Prolog

44 7 5
                                    

PUTRI

Hari ini adalah hari yang paling di nanti-nanti oleh Putri sejak berapa bulan terakhir. Setelah 3 tahun mengenyam sekolah tingkat atas dan merasakan seperti apa rasanya menjadi anak kelas XII.

Sekolah bagaikan rumah kedua baginya,terlebih lagi ketika sudah memasuki semester dua, pergi pagi pulang sore sudah menjadi kebiasaan, hari-hari dipenuhi dengan belajar, les tambahan, dan tak lupa sosialisasi dari beberapa universitas yang datang kesekolah. Belum lagi tryout, ujian praktek, UASBN, dan puncaknya adalah UN. Siapa pun yang sudah pernah mengalaminya pasti merasakan bagaimana rasanya menjadi pejuang akhir.

Putri termenung duduk di depan kelasnya sambil memegangi handphone yang tak pernah lepas dari tangannya. "Akhirnya masa-masa SMA ku telah usai" ucap Putri dengan raut wajah gembira tapi terbersit kesedihan di hatinya. Bukan sedih karna tidak dapat belajar lagi di SMA, tetapi kenangan Putri bersama teman-temannya lah yang sulit ia lepaskan.

Putri masih tidak percaya, begitu cepat tiga tahun berlalu yang sudah ia lewati bersama teman-temannya dan mereka sekarang harus berpisah, terutama Rina, teman dekatnya yang memilih melanjutkan pendidikan nya di tempat kelahiran ayahnya di Sulawesi

"Putri..... !" Teriak Rina dari jauh membuat siapapun yang mendengarnya seperti akan mendapatkan serangan jantung.

"Gak usah teriak gitu bisa kan? Kayak udah 5 tahun gak ketemuan aja" sahut Putri dengan nada sedikit kesal
Rina yang menuju ke arahnya hanya tertawa melihat raut wajah Putri yang akan memarahinya seperti guru BK yang memarahi Rina setiap pagi.

Rina dikenal dengan julukan ratu telat di kelas. Bukan sesuatu hal yang asing lagi jika dia di marahi guru BK setiap pagi.

"Aku kangen sama kamu Put, semenjak aku ke sulawesi untuk ngikutin tes sekaligus ngurusin berkas-berkas pendaftaran kuliah, aku gak bisa ketemu kamu, gak bisa main bareng kamu, gabisa nyobain masakan buatan kamu pastinya hehehe"

"Kangen ama aku apa kangen makan masakan aku..?" Goda putri kepada Rina

"Dua-dua nya sih, hihi" ucap Rina sambil tertawa sok manis di depan Putri

"Kamu mah emang gitu, bilangnya kangen sama aku padahal cuma kangen makanan doang?"

"Loh, emangnya kenapa?, Kan dua-dua nya sama-sama kamu, diri kamu, masakan kamu, semua yang aku kangenin ada di kamu Put, emangnya kamu gak kangen apa ama aku?" Ucap Rina dengan nada sedih yang di lebih-lebih kan

"Enggak tuh, malahan hidup ku tentram tanpa suara cempreng kamu yang bikin orang jantungan"
"Cempreng dari mananya? Orang suara kayak KattyPery gini kamu bilang cempreng, enak aja " sahut Rina dengan tangan yang berada di pinggang bak seorang model terkenal

Belum sempat Putri bicara lagi, seorang wanita datang menghampiri mereka. Ya, wanita ini adalah Mamanya Rina.

"Mama dari mana aja? Rina nungguin dari tadi tau" ucap Rina sedikit kesal.

"Mama tadi ada kerjaan bentar Rin"
"Iya-iya ma" sahut Rina yang sepertinya sudah biasa dengan hal seperti itu

"Oh iya, Put. Kamu kesini sama Ayah kamu gak?" Tanya Rina penuh semangat
"Enggak Rin, biasalah Ayah aku sibuk kerja keluar kota, kamu tau sendiri kan gimana sibuknya Ayah ku" jawab Putri melemah

Putri tinggal bersama Bi Inah di rumah. Semenjak kepergian ibunya, Ayahnya jarang pulang kerumah, Ayahnya lebih sering keluar kota untuk bekerja. Toh, ada atau tidak Ayahnya di rumah sama saja baginya.

Setelah kejadian setahun yang lalu, Putri tidak banyak bicara dengan ayahnya, jika bicara pun itu hanya seperlunya saja. Bagi Putri Ayahnya lah penyebab kematian Ibunya.

ALDO

Di salah satu Universitas ternama di Jakarta, masih sama seperti hari-hari sebelumnya, seorang laki-laki berbadan jenjang dan berkulit sawo matang duduk di bawah pohon tak jauh dari gerbang kampus, dengan sebuah gitar yang selalu ia bawa, setiap jam kuliah berakhir ia pasti selalu duduk di bawah pohon itu, entah itu hanya sekedar bersantai ataupun memainkan gitar kesayangannya.

Ia akan merasa tenang jika berteduh dan menyandarkan tubuhnya pada pohon itu, seolah-olah semua beban nya hilang seketika.

Ia mulai memetik senar gitar dengan lembut menciptakan melodi-melodi yang menentramkan hati siapa pun yang mendengarnya, petikan gitarnya membuat siapa saja ingin berlama-lama berada di sampingnya, terutama suaranya yang berat membuat siapapun tak kan berpaling darinya

"Aldo....!" Teriak seorang lelaki dari kejauhan. Aldo sudah tahu betul itu siapa. Glend, suaranya yang khas sehingga Aldo mudah mengenal suara itu. Aldo tak mengubris panggilan Glend, ia tetap asik memetik senar-senar gitar dengan jari-jarinya.

"Woy budek!!" Ucap Glend yang sekarang berada di depan Aldo.
"Kenapa?" Jawab Aldo singkat
"Eh, kamu budek ato apa sih, aku manggil-manggil dari tadi, kamu malah masih asik aja sama gitar mu itu"

"Kalo aku budek emang kenapa?" Jawab Aldo dengan wajah cueknya. Seketika Glend beku, ia tak dapat berkata lagi mendengar perkataan Aldo.

"Baru kali ini aku ketemu manusia model kayak gini, udah kayak batu es aja, dingin tau gak! Kalo kaya gini gimana bisa dapet cewe do" ucap Glend kesal dengan sifat cuek Aldo.

Ya, semenjak satu tahun terakhir Aldo menjadi orang yang berbeda, dia berubah cuek dengan orang di sekitarnya, dia jarang bersosialisasi dengan orang-orang di sekitarnya. Hanya Glend lah satu-satunya orang yang bertahan bersama Aldo. Dia tak pernah bercerita tentang apa yang terjadi setahun yang lalu sehingga dia berubah seperti sekarang

"Peduli amat ama cewe, kamu aja yang nyari cewe gih, au gak mau"
"Yaelah, jadi bujangan seumur hidup baru tau rasa " balas Glend

"Aku gak peduli !" Ucap Aldo yang tetap asik dengan gitarnya
"Yaudah, terserah kamu aja, aku cuma mau bilang sesuatu"

"Apaan?" Tanya Aldo cuek
"Besok kan siska ulang tahun,nah kan kamu juga di undang,mau gak bareng aku perginya?" Ucap Glend

"Idih ogah, walaupun sampai bujangan seumur hidup aku ini masih normal, yakali jeruk makan jeruk" balas Aldo
"Yaelah sensitif amat jadi orang, aku juga masih normal woy, kalo aku jadi cewe, aku juga gak bakal mau sama lo, bisa-bisa  lumutan sama kamu" ucap Glend dengan wajah kesal

"Bodo amat!" Balas Aldo seraya berdiri dari posisi duduknya
"Jadi kamu mau pergi apa enggak..?" Tanya Glend untuk kedua kalinya dengan suara yang lebih lembut berharap temannya yang sedingin batu es itu mengiyakan pertanyaannya.

Sedingin, sekeras apapun Aldo sekarang Glend tak pernah ambil hati oleh perkataan temannya itu. Ia tahu betul Aldo seperti apa, sudah 2 tahun terkahir mereka berteman semenjak mereka berada dalam satu jurusan yang sama. Glend mencoba mengerti denga setiap perlakuan temannya itu

" Enggak, males!" Balas Aldo seraya meninggal kan Glend yang tak bergeming sama sekali

Aldo memang berubah, tapi satu hal yang tak pernah berubah darinya, yaitu hatinya. Aldo tetap menjadi lelaki penyayang, penuh kehangatan dan pengertian.

Ketika Glend di rawat di rumah sakit karena demam berdarah, Aldo lah orang pertama yang menjenguknya ia rela tidur di rumah sakit  menjaga Glend.

Kejadian itu pula yang membuat Glend yakin bahwa Aldo tidak pernah berubah dan hal itu pula yang membuat Glend tetap bertahan bersama Aldo sampai sekarang.

Ada waktu ketika kamu harus diam agar semuanya baik-baik saja. Tetapi, ada pula waktu saat kamu berusaha bersuara tapi kami gak mampu kamu gak bisa karna alasan yang membuat kamu lemah. Itulah yang Aldo rasakan saat ini

Bersambung....
Makasih udah baca tulisan ku hihi.. ^^
Happy reading ^^

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 22, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PertemuanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang