Kamu tahu, ingin sekali kuakhiri hembus napas yang semakin sesak rasanya. Menamatkan, cerita-cerita penuh luka tentang kamu dalam puisi membunuh sepi. Dan ingin, kuhapuskan kamu dalam dadaku yang hampa ini. Namun, aku semakin gila rasanya. Semakin getir senyum bibir dalam getar dada yang membunuh waras jiwa.
Kamu, masihlah gadis yang aku cintai tiga tahun lalu. Sekarang? Tetaplah sama perasaan itu. Bahkan detik yang membawamu pergi, di senja kuning di saat kamu menjauh dariku. Aku masihlah menginginkanmu untuk menjadi pendamping terbaikku. Meski kamu sudah berubah, dan tak lagi sama dengan yang pernah aku kenal. Namun, bayang-bayang semu tentang kamu masih membayang. Cinta dan sayang yang kamu tak sabar tentang itu, masih milikmu. Dan tak pernah menjadi milik orang lain.
Kamu, Rieda-ku. Rieda yang telah mati. Hatinya telah pergi dibawa angin senja. Jiwanya direnggut cahaya mega di ufuk barat. Dan kamu yang sekarang sungguh bukan Rieda yang aku kenal dahulu. Kamu. Siapa kamu? Sungguh tega membuat aku kalut karenamu. Membuang airmata hingga kering karenamu. Kamu. Siapa kamu? Merampas bahagia yang kupunya. Merenggut paksa tali harap yang aku rekatkan kepadamu. Kamu. Sungguh tak sama lagi.
"Sungguh, perasaanmu kini membuatku menjadi seseorang yang jahat. Titipkan maafku pada hati itu, hati yang dengan tulusnya mencintai namunku balas dengan melukai. Titipkan maafku pada hati itu. Yang masih setia mencipta asa pada bahagia. Kelak dengan pergiku akan mendatangkan seorang yang mampu mengobati lukanya. Bersabarlah untuk rasa yang kelak membuatmu lupa padaku. Dan aku hanyalah sisa angin yang mengudara"
Pesanmu di senja itu. Mengapa begitu mudah kamu menyuruhku untuk melupakan. Padahal tak semudah yang kamu kira. Aku harus membunuh semuanya. Merubah semuanya. Hingga aku kehilangan diriku sendiri. Mengapa kamu minta maaf pada hatiku. Kau seolah-olah menyalahkan hati ini. Hati yang salah menempatkan asa, hati yang ceroboh mencintai hati yang salah. Dan mungkin, hatimu pun juga salah.
Ingin sekali kuakhiri hembus napas yang semakin sesak rasanya. Ingin, kamu kujadikan sebagai sesuatu yang cukup dikenang. Jangan biarkan kamu merenggut kebahagiaan. Jika pada akhirnya kamu tetap bukan untukku, maka biarkan aku tetap bertahan dalam sesak-sesak bersama hatiku.
*Demi Kamu
(Kata-kata bergaris miring. Perkataan Rieda-ku yang kucatat erat di buku harianku)
KAMU SEDANG MEMBACA
Membunuh Sepi
Puisi(Proses Terbit) Untuk yang mencintai lalu dibenci Untuk yang datang lalu pergi lagi Untuk yang setia lalu dikhianati Untuk yang teguh mempejuangkan lalu dipatahkan Untuk yang memendam lalu terlambat menyatakan, Untuk kamu yang patah hati, Merindukan...