Chapter 27

14.6K 729 17
                                    

Alex mengendarai mobilnya dengan tergesa-gesa. Di sampingnya ada Anna yang masih terlihat khawatir.

"Pelan-pelan kak," ucapnya takut-takut.

"Diam An! Kau tahu aku sangat cemas pada Viona. Aku harus cepat sampai."

Anna pun bungkam. Ia mengerti pikiran kakaknya. Ia hanya bisa berpegangan erat pada jok mobil untuk mengurangi ketakutannya.
Sampailah mereka di depan gedung tinggi bercat serba putih itu. Tempat dimana Viona dirawat.

Alex melangkahkan kakinya cepat-cepat hingga Anna tertinggal di belakangnya.

"Kak, tunggu!" Alex memutar tubuhnya menghadap Anna.

"Apa?!" geramnya.

"Viona di ruang nomor 125, Kak."
Alex segera menuju ruang yang disebutkan oleh Anna barusan. Tak butuh waktu lama ia sudah sampai di depan ruang rawat. Di sana ada seorang laki-laki sedang duduk dengan wajah cemas.

"Siapa kau?" tanya Alex sinis.

"Aku?" tanya laki-laki itu.

"Ya, kau siapa? Kau yang menabrak Viona, 'kan?! F*ck!" tuduh Alex sambil mencengkeram kerah baju laki-laki itu.
Baru saja Alex hendak melayangkan pukulannya, Anna datang dengan muka yang memerah.

"Kakak! Lepaskan dia!" teriaknya.

"Kenapa?! Dia yang membuat Viona ada di sini! Aku tidak akan mengampuninya!"

Anna mendekat dan mencoba melepas tangan Alex di kerah baju lelakinya. Siapa yang akan terima jika orang yang dicintai diperlakukan seperti itu?

"Lepas kak! Dia Nathan! Mate-ku sekaligus sepupu Viona." ujarnya.

Seketika cengkeramannya mengendur lalu terlepas. Pikirannya sangat kacau. Seharusnya dia mendengarkan penjelasan Nathan dulu. Bodoh! Umpatnya dalam hati. Anna beringsut memeluk Nathan.

"Sayang, kau tidak apa-apa? Maaf, kakakku hanya panik." Anna merasa bersalah atas tingkah kakaknya itu.

"Tidak apa-apa, aku baik-baik saja, An. Aku juga minta maaf, hampir saja aku emosi." ucapnya lembut sembari mengelus rambut Anna yang tergerai bebas.
Alex hanya diam lalu menjatuhkan tubuhnya dengan kasar pada tempat duduk di depan ruang itu. Sesekali ia menghela napas kasar. Ia bangkit dari duduknya, mendekat ke pintu hendak masuk melihat Viona di sana.

"Mau ke mana? Dokter bilang belum ada yang boleh masuk ke dalam." cegah Nathan.

"Aku hanya ingin melihatnya. Apa tidak boleh?" tanyanya.

"Kau boleh melihatnya, tapi tidak untuk sekarang. Dia masih kritis." ucap Anna menimpali.

Lagi-lagi Alex menghembus napas kasar. Ia kembali duduk di samping Anna. Tubuhnya serasa lemas. Anna pun mengusap bahunya pelan agar Alex bisa tenang.

"Bagaimana keadaannya, An?! Aku ingin melihat wajahnya, senyumnya, tawanya. Apa aku masih mampu untuk hidup jika Viona seperti ini?" ucapnya frustasi.

"Sabar, Kak. Aku yakin Viona akan kembali seperti dulu. Kau harus tenangkan pikiranmu." Anna masih saja mengusap bahu Alex.

"Bagaimana aku bisa tenang? Ini semua salahku. Aku bodoh! Bodoh! Bodoh!" rutuknya sambil memukuli kepalanya sendiri.

"Kak! Lihat aku!" Anna memutar tubuh Alex agar berhadapan dengannya. "aku tahu kau cemas, tapi kumohon jangan salahkan dirimu sendiri. Kita tidak ada yang tahu jika Viona akan seperti ini. Jadi, stop! Viona akan cepat sadar jika kau tenang. Yakinlah, Viona akan kembali padamu." lanjutnya.

Alex pun diam. Ia berusaha menguatkan hatinya. Perkataan Anna memang ada benarnya. Dia harus tenang agar Viona cepat bangun. Sebenarnya Anna ingin mengatakan kondisi Viona, tapi mengingat Alex yang terlihat sangat cemas, ia pun mengurungkan niatnya. Ia tidak mau melihat kakaknya bertambah sedih.

****

Sudah satu minggu Viona terbaring di rumah sakit. Namun, belum ada tanda-tanda kalau ia akan sadar. Alex yang belum tahu apa-apa pun sangat cemas. Untung saja ia sudah boleh melihat Viona.

"Sayang, kenapa kau belum bangun juga? Aku merindukanmu."

Dipegangnya tangan kiri Viona yang diinfus. Kepalanya diperban, pernapasannya masih dibantu selang oksigen yang menempel di hidungnya. Bunyi detak jantungnya terdengar dengan jelas. Luka di tubuhnya pun mulai mengering. Namun, Viona masih tak bergerak. Alex terus menatap wajah pucat Viona. Sesekali ia mencium kening Viona dengan lembut.

"Aku tahu kau pasti mendengarku. Kumohon, bangunlah. Aku ingin melihat tawamu lagi. Kau tahu? Kau selalu membuatku gemas dan aku ingin sekali mencubit pipimu itu. Kau harus kembali. Oh iya, Dad dan Mom terus mendesakku untuk segera menikah. Kau harus mau ya." ujarnya tanpa jeda sembari tersenyum.

Diam-diam Anna dan Nathan memerhatikannya dari depan pintu. Bahkan Anna hampir saja meneteskan air matanya melihat Alex yang terus berbicara dengan Viona walaupun Viona tidak merespon sama sekali. Segera Nathan merangkul kekasihnya itu untuk menenangkannya.

"Sudahlah, jangan menangis. Kakakmu pasti kuat, apalagi Viona. Aku yakin sebentar lagi ia akan sadar. Kita hanya perlu menunggu," ujarnya lembut.

"Aku tahu, tapi kakak belum tahu yang sebenarnya, 'kan? Apa aku harus memberitahunya sekarang? Tapi aku takut kakak tidak akan menerima ini semua," Tangisnya pecah, tak bisa ia tahan terlalu lama.

"Tunggu waktu yang tepat, sayang. Alex akan menerimanya. Apapun keadaan Viona, dia pasti akan menjaganya, 'kan?" tanya Nathan.

****

Dua jam sudah Alex menemani Viona dan terus berbicara padanya. Hasilnya masih sama, Viona belum sadar. Ia sudah menguap beberapa kali, tapi ditahannya. Takutnya, kalau-kalau Viona bangun tapi dia ketiduran. Ia tidak mau melewatkan waktu barang sedetikpun untuk menunggu Viona. Namun, seberapa kuat ia menahan, tetap saja ia kalah. Matanya terpejam perlahan-lahan. Akhirnya Alex tertidur dengan tangan masih menggenggam pergelangan tangan Viona.

Tak lama kemudian, jari-jari Viona bergerak. Matanya yang semula terpejam kini perlahan-lahan terbuka. Ia memfokuskan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan. Kemudian, ia berhenti, didapatinya seorang laki-laki yang tengah tertidur sambil mengenggam tangannya. Siapa orang ini? Ehm kenapa aku ada di sini? Batinnya.
Viona berusaha menepis tangan itu, tapi laki-laki itu justru terbangun.

"Hmm," Alex mengerjapkan matanya, "Viona, kau sudah bangun?! Astaga! Aku senang sekali. Sebentar, aku panggilkan dokter," imbuhnya.

"Anna, Viona sadar! Dia sadar! Aku panggilkan dokter dulu. Kau masuklah! Temani Viona di dalam." perintah Alex.

"Hah?! Iya, baik." jawab Anna.

"Viona," panggilnya.

Viona bingung, kenapa orang di sini tidak ada yang dikenalnya? Bahkan namanya sendiri pun tidak tahu.

"Kenapa aku ada di sini?" tanyanya.

"Emm ... Kau sakit, Viona." jawab Nathan.

"Viona? Viona siapa?" tanyanya lagi.

Anna terkejut mendengarnya. Berarti dokter memang benar. Viona kehilangan ingatannya setelah sadar. Ia hanya menatap Viona dengan tatapan sedih.
Tak lama, Alex masuk diikuti seorang dokter dan perawat di belakangnya.

"Viona," panggil Alex sembari tersenyum lalu duduk di kursi yang ia duduki sebelum Viona sadar.

"K-kau siapa?"

****

Woahh! Sekali dapet ide langsung ditulis nih, kalau ada typo mohon dibenarkan ya 😊
Maaf up-nya lama, aku besok Senin udah UN. Doakan ya teman-teman :)

My Mate Is A VampireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang