Renang

2K 253 8
                                    

Hari ini Viny, Lidya, Melody dan Shani pergi ke suatu tempat untuk menghabiskan waktu liburan. Sebenarnya hanya Viny dan Lidya yang akan berangkat, tetapi karena Lidya membawa Melody, Viny juga tidak ingin kalah dengan mengajak Shani bersamanya.

"Jadi kita renang disini nih?" tanya Shani menyimpan tasnya di kursi setelah sebelumnya mengganti baju.

Melody mengedarkan pandangan kesekeliling, "Gila empat meter."

"Takut ya kak?" tanya Viny menahan tawanya.

Melody mendelik malas kemudian merangkul lengan Lidya. "Enak aja, aku jago renang ya meskipun pendek."

"Tapi aku gak renang ya," sahut Lidya melepaskan tangan Melody dilengannya lalu mundur beberapa langkah.

Melody mendengus malas, "Loh kok gitu sih?"

"Aku takut Mel empat meter, kalo aku tenggelem gimana?"

"Dih takut?"

"Iya, aku udah tenggelem dalam lautan cinta kamu, aku gak mau ikut tenggelem di air." Lidya tersenyum bangga lalu menaik turunkan kedua alisnya. Melody ikut tersenyum malu mendengar itu, sementara Viny dan Shani hanya mendengus malas.

"Kakak." Shani menggigit bibir bawahnya menatap Viny.

"Iya, sayang?" sahut Viny mengalihkan pandangannya pada Shani. Sebelah alisnya terangkat bingung menangkap ekspresi wajah Shani yang terlihat ketakutan. "Kenapa?"

"Aku gak bisa renang."

"Masa sih?" Viny menegadahkan wajahnya keatas tampak sedang memikirkan sesuatu, "bukannya kamu pernah cerita kalo dapet nilai bagus di olahraga renang?"

"Tapi ini empat meter." Shani menekankan nada suaranya.

"Kan ada aku." Viny berjalan mendekati Shani lalu menggenggam tangannya, "ayo, gak usah takut."

"Beneran gapapa kan?" tanya Shani lagi memasang wajah cemas.

Viny mengangguk mantap, "Iya, gapapa."

"Eh Vin tolong catetin jadwal latihan, bentar aja." Lidya terkekeh pelan seraya menyodorkan ponselnya.

Viny mendesah malas, "Tunggu," ucapnya lalu mengalihkan pandangan pada Shani, "kamu duluan aja gih. Tar aku nyusul."

Shani mengangguk dan mulai berjalan mendekati kolam renang. Viny merebut paksa ponsel digenggaman tangan Lidya dengan kesal. "Makanya catet lain kali."

"Iya ah maaf."

Sekitar dua menit, Viny menyerahkan kembali ponsel itu kepada Lidya lalu membuang pandangannya ke kolam renang. Matanya memicing memperhatikan seseorang yang terlihat kesusahan berenang ditengah kolam. Ia mengedarkan pandangan kesekeliling mencari sosok Shani.

"Shani mana?!" tanya Viny panik.

"Loh bukannya tad----" ucapan Melody menggantung ketika melihat Shani di tengah kolam. "Itu Shani, begok!" bentaknya lalu berlari cepat.

Tubuh Viny melemas seketika, ia bahkan tidak punya tenaga untuk berjalan karena terlalu syok melihat tubuh Shani yang sudah mengambang di tengah kolam. Jantungnya seolah berhenti berdetak, nafasnya tercekat ditenggorokan.

Setelah susah payah Lidya dan Melody berhasil membawa Shani ke pinggir kolam renang dengan bantuan petugas. Sedangkan tubuh Viny masih membeku menatap kosong Shani yang sudah tidak sadarkan diri.

"Woy!!!" Melody mengambil sendal yang langsung ia lemparkan pada Viny. "Jangan diem aja!!" teriaknya keras.

Viny mengerjap untuk mengembalikan kesadarannya dan segera berlari menghampiri Shani. Dengan lemas tubuhnya terduduk disamping Shani.

"Sa-sayang," seru Viny mengguncangkan tubuh Shani.

Lidya menekan perut Shani pelan berusaha mengeluarkan air didalam perut Shani. Sementara Melody menempelkan telunjuknya dibawah hidung Shani. Selang beberapa detik, keduanya saling pandang lalu menggeleng pelan.

"Shani kenapa?!" tanya Viny panik kemudian mengangkat kepala Shani dan diletakan dipangkuannya. Ia mengguncangkan kedua pipi Shani. "Sayang, banguun!!!"

"Vin, Shani udah gak nafas," ucap Melody membuat tubuh Viny semakin melemas. Viny menatap Melody tidak percaya lalu menggeleng kuat.

"Gak!!" bentaknya kembali menatap Shani, "Shani bangun, sayang!"

"Viny, Shani udah ga---"

"Ngga kak!" Viny mengangkat tubuh Shani lalu dipeluknya dengan erat. "Sayang bangun," lirihnya mengguncang-guncangkan tubuh Shani. "Sayang, aku mohon."

Tidak ada jawaban. Viny kembali melepaskan tubuh Shani lalu membaringkannya kembali dengan perlahan. Ia mengerjap berusaha berpikir jernih dan mulai mendekatkan wajahnya berniat untuk memberikan napas buatan.

Belum sempat menempelkan bibirnya, tawa Shani langsung terdengar keras diikuti oleh tawa Melody dan Lidya. Shani duduk menatap Viny yang sedang melongo bingung. "Kamu gampang banget sih dikibulin."

Viny menggeleng pelan dan mendekap erat tubuh Shani, tangisnya langsung pecah. Tawa Shani mendadak berhenti, ia menatap Melody dan Lidya secara bergantian merasa sedikit bingung melihat sikap Viny, padahal sebelumnya ia mengira Viny akan marah besar.

"Kak." Shani membalas pelukan Viny kemudian mengusap punggungnya. "Aku gapapa, aku tadi ngerjain kamu bareng kak Melody sama kak Lidya."

Viny menggeleng kuat dan malah semakin mempererat pelukannya. "Ja-jangan tinggalin aku, aku gak mau."

"Kakak," lirih Shani berusaha melepaskan pelukan Viny tetapi pelukan itu malah semakin erat. "Aku gak kenapa-kenapa."

"Aku gak mau, Shan. Aku gak mau!" Viny semakin terisak, mencium pundak Shani beberapa kali. "Jangan tinggalin aku."

"Kak." Shani melepaskan pelukan Viny lalu menatap matanya yang sudah memerah. Detik ini juga ia merasa sangat bersalah karena becanda terlalu berlebihan. "Maafin aku."

Viny mengangguk lalu menggapai kedua pipi Shani. Ia mencondongkan sedikit wajahnya mencium dahi Shani dengan tempo yang cukup lama. "Jangan kaya gini lagi, aku gak mau."

Shani mengangguk dan kembali memeluk Viny. Pipinya ia sandarkan didada Viny. "Maaf, aku bikin kamu pusing terus."

Viny mengembuskan napas kasar kemudian mengusap lembut rambut Shani. "Gapapa, yang penting jangan tinggalin aku, ya?"

"Iya, aku janji."

Flash Fiction (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang