Azura memandang sejenak bangunan yang ada di depannya. Menarik napas dalam-dalam kemudian mengembuskannya secara perlahan.
Tiap kali Azura menginjakkan kaki di rumah ayahnya, perasaannya selalu campur aduk. Antara marah, kecewa dan juga sedih. Tak satupun kenangan manis yang pernah dia dapatkan di rumah itu. Yang ada dia merasa seperti terkurung di dalam neraka selama bertahun-tahun. Untung saja sekarang dia sudah bisa lepas dan tinggal sendiri dengan tenang.
Setelah menekan bel beberapa kali, pintu akhirnya terbuka. Seorang wanita berusia kisaran empat puluhan langsung menyambutnya dan mempersilahkan Azura masuk.
"Udah gue duga kalau lo pasti dateng." Suara menyebalkan milik Manda terdengar jelas seolah cewek itu memang sudah menunggu kedatangan Azura.
"Berisik!" kata Azura ketus dan berlalu begitu saja menuju kamarnya yang ada di lantai dua.
Setelah sampai di sana Azura lantas duduk di atas ranjangnya dan menatap sekililing kamarnya yang masih sama seperti saat terakhir kali dia tinggalkan.
Entah kapan terakhir kali dia tidur di kamar ini. Azura sudah tidak ingat.
Meletakkan tasnya di atas ranjang, Azura lalu berjalan menuju lemari besar yang ada di pojok kamarnya. Membuka lemari itu dan tersenyum kecut saat melihat beberapa pasang baju baru yang mungkin dibelikan ayahnya khusus untuk menyambut neneknya.
"Pencitraan banget!" umpat Azura sedikit kesal.
Dia memang tidak pernah kekurangan apapun dari segi finansial. Ayahnya selalu memberikan uang lebih padanya. Sayangnya hanya sebatas itulah yang dilakukan sang ayah untuknya.
Azura tidak pernah diajak pergi ke tempat wisata, tidak pernah dimanjakan kasih sayang seperti Manda dan yang paling miris Azura tidak pernah mendengar ayahnya mengatakan sayang padanya. Azura sudah terbiasa hidup mandiri sejak kecil. Apapun yang dia inginkan, akan dia beli sendiri walau terkadang dulu dia sering meminta bantuan pada bawahan ayahnya.
Setelah mengambil satu pasang baju secara acak, Azura bergegas ke kamar mandi. Dia ingin berendam untuk menghilangkan penatnya. Setelah selesai mandi, Azura memutuskan untuk mengurung diri di kamar. Dia terlalu malas untuk keluar dan bertemu dengan Manda atau ibunya yang mungkin sudah pulang.
Sekitar pukul tujuh malam asisten rumah tangga ayahnya datang ke kamar Azura untuk memberitahunya kalau omanya sudah datang.
Azura langsung mendengus sebal mendengarnya. Mulai detik ini dia harus bersikap seperti 'anak baik' dan terpaksa harus akur dengan Manda.
"Sabar Ra cuma beberapa hari doang," gumam Azura menyemangati dirinya sendiri sebelum keluar dari kamarnya.
Berjalan pelan menuruni tangga, Azura akhirnya sampai di ruang makan dimana keluarganya kini sedang berkumpul.
Oma Azura tersenyum lebar saat melihat kedatangannya. Dipeluknya wanita tua itu sebentar kemudian duduk di kursi kosong di samping Manda.
"Gimana kabar kamu Zura?" tanya omanya ramah. Azura hanya tersenyum canggung. "Baik Oma, Oma sendiri gimana?" tanyanya ada jeda sesaat.
"Alhamdulillah Oma sehat-sehat aja Ra." Azura bisa melihat dari ujung matanya kalau Manda baru saja mendengus sebal. Dia seperti tidak senang melihat interaksi Azura dengan omanya yang berjalan dengan baik.
Oma Azura sejak dulu memang selalu memperlakukan Azura sama seperti cucu-cucunya yang lain. Karena itulah beliau cukup disegani oleh Azura.
"Sekolah kamu gimana?" Omanya kembali bertanya.
"Baik juga Oma."
"Tahun ini kamu lulus kan?" Azura mengangguk pelan. "Mau ngelanjutin kuliah dimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Aozora [END]
Teen FictionApa yang akan kau lakukan jika tiba-tiba ada dua anak kecil yang mengaku sebagai anakmu di masa depan? Terkejut? Tentu saja kau akan terkejut. Begitu pun dengan Azura yang tak pernah menyangka genre dalam hidupnya akan bertambah. Terlebih laki-laki...