharapkannya selama ini. Kenyataan itu sangat pahit dan sulit untuk VJ terima.

VJ menunduk menekuri lantai. Rambut depannya yang lumayan panjang jatuh mengenai mata. Dia memainkannya dengan jari, kemudian mencuri pandang lagi ke arah mereka.

Tangan VJ seketika ikut bergerak ke atas kepala, ketika dilihatnya Victor mengelus puncak kepala Ecca dengan sayang. VJ membayangkan, akan seperti apa rasanya jika dia diperlakukan seperti itu.

VJ mendapati dirinya terkikik kecil kemudian. Wajah Ecca yang bulat ditekuk kesal. Seingatnya, dulu Ecca sangat suka jika kepalanya dielus seperti itu, tetapi kini Ecca telah beranjak dewasa--usianya mungkin tujuh belas atau delapan belas tahun. Kelihatannya dia tidak begitu menyukainya sekarang, sebab rambutnya yang lurus jadi berantakan akibat ulah Victor. Di sebelahnya, Lilian tertawa anggun. Penampilannya telah banyak berubah sejak terakhir kali VJ bertemu dengannya tujuh tahun lalu. Lilian memotong rambutnya sampai telinga, terlalu pendek, tetapi lehernya jenjangnya yang indah jadi kelihatan jelas. Lilian memakai gaun hitam dan riasan tipis. Cantik sekali. Sementara Victor, dia tampak gagah dengan stelan jas dan celana abu-abu. Tatanan rambutnya tidak berubah, masih sama seperti dulu: disisir menyamping. Kacamata bulatnya pun masih setia bertengger di pangkal hidung.

Rasa rindu di dada VJ rasanya kian meledak-ledak. Tak terkira. Dia ingin masuk ke dalam restoran, menginterupsi, lalu duduk bersama mereka. Namun, dia takut, takut sekali jika Victor dan Lilian tidak menyukai kehadirannya. VJ pikir dia hanya akan merusak momen kebahagiaan mereka pada akhirnya.

VJ sudah sangat terbiasa tersisihkan. Mengalah pun sudah sering dia lakukan. Tetapi, sampai kapan dia harus seperti ini? Dia juga ingin merasakan kilatan hangat itu, bukan hanya sekadar kebencian dan bara api yang dia harapkan. Dia menginginkan sebuah cinta. Cinta yang sama seperti saat ayah dan ibunya memperlakukan Ecca.

Namun, VJ sadar dia tak lagi berhak menuntut apapun. Berebut kasih sayang di usianya yang sekarang hanya akan membuatnya terlihat menyedihkan. Pada akhirnya, VJ lah yang harus menjauh, membiasakan hatinya merasakan sepi, dan hidup menyendiri--tanpa sebuah keluarga.

Kenapa dia tak ingin mencoba? VJ tidak tahu. Mungkin, karena dia sudah terlalu terbiasa memakan nasi yang dingin, hingga steak daging sapi ... rasanya terlalu mahal untuknya. Dia merasa tidak pantas.

OUR STORY [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang