Malam itu tidak ada sekawanan awan pucat yang bergerak lambat menyaput bundar rembulan. Juga tidak ada desir angin ataupun suara binatang. Tetapi ternyata kesunyian itu tidak berlangsung lama. Lamat-lamat terdengar isakan disusul rintihan seseorang yang meminta tolong. Suara itu rupanya berasal dari halaman belakang sebuah rumah berlantai dua. Di tempat itu terdapat sebuah kandang berjeruji besi yang lazimnya digunakan untuk binatang peliharaan. Anehnya, di dalam kandang yang terkunci itu justru terdapat seorang gadis cantik berusia 22 tahun yang sedang berharap-harap cemas agar bisa meloloskan diri.
Gadis berambut lurus sebahu itu bernama Astrid. Kedua tangannya menggenggam erat jeruji besi dan mengguncang-guncangkannya sekuat tenaga, seolah-olah jika dia semakin gigih berusaha, jeruji itu bisa dipatahkannya.
Keringat membanjiri wajah dan tubuhnya sekalipun hawa di sekitarnya cukup dingin. Jantungnya berdebar-debar sangat kencang. Tak ada siapa-siapa di sekitarnya, selain halaman rumput luas yang lembap setelah diguyur hujan petang tadi. Aroma rumput lembap itu berbaur dengan aroma tanah becek. Otak Astrid segera dirasuki pikiran tentang alam yang begitu misterius... dan juga hawa kematian.
"Tolooong...!" Astrid meminta pertolongan dengan sisa-sisa suaranya yang parau. Sejak tadi tak seorang pun datang menolongnya. Dia tidak tahu manusia keji mana yang telah memasukkannya ke kandang binatang ini.
Dalam perasaan yang hampir mendekati putus asa, dia menundukkan kepala. Dia terisak, memikirkan bagaimana jadinya bila dia tidak bisa keluar dari kandang ini dalam keadaan selamat. Sekitar dua menit kemudian, dia merasa ada bayangan hitam menaungi tubuhnya serta rerumputan tipis di sekitar dasar kandang yang diinjaknya.
Astrid sangat mengharapkan bayangan hitam itu berasal dari seseorang yang akan berusaha menolongnya agar terbebas dari pasungan ini.
"Tolong saya...." Dengan menggebu-gebu Astrid mendongakkan kepala. Kedua tangannya kembali mengguncang-guncangkan jeruji besi.
Namun, tiba-tiba saja wajah Astrid memucat tegang dan matanya semakin membundar. Tidak seperti yang diharapkannya, yang berdiri di hadapannya bukanlah sosok penyelamat, melainkan....
"Ja... jangan...! Jangan bunuh saya...!" pintanya dengan suara bergetar.
Orang yang berdiri di hadapan pasungan besi ini jelas tak memedulikan ketakutan Astrid. Dia langsung menyiramkan bensin dari jeriken di genggamannya ke sekujur tubuh Astrid. Tubuh Astrid basah kuyup. Aroma bensin langsung menyengat udara serta menusuk indra penciumannya.
Orang itu tersenyum manis dengan mata yang bersinar jahat. Dia segera menggesekkan batang korek api yang diambil dari saku bajunya, lalu menerjunkannya saat sudah menyala... menabrak jeruji di bagian atas pasungan, lalu mengenai tubuh Astrid....
Tubuh Astrid menggelepar kejang bagai binatang, lalu lenyap dari pandangan. Wajah sang pembunuh tertimpa cahaya keemasan dan ekspresi wajahnya langsung menegang. Matanya nanar berair, menahan perasaan bersalah. Malam itu juga, persembunyian sang rembulan seolah digantikan oleh kobaran api yang memesona... dan mematikan.
***
Astrid terbangun dari tidurnya dengan napas memburu. Tubuhnya berkeringat, padahal cuaca sedang mendung pagi itu. Dia terbangun dengan perasaan tegang dan takut, walau di detik-detik pertama bangun dari tidurnya, dia tidak tahu apa penyebabnya. Masih tersengal, dia berusaha mengingat apa yang telah menyebabkan dirinya ketakutan seperti itu.
"Mimpi buruk," pikirnya antara lega dan tercekam.
Beeep.
Astrid tidak tahu sejak kapan klakson mobil di luar kamarnya itu berbunyi. Sama tidak tahunya mengapa alarm dan misscalled sudah berbunyi sejak sepuluh menit yang lalu, berulang-ulang, tapi dirinya tak kunjung membuka mata juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Edelweiss
HorrorAda orang misterius yang telah menusuk kucing peliharaan Kirana sampai mati. Ia meninggalkan secarik kertas yang ditulis dengan darah: "Pembunuh harus dipasung dan dibakar hidup-hidup." Kirana yakin bahwa kejadian itu adalah pola pembunuhan yang per...