Pemuda dengan manik kelabu itu berucap singkat.
"Aoi cantik."
"h-hah !?" Yg di panggil Aoi itu bangkit menatap sumber suara yg masih dengan tenang terbaring disampingnya.
"ah , maksudku itu" Ia menunjuk horizon abadi yg tak tergapai. Diikuti oleh manik biru yg senada.
" langit?"
"ya, birunya sama dengan milik Aoi."
Aoi tertawa renyah, kadang memang sulit mengerti Arata .
"mungkin itu sebabnya namaku Aoi kan, Arata?"
Pemuda yg di sapa Arata itu mengangguk kemudian tak lama bangkit.
"sou ii ba, Rasanya aku ingin melihat proses hancurnya langit ! jika aku masih hidup"setelahnya pemilik surai kelam-kelabu itu melirik Aoi. Maniknya berbinar penuh semangat.
"Aku ingin melihatnya, bagaimana langit terbentuk atau bagaimana warna biru itu terus menyebar dimanapun aku melihat."
Aoi mengukir senyum. Kata 'jika aku masih hidup' —itu mengganggunya.
Pemilik manik Biru seindah langit itu bangkit berdiri, mengulurkan tangannya pada Arata.
"Aku juga ingin melihatnya , jadi bagaimana kalau kita buat janji"
Sekian detik berlalu hingga Arata meraih uluran tangan Aoi, membangkitkan dirinya—hingga mereka berdiri sejajar.
"janji?"
Aoi mengangguk "aku berjanji akan melindungi punggungmu agar Arata bisa melihat langit lebih lama."
"—kalau begitu aku juga akan melindungi punggung Aoi. Agar kita bisa bersama dan melihatnya berdua " Arata mengangkat jari kelingkingnya. Dan Aoi mengaitnya tenang. menyetujui ikrar yg mereka buat.
Keduanya sama-sama mengukir senyum terbaik. Menepis kenyataan bahwa senja sudah sedari tadi menyapa— yg artinya Arata tak bisa berlama-lama.
sebab jika ia menetap, maka nyawa Aoi dan yg lainnya akan terancam.
"kalau begitu aku pergi sekarang." Pada akhirnya ia berucap.
Tautan kelingking itu dilepaskan. Meski disatu sisi enggan merelakan.—Tangan Aoi masih ingin menggapainya.
Angin malam mulai menyapa membuat kelopak merah muda berjatuhan. Seolah mengatakan salam perpisahan.
Aoi menunduk , yg ia gapai hanya angin hampa.
"jaa, sayonara—"
"—Sampai jumpa lagi Aoi." Sela Arata. "berjanjilah tidak mengatakan 'sayonara' ,kita ada janji melihat langit bersama bukan?"
Sekali lagi Aoi tertawa renyah. Membuang jauh-jauh hal yg menganggunya.
"tentu , aku berjanji"Kemudian Punggung Arata hilang sepenuhnya dari jangkau pandang Aoi.
"aku anggap kau menjanjikan tiap nafasmu ,Arata..."
____________________________________________________________
Kelopak sakura itu berguguran, tertiup angin hingga tak sengaja menyentuh wajah Aoi. Yg duduk di bebatuan tepi sungai—memeluk pedang bermotif warna putih miliknya , irisnya merunduk kelam, menatap tiap kelopak yg hanyut terbawa arus sungai.
"entah sudah kelopak sakura yg keberapa.." Perlahan pikirnya berkelana.
Mengarungi luas kenangannya, menoleh lagi pada masa lalu. Sekedar mengingat janji yg ia torehkan pada seorang pemuda yg begitu ia kenal— sosok yg berharga untuknya.
Tentang janji saling melindungi punggung masing-masing. Tentang janji berpisah untuk tetap hidup bersama. Tentang janji untuk tidak mengucapkan salam perpisahan.
Aoi menghela nafas. Lelah.
Seperkian jam hatinya gundah, seperkian jam pula ia kembali mengulang kenangan masa lalu itu. Namun si 'tenang' tak kunjung mengobati hatinya, Malah dengan Ironisnya menambah luka yg masih terbuka.
Pemilik surai pucat itu melirik kelopak sakura yg jatuh ke aliran jernih.
Tangannya terulur menyentuh air yg mengalir membiarkan kelopak merah muda itu lewat melalui sela-sela jemarinya . Begitu tenang seakan mengundang Aoi untuk mengalir mengikuti arus kehidupannya.
Pemuda dengan sepasang manik seindah langit itu tertawa hampa.
Menyadari bahwa ia hanya bisa menghirup rasa bahagia yg tersisa, —serta memungut kepingan tawa yg kini sudah tiada.Sekali lagi batin Aoi menjerit.
Kemudian ia bangkit sebelum kelopak matanya memanas. Sebelum janji disepertiga senja itu mengancurkannya.
Sebenarnya Aoi bukannya tak bisa melupa. Hanya saja setiap orang punya takdirnya masing-masing untuk bisa menghapus rangkaian kalimat dari janji bahagia yg pernah terucap.
Meski nyatanya ,Aoi tak akan rela. Jika janji itu lenyap begitu saja ditelan takdir.
"setidaknya biarkan aku bertemu denganmu sekali lagi" ucapnya lirih , suaranya parau .Maniknya berkaca menatap senja yg sama.
"Arata , terimakasih atas kebaikan yg pernah kau beri—" jeda sesaat, Nafasnya bergetar menahan emosi yg enggan ia tumpahkan.
"—dan kerusakan-kerusakan yg kini harus orang lain rasakan."
Aoi membicarakan dirinya sendiri— , ia tersenyum miris dan menangis tanpa suara.
—Membiarkan hatinya porak poranda.
——————————————————————————
Ciyeee yg baperrr~ //gaadarum//
Ahya.. tolong abaikan judulnya yg gak nyambung //gagunakamurum//
Wkwkkw ujung-ujungnya Rumi malah bikin fanfic baru heheh~ //kabur dari kenyataan//
Ya abis, ga terima sendiri di kasih spoiler yumemigusa..
Jadi nya bkin ff yg menyimpang dari aslinya (✿´ ') //curhat//
Okee jaa nee~ ヾ(*´∀`*)ノVote dan komen sangat berharga♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Part Of Your World - ツキウタ。 [ TSUKIUTA ]
RandomTidak ada yg salah dengan perpisahan . hanya saja, andai tak ada kata janji mungkin rasanya tak akan membuat rindu sampai jatuh dibawah kelopak mata. -Arata & Aoi ((Ini fanfic oneshoot! Yg akan update jika sudah dihujani inspirasi xD))