"Bagus sekali!" seru Bayu bertepuk tangan memuji penampilan Citra di depan kamera. Senyum puas mengembang di wajahnya. Tak lupa acungan jempol diacungkannya untuk sang wartawan junior.
"Ah! Capek!" keluh Citra. "Sudah tiga hari aku tidak cukup tidur. Rasanya seperti mau pingsan saja." Tubuhnya mulai bergerak ke kanan dan kiri, merenggangkan otot-otot dengan senam kecil di tempat. "Bisma, kau lihat botol air minumku?" lanjut Citra bertanya masih sambil terus melakukan senam.
"Aku masukkan ke dalam tasmu. Tadi aku minta sedikit," jawab Bisma tanpa mengalihkan perhatian dari kamera di hadapannya.
Mata Citra membelalak. "Seharusnya kau minta izin dahulu. Pemiliknya saja belum minum, kau malah menyerobot."
Bisma menoleh. "Maaf, Cit. Aku haus. Sebenarnya, aku mau minta izin, tapi tadi kau kelihatan sibuk sekali jadi aku langsung minum saja. Lagipula aku sudah minta izin secara tidak langsung."
"Minta izin secara tidak langsung? Maksudnya?"
"Seperti ini, 'Hai tas Citra, aku Bisma. Di dalam sana, ada botol air minum pemilikmu. Aku haus sekali. Pemilikmu sedang sibuk. Aku tidak ingin mengganggunya. Jadi, aku akan minta izin padamu. Apakah aku boleh meminta air minum pemilikmu sedikit saja? Terima kasih ya'."
"Minta izin macam apa itu? Kau malah terlihat seperti orang gila," ujar Citra menatap sebal pada Bisma.
"Kau pelit sekali. Setidaknya aku sudah minta izin."
"Kau 'kan punya air minum sendiri. Aku lihat kau beli sebelum kita berangkat liputan."
"Air minumku sudah habis."
"Sudah habis?" Alis Citra berkerut. "Kau beli 4 botol air mineral, tapi sekarang sudah habis? Ckckck .... dasar sapi!"
"Banyak minum itu sehat. Kalau kurang cairan, aku bisa dehidrasi. Lebih parahnya, aku bisa pingsan. Apalagi pekerjaan kita berat. Mencari berita ke sana ke sini membuat kita cepat lelah. Selain makanan, salah satu penyelamatnya adalah dengan minum untuk menggantikan cairan tubuh yang terus keluar karena berkeringat."
"Tumben omonganmu berbobot."
"Aku mengikuti iklan di televisi," sahut Bisma menyengir kuda—menunjukkan deretan gigi putihnya.
"Sudah kuduga."
Wajah Citra yang semula bersinar mendapati perubahan kecil pada Bisma langsung berubah suram. Senyuman manisnya turun seketika. Citra mengira Bisma sudah sembuh dari sifatnya yang menyebalkan. Tentu saja menyebalkan karena setiap ucapannya aneh dan tidak jelas, seringkali tidak menyambung dengan topik pembicaraan. Mengapa Bisma bisa menjadi jurnalis? Mengapa Bisma bisa dipasangkan sebagai rekan kerjanya? Citra tidak pernah mengerti sampai sekarang.
Daripada meladeni Bisma yang ujung-ujungnya hanya akan membuat panas hati, Citra memilih mencari tempat yang nyaman untuk duduk. Tangannya menggapai tas kemudian mengeluarkan botol air minum dari sana. Begitu akan minum, Citra sontak berhenti. Matanya fokus pada bibir botol. Bisma baru saja minum dari botol yang ada di genggamannya sekarang. Pikiran Citra melayang pada sebuah adegan film di mana pemeran lelaki dan perempuannya minum dari botol yang sama. Bukankah itu disebut dengan 'ciuman tidak langsung?' Kepala Citra menggeleng cepat, menghapus adegan itu agar tidak menghinggap lama di pikirannya. Tak ingin adegan di film terjadi juga padanya, Citra mengambil selembar tissue dan dengan segera mengelap bibir botol.
"Kau sedang apa?" tanya Bisma polos saat melihat ritual pembersihan yang dilakukan Citra. "Waktu aku minum, bibirku tidak menempel botol."
Karena dipergoki seperti itu, Citra langsung berhenti mengelap, meremas bekas tissue lalu melemparkannya ke tempat sampah di belakangnya—mendarat dengan sempurna.
"Geser, Cit. Aku juga mau duduk," pinta Bisma seraya mendorong Citra yang sedang minum. Citra pun bergeser tanpa bicara dan memberi ruang Bisma duduk di sampingnya. Bisma meluruskan kaki sambil memperhatikan sekeliling. Pandangannya kemudian terhenti pada Bayu. "Pak Bayu," tegur Bisma.
"Hm," jawab Bayu tanpa menoleh karena sibuk mengeker sebuah rumah mewah beserta lingkungan sekitar yang sedang menjadi santapannya kini.
"Mengapa kita tidak sekalian menyebarkan penemuan anting perempuan itu? Kalau hanya foto-foto dan video saja rasanya menggantung. Beritanya jadi terkesan berlebihan."
"Justru itu strateginya." Bayu menurunkan teropong kecilnya lalu menggantungkannya di leher. "Karena rasa penasaran itu mahal harganya, jadi kita buat publik penasaran. Dengan begitu, beritanya akan semakin heboh dan semakin menarik perhatian. Kita desak Judo sampai lengah sehingga dia membongkar sendiri rahasianya. Sebagai tim yang profesional, kita harus punya strategi bagus dengan tidak sembarangan menyebarkan bukti. Aku berencana menggunakan anting perempuan itu sebagai senjata terakhir."
"Bapak yakin sekali."
"Instingku tidak pernah salah. Aku merasa ada yang tidak beres di sini."
"Aku kasihan pada Judo. Dia baru saja sampai di Indonesia, tapi nasibnya sial begini," ungkap Bisma.
"Mau bagaimana lagi. Kita tidak bisa melakukan apa-apa. Kita bekerja mencari berita, jadi tidak bisa berpihak pada siapapun." Citra menimpal sambil memasukkan kembali botol air minum ke dalam tas.
"Kau sudah ambil banyak gambar?" tanya Bayu menatap Bisma.
"Sudah, Pak. Sesuai instruksi Bapak," jawab Bisma mantap.
"Bagus!" seru Bayu senang. "Aku yakin kita pasti akan menang lagi. 'Skandal Maheswara' pasti akan menjadi milik kita! Hahaha!"
"Hei, Bayu!" panggil seorang wartawan harian lain dengan nada tinggi. Bayu seketika berpaling dan melihat musuh bebuyutannya itu berjalan mendekatinya. Tawa Bayu berhenti. Tangannya merapikan kerah kemeja yang jelas tidak berantakan kemudian berdeham pelan.
"Dari tadi kuperhatikan kau sangat antusias," ujarnya mencemooh.
"Oh! Aku selalu antusias dalam bekerja. Aku selalu optimis, bersemangat, dan pantang menyerah. Maka dari itu, berita-berita Harian Osborn berbeda dari yang lain. Itu semua berkat kerja keras para jurnalis kami," jelas Bayu berkacak pinggang.
"Aku tahu kau memang penggila kerja. Kau juga tidak akan berhenti sebelum mendapatkan apa yang kau mau. Tapi, mengapa aku merasa ada hal yang mengganjal ya?"
"Apa maksudmu?" Kening Bayu mengernyit.
"Jangan bilang kau tidak mengerti, Bayu. Ini tentang foto-foto dan video 'Skandal Maheswara'."
"Jangan bertele-tele. Sebenarnya, kau mau bilang apa?"
"Pagi-pagi buta kau menyebarkan foto-foto dan video dengan caption 'Skandal Maheswara' dari sejumlah website di internet yang membuat kami semua gempar. Tak lama setelahnya, bermunculan tulisan-tulisan dari sumber yang tidak jelas berisi berita yang sama. Dari mana kau dapat semua itu? Kau pasti tahu semua ini."
Bayu tidak menjawab dan hanya senyam-senyum mendengar penuturan sang musuh.
"Kau terkenal dengan julukan 'The Dawn Catcher', sangat update dengan segala hal, juga selalu mendapatkan berita paling akurat dari jurnalis yang lain. Jangan-jangan 'Skandal Maheswara' ini kau sendiri yang mendapatkannya? Atau mungkin semua tulisan itu kau yang buat? Jika benar kau yang melakukan semua ini, kau harus hati-hati, Bayu. Karena menyebarkan berita bohong itu tidak baik."
"Aku bukan seorang tukang gosip. Mendengarmu bicara seperti itu, kau seakan menuduhku sebagai pelaku penyebar kebohongan. Kau yang harus hati-hati karena menuduh orang sembarangan tanpa bukti itu namanya fitnah." Ulas senyum penuh kemenangan tergambar jelas di wajah Bayu. Jelas Bayu tak takut ancaman sang musuh. Bukti atas kasus yang sedang terjadi tersimpan aman di tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Get In Touch (TAHAP REVISI)
FantasíaJudul awal : Loving Princess [Genre : Comedy - Romance - Fantasy] Kamala Wikrama Indurasmi, seorang Gusti Putri suatu kerajaan seribu tahun yang lalu. Bukan hanya cantik dan anggun, Kamala juga seorang gadis tangguh yang menguasai keahlian berperang...